Senin, 31 Agustus 2020

Makalah Tentang Demokrasi

 RUMUSAN MASALAH 

 

1. Apa yang dimaksud dengan demokrasi?  

2. Apa unsur-unsur demokrasi?  

3. Apa prinsip dalam demokrasi?  

4. Apa norma-norma yang terdapat dalam penerpan demokrasi?  

5. Apa yang dimaksud dengan demokratisasi?  

6. Bagaimana sejarah perkembangan demokrasi?  

7. Bagaiman sejarah perkembangan demokrasi Indonesia?  

8. Apa saja corak atau model demokrasi?  

9. Bagaiman mekanisme dalam sistem politik demokrasi? 

10. Negara hukum demokratis bagi Indonesia dan di negara lain?  

11. Apa ciri-ciri demokrasi?  

12. Apa ciri-ciri pemerintahan demokrasi? 

 

 

 

PEMBAHASAN  

1. PENGERTIAN DEMOKRASI  

     Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa yunani yaitu demos (rakyat) dan cratos (kekuasaan atau kedaulatan). Pengertian secara umum demokrasi memiliki arti sebuah pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilakukan secara langsung oleh rakyat atau wakil rakyat melalui mekanisme pemilihan yang berlangsung secara bebas. (A & Rozak, 2015) 

Sedangkan pengaertian demkrasi secara terminologis bervariasi. Berikut beberapa pengertian demokrasi :  

a. Menurut Joshep Schmeter demokrasi adalah suatu perencanaan untuk mencapai keputusan politik dimana setiap individu memperoleh kekuasaan untuk  memutuskan perjuangan kompetitif atas suara rakyat.  

b. Menurut Philipp C. Schmitter ddemokrasi adalah suatu pemerintahan dimana pemerintahan dimintakan tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah public oleh warga negara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.  

     Menurut  Abraham Lincoln demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat (from people, for people, by people). Pemerintahan dari rakyat merupakan pemerintah negara yang dipilih oleh rakyat melalui sitem demokrasi dan mendapatkan mandate dari rakyatuntuk enjalankan item negara secara demokratis dengan program-program kerja pemerintah yang pro pada rakyat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. (Sulaiman, 2016) 

     Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) demokrasi diartikan sebagai bentuk gagaan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.  

 

2. UNSUR-UNSUR DEMOKRASI  

Subandi (2001), menjelakan terdapat empat belas unsur-unsur penerapan demokrasi, yaitu:  

a) Demokrasi berdasarkan kedaulatan rakyat.  

b) Demokrasi berdasarkan kepentingan umum.  

c) Demokrasi menampilkan sosok negara hukum.  

d) Negara demokratis menggunakan pemerintahan terbata kekuasaannya.  

e) Semua negara demokrasi menggunakan lembaga perwakilan (jika di Indonesia seperti : MPR, DPR, dan DPD). 

f) Negara demokratis mengakui hak asasi manusia.  

g) Kelembagaan negara didasarkan pada pertimbangan yang bersumber pada kedaulatan rakyat.  

h) Setiap demokrasi memiliki tujuan dalam bernegara.  

i) Setiap demokrasi memiliki mekanisme pelestariaannya.  

j) Setiap demokrasi memiliki lembaga eksekutif (jika di Indonesia presiden dan mentri).  

k) Setiap demokrasi memiliki kekuasaan kehakiman.  

l) Setiap demokrasi, kedudukan warga negaranya sama.  

m) Setiap demokrasi memberikan kebebasan dalam menyalurkan apirasi rakyat.  

n) Setiap demokrasi menggariskan tata cara menggerakkan negara yang demokratif sifatnya. (Sulaiman, 2016) 

Unsur-unsur yang menopang tegaknya demokrasi antara lain :  

1) Negara Hukum (Rechsttat dan Rule of Law)  

Konsep negara hukum mengandung pengertian bahwa Negara memberikan perlindungan hukum bagi warga Negara melalui perlembagaan pengadilan yang bebas dan tidak memihak dan menjamin hak asasi manusia. Konsep Rechsttat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :  

a. Adanya perlindungan terhadap HAM  

b. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin perlindumgan HAM  

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan  

d. Adanya peradilan administrasi. The rule of law dicirikan oleh :  

Adanya supermasi aturan-aturan hukum  

Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum (equality before law)  

Adanya jaminan perlindungan HAM  

2) Masyarakat Madani  

Masyarakat madami diartikan dengan masyarakat terbuka, masyarakat yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan Negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif serta masyarakat egaliter. Civil society mensyaratkan adanya civilengagement yaitu keterlibatan warga Negara dalam asosiasi-asosiai social. Civil engagement memungkinkan ikap terbuka, percaya, dan toleran antar satu dengan yang lain yang sangat pentin bagi bangunan politik demokrasi. Masyarakat madani dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai mitra dan patner kerja lembaga eksekutif, legeslatif, dan yudikatif juga dapat melakukan control sosial terhadap pelaksanaan kerja lembaga terebut.  

 

3) Infrastruktur Politik  

Terdiri dari partai politik, kelompok gerakan, dan kelompok penekanan atau kelompok kepentingan. Kelompok gerakan dikenal dengan sebutan organisasi masyarakat yang berorientasi pada pemberdayaan warganya. Kelompok penekanan atau kelompok kepentingan merupakan wadah organisasi berdaarkan pada kriteria profesionalitas dan keilmuan tertentu.  

4) Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab  

Mariam Budiarjo: parpol mengemban fungsi :  

- Sebagai sarana komunikasi politik  

- Rekrutmen kader dan anggota politik  

- Sosialisasi politik  

- Pengaturan konflik. (Ruslina, 2016) 

 

3. PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI  

     Dalam pelaksanaannya, demokrasi harus sesuai dengan prinsip yang telah ditetapkan. Adapun beberapa prinsip demokrasi sebagai berikut :  

a. Negara berdasarkan konstitusi  

Konstitusi atau Undang-Undang adalah suatu norma dalam sistem politik dan hukum  yang dibuat oleh pemerintah secara tertulis. Konstitusi dijadikan landasan dalam menjalankan negara dan berfungsi sebagai batasan kewenangan pemerintah serta dapat memenuhi hak khalayak.  

b. Peradilan tidak memihak dan bebas  

Pemerintah tidak boleh melakukan intervensi dalam proses peradilan karena sistem pemerintahan demokrasi menganut peradilan bebas. Artinya, proses peradilan harus netral agar dapat melihat permasalahan keputusannya yang adil terhadap perkara yang ditangani.  

c. Kebebasan berpendapat dan berserikat  

Didalam pemerintahan demokrasi, setiap warga negaranya dapat membentuk organisasi/berserikat dan memiliki hak menyampaikan pendapat. Namun pada pelaksanaannya, penyampaian pendapat atau aspirasi harus dilakukan dengan bijak  

d. Adanya pergantian pemerintah  

Pergantian pemerintah dilakukan secara berkala sehingga meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan dan KKN, seperti yang pernah terjadi di pemerintah pada masa orde baru.  

e. Kedududkan rakyat sama di mata hukum  

Penegakan hukum dilakukan dengan memperhatikan keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu. Artinya setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama didalam hukum dan pelaku pelanggar hukum mendapat hukuman tegas sesuai pelanggarannya  

f. Adanya jaminan hak asasi manusia  

Sesuai dengan makna demokrasi, perlindungan hak asasi manusia (HAM) menjadi hal yang utama didalam sistem demokrasi. Pemerintah dan segala institusinya harus menghormati dan menghargai HAM, dan melakukan tindakan tegas terhadap pelanggar HAM.  

g. Adanya kebebasan  pers 

Salah satu cara masyarakat menyampaikan aspirasinya ke pemerintah adalah melalui pers. Di dalam sistem pemerintahan demokrasi, PERS memiliki kebebasan dalam menyampaikan kritik dan saran kepada pemerintah dalam proses pembuatan kepada kebijakn. Pers juga dapat berfungsi sebagai media sosialisasi progam-progam pemerintah kepada masyarakat. Dengan begitu maka komunikasi antara pemerintah dan rakyat dapat terjalin dengan baik. 

(http://www.maxmanroe/vid/sosial/pengertian-demokrasi.html ) 

4. NORMA-NORMA YANG MENJADI DASAR DEMOKRASI  

Muhammad Erwin mengutip dari Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi itu haruslah didasari oleh beberapa norma, yaitu :  

a. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.  

b. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu mayarakat yang sedang berubah  

c. Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur.  

d. Membatasi pemakaian kekeraan sampai minimum.  

e. Mengakui serta menganggap secara wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku. (Sulaiman, 2016) 

 

5. DEMOKRATISASI  

Demokratisasi melalui beberapa tahapan, yaitu :  

a. Pergantian dari penguasa nondmokrasi ke penugasan demokrasi  

b. Pembentukan lembaga-lembaga dan tertib politik demokrasi.  

c. Konsolidasi demokrasi.  

d. Praktek demokrasi sebagai budaya politik negara.  

     Demokratis pada dasarnya berhubungan dengan penerapan nilai-nilai demokrasi sehingga politik demokratis dapat terbentuk secara bertahap. Nilai-nilai demokrasi berkedudukan positif terhadap warga negara. Dengan demikian, setiap warga negara menginginkan tegaknya demokrasi di negara. (Sulaiman, 2016) 

6. SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI  

     Munculnya demokrasi berkaitan dengan penolakan hak-hak feodal dan kekuatan monarki absolut dengan menanamkan rasionalismedan liberalism dan adanya kemauan masyarakat untuk menolak terhadap penguasa/pemerintah yang absolut. Konsep demokrasi telah ada sejak abad ke-4 SM sampai abad ke-6 M dalam tradisi pemikiran Yuanani, yang berhubungan dengan negara dan hukum. Demokrasi Yunani kuno berakhir pada abad pertengahan yang ditandai dengan adanya perubahan masyarakat Yunani menjadi masyarakat feodal di mana keagamaan terpusat pada paus dan penjabat agama dengan kehidupan politik ditandai oleh perubahan kekuasaan dikalangan para bangsawan.  

     Pada akhir abad pertengahan demokrasi kembali berkembang di Eropa yang dikenal dengan Magna Charta (piagam besar)yang merupakan piagam yang diberikan tentang perjanjian antara kalangan bangawan dan raja Jhon di Inggris yang berisi sebagai tersebut :  

1. Raja Jhon mengakui dan menjamin hak dan hak khusus bawahannya  

2. Pembatasan kekuasaan raja  

3. HAM lebih penting dari pada kedaulatan raja  

     Tradisi Demokrasi di Inggris tidak terlepas dari pengaruh pemikiran John Locke 

(1632-104), menurutnya hak-hak politik rakyatmencakup hak untuh hidup, kebebasan, dan hak memiliki. Sementara di Perancis ada Montesquieu (1689-1744), bahwa sistem politik yang dapat menjamin hak-hak politik ditempuh melalui konsep trias politica yang merupakan sistem pemisah kekuasaan menjadi tiga kekuasaan di negara yang terdiri dari legislative, eksekutif, dan yudikatif. Gagasan demokrasi yang dibangun ke dua tokoh tersebut, kemudian berimplikasi pada lahirnya konsep konstitusi demokrasi Barat. Konstitusi yang berstandar trias politica berakibat munculnya konsep welfare state (negara kesejahteraan). Konsep negara kesejahteraan pada intinya merupakan suatu konsep pemerintahan yang memprioritaskan kinerjanya pada peningkatan kesejahteraan warga negara. (Sulaiman, 2016) 

 

7. SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRSI INDONESIA  

Sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi menjadi empat periode yaitu :  

1. Periode 1945-1959 (demokrasi parlementer)  

Demokrasi ini dimulai sebulan setelah kemerdekaan di proklamerkan. Namun demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia karena lemahnya budaya demokrasi untuk mempratikan demokrasi ala barat telah memberi peluang sangat besar untuk mendominasi social politik. Karena tidak ada budaya yang sesuai dengan demokrasi parlementer higga melahirkan frgmentasi politik berdaarkan kesukuan dan keagamaan. Akibatnya pemerintah yang berbasis koalisi politik jarang bertahan lama. Koalisi yang dibangun sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabilitas politik yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat secara fisik mengancam berjalannya demokrasi itu sendiri. Faktor-faktor terebut yang mendorong presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 yang menegaskan berlakunnya kembali UUD 1945.  

2. Periode 1959-1965 (demokrasi  terpimpin)  Demokrai ini ditandai dengan :  

a. Didominasinya polittik oleh presiden  

b. Berkembangnya pengaruh komunis dan pranata tentara (ABRI) dalam panggung politik national  

3. Periode 1965-1998 (pada masa orde baru)  

Pada masa ini upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin digantikan oleh orde baru dengan demokrasi pancasila yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk presiden Soekarno telah dihapus menjadi lima tahun dan dapat dipilih melalui pemilu. Demokrasi pamncasila menawarkan tiga komponen demokrasi :  

a. Demokrasi dalam bidang politik (menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum)  

b. Demokrasi dal bidang ekonomi (kehidupan yang layak bagi setiap warga negara)  

c. Demokrasi dalam bidang hukum (pengakuan dan perlindungan HAM peradilan yang bebas dan tidak memihak)  

4. Periode pasca-orde baru (era reformasi)  

Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini ditandai dengan :  

a. Lengsernya presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan orde baru Mei 1998  

b. Penyelewengan dasar negara pancasila oleh penguasa orde baru berdampak pada sikap anti pati sebagian masyarakat terhadap dasar negara terebut. (A & Rozak, 2015) 

 

8. CORAK ATAU MODEL DEMOKRASI  

Paling tidak ada lima corak demokrsi antara lain :  

a. Demokrasi Liberal  

Yaitu pemerintah dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg.  

b. Demokrasi Terpimpin  

Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilhan umum yang bersaing sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan  

c. Demokrasi Sosial  

Demokrasi yang menaruh kepedulian pada keadilan social yang egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.  

d. Demokrai Partisipasi  

Demokrasi yang menekankan hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.  

e. Demokrasi Consociational  

Demokrasi yang menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerjasama yang erat diantara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.  

f. Demokrasi Langsung  

Terjadi apabila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu Negara dilakukan secara langsung. Lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalnnya pemerintahan, pemilihan pejabat eksekutif (Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati) dilakukan rakyat secara langsung. Begitu juga pemilihan anggoota parlemen atau legislative (Dewan Perwakilan Daerah, DPRD) dilakukan rakyat secara langsung.  

g. Demokrasi Tidak Langsung  

Terjadi bila untuk mewujudkan kedaulatan rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan malalui lembaga perwakilan. Demokrasi tidak langsung disebut juga dengan demokrasi perwakilan. (Ruslina, 2016) 

 

 

 

 

9. MEKANISME DALAM SISTEM POLITIK DEMOKRASI  

a. Merupakan bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Disamping adanya pemerintah pusat terdapat pemerintah daerah yang memiliki hak otonom.  

b. Bentuk pemerintahan republic, sedangkan sistem pemerintahan presidensiil.  

c. Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 5 tahun. 

d. Cabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Disamping cabinet, presiden dibantu oleh dewan pertimbangan.  

e. Parlemen terdiri dari dua (bicameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), mereka menjadi anggota MPR. DOR terdiri para wakil yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem proposional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik berwakil banyak. DPR memiliki kekuasaan legislative dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintah. 

f. Pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah.  

g. Sistem multi partai. Banyak sekali partai politik yang bermunculan di Indonesia. pemilu 1999 diikuti 48 partai, pemilu 2004 diikuti 24 partai politik. 

h. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya yaitu peradilan tinggi dan peradilan negeri serta sebuah mahkamah konstitusi.  

i. Lembaga Negara lainnya seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Yudisial. (Ruslina, 2016) 

 

 

10.  FUNGSI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEWUJUDKAN NEGARA HUKUM INDONESIA YANG DEMOKRATIS  

     Dalam kontitusi atau UUD 1945 dan UU no. 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi, tidak terdapat rumuan tentang fungsi mahkamah konstitusi, tetapi dalam penjelasan umum UU MK tersebut dijelaskan bahwa, fungi mahkamah kontitusi adalah untuk menegakkan konstitusi dalam rangka mewujudkan negara hukum dan demokrasi. Logemann (1969:H.234) mengartikan fungsi adalah suatu lingkungan kerja jabatan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian ini dikemukakan berkenaan dengan fungsi MK untuk menegakkan konstitusi dalam mewujudkan negara hukum Indonesia yang demokratis. Fathorrohman dkk (2004:H35) mengemukakan bahwa suatu fungsi dapat dipegang oleh lebih satu lembaga negara dan sebaliknya satu lembaga negara dapat memegang atau mempunyai lebih dari satu fungsi. Untuk dapat menjalan kan fungsi lembaga negara harus dilengkapi dengan kekuasaan atau wewenang . oleh sebab itu  sebagai negara hukum egala lembaga negara yang ada tunduk dan berada dibawah uud 1945.  

     Untuk kepentingan internasional, pengertian yuridis tentang fungsi dalam tulisan ini dapat dibedakan dalam arti fungsional dan sosiologis. Dalam arti fungsional, fungsi adalah wewenang yang telah ditentukan terlebih dahulu sebagai suatu tujuan  atau cita cita yang ingin dicapai. Sebaliknya fungsi dalam arti sosiologis adalah satu proses yang dilaksanakan untuk mewujudkan suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Cita-cita yang di maksud dan yang telah ditetapkan sebagai suatu tujuan bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan negara hukum dan berkonstitusi, dapat di temukan dalam pembukaan uud 1945, yang meliputi tiga dasar yaitu cita cita membangun dan mewujudkan keadilan sosial, cita cita membangun suatu tatanan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis dan mandiri, cita cita membangun masyarakat dan pemerintahan berdasarkan hukum. Dari cita hukum ini, MK dalam membangun dan mewujudkan negara hukum Indonesia yang demokratis melalui pelaksanaan fungsinya untuk menegkkan konstitusi dan konstusionalisme.  

Faham konstusionalisme yang penulis maksudkan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bukan dalam pengertian naskah konstitusi semata, tetapi paham atau pandangan yang menyertainya sebagai cita cita mengenai pola dan sistem kehidupan bernegara yang menjadi pilihan kesepakatan bersama oleh para the fouding fathers sebagai the goal state atau tujuan negara yang harus diwujudkan. Kesepakatan ini yang kemudian harus dipandang sebagai faham konstitualisme khas bagi bangsa Indonesia. Arah dan hakikat konstituonalisme yang menjadi kesepakatan bersama dan disusun berdasarkan masalah yang dihadapi bangsa ini, terutama dari aspek substansi, penerapan dan penegakan suplemasi hukum yang harus diwujudkan di era reformasi adalah nilai nilai yang bersumber dan bedasarkan pancasila dan UUD 1945. (Abdul Latif, 2007) 

 

11. CIRI-CIRI DEMOKRASI  

Sesuai dengan pengertian demokrasi, berikut adalah ciri-ciri demokrasi antara lain :  

1. Keputusan pemerintah untuk seluruh rakyat  

Segala keputusan yang akan diambil adalah berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, bukan atas kepentingan suatu kelompok yang dilakukan untuk mencegah adanya tindakan KKN di dalam masyarakat.  

2. Menjalankan konstitusi  

Segala hal yang berkaitan dengan kehendak, kepentingan, daan kekuasaan rakyat yang harus dilakukan berdasarkan konstitusi. Hal tersebut tertuang dalam penetapan Undang-Undang, dimana hukum harus berlaku secara adil bagi seluruh warga negara.  

3. Adanya perwakilan rakyat  

Di Indonesia, lembaga ini dikenal dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih melalui pemilu dan kekuasaan dan kedaulatan rakyat diwakili oleh anggota dewan terpilih. 

4. Adanya sistem kepartaian. 

Melalui suatu partai, rakyat dapat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah yang sah. 

Partai memiliki fungsi dalam hal pengawasan kinerja pemerintah apakah sesuai dengan aspirasi masyarakat dan juga dapat mewakili rakyat dalam mengusung calon pemimpin. (http://www.maxmanroe/vid/sosial/pengertian-demokrasi.html ) 

 

12. CIRI-CIRI PEMERINTAHAN DEMOKRASI 

1. Kedaulatan rakyat  

Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi. Dalam negara demokrasi pemilik adalah rakyat. Kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa berasal dari rakyat. 

2. Pemerintahan di dasarkan pada persetujuan rakyat  

Prinsip ini menghendaki adanya pengawasan rakyat terhadap pemerintah. Dalam hal ini penguasa negara tidak bisa dan tidak boleh menjalankan kehidupan negara berdasarkan kemauan sendiri.  

3. Pemerintahan mayoritas dan berlindung hak-hak minoritas  

Prinsip ini menghendaki adanya keadilan dalam keputusan. Keputusan yang sesuai dengan kehendak rakyat. Dalam kenyataan, kehendak rakyat bisa berbeda-beda. Dalam hal demikian, berlaku prinsip keputusan yang diambil sesuai kehendak mayoritas rakyat (majority rule) tetapi juga harus menghormati hak-hak minoritas (minority rights) 

4. Jaminan hak-hak asasi manusia  

Prinsip ini menghendaki adanya jaminan hak-hak asasi.Jaminan tersebut dinyatakan dalam konstitusi. Jaminan hak asasi itu sekurang-kurangnya meliputi hak-hak dasar. Hak-hak mengemukakan pendapat, berekspresi, dan pres bebas; hak beragama; hak hidup, hak berserikat, dan berkumpul;hakpersamaan perlindungan hukum;hak atas proses peradilan yang bebas. Namun demikian, disini berlaku prinsip:hak asasi manusia harus senantiasa dikembangkan (diperbaiki, dipertajam, dan ditambahkan hak-hak lainnya). 

5. Pemilu yang  bebas dan adil  

Prinsip ini menghendaki adanya pergantian pemimpinan pemerintahan secara damai dan teratur. Hal ini penting untuk menjaga agar kedaulatan rakyat tidak di selewengkan. Untuk itu diselenggarakan pemilihan umum(pemilu).  

6. Persamaan di depan hukum 

Prinsip ini menghendaki adanya persamaan politik. Maksudnya, secara hukum(di depan hukum) setiap warga negara mempunyai kesepakatan yang sama untuk berpatisipasi dalam prose pembuatan keputusan politik. Jadi, siapa saja memiliki kesempataan yang sama untuk berpartisipasi. Itu berarti tidak ada sikap membedabedakan (diskriminasi), entaah berdasarkan suku, ras, agama, antargolongan, maupun jenis kelamin.  

7. Perlindungan hukum  

Prinsip ini menghendaki adanya perlindungan hukum warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari negara. Misalnya warga negara tak boleh ditangkap tanpa alasan yang jelas;warga negara tak boleh dipenjarakan tanpa melalui proses hukum yang terbuka. 

8. Pemerintahan di batasi oleh konstitusi 

Prinsip ini menghendaki adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan melalui hukum. Pembatasan itu dituangkan dalam konstitusi. Selanjutnyakonstitusi itu menjadi dasar penyelenggaraan negra yang harus dipatuhi oleh pemerintah. Itualh sebabnya pemerintah demokrasi sering disebut “ demokrasi konstitusional” dengan demikian, pemerintahan demokrasi dijalankan sesuai prinsipsupremasi hukum (rule of law). Itu berarti kebijakan negara harus didasarkan pada hukum. 

9. Penghargaan pada keberagaman 

Prinsip ini menghendaki agar tiap-tiap kelompok social-budaya, ekonomi, ataupunpolitik diakui dan dijamin keberadaannya. Masing-masing kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan negara.  

10. Penghargaan terhadap nilai –nilai demokrasi  

Prinsip ini menghendaki agar kehidupan negara senantiasa diwarnai oleh toleransi, kemanfaatan, kerja sama dan konsesus. Toleransi berarti kesedian untuk menahan diri, bersiakp sabar, membiarkan dan berhati lapang terhadap orang-orang yang berpandangan berbeda. Kemanfaatan berarti demokrasi haruslah mendatangkan mafaat konkret, yaitu perbaikan kehidupan rakyat.Kerja sama berarti semua pihak bersedia untuk menyumbangkan kemampuan terbaiknya dalam mewujudkan citacita bersama. Kompromi berarti ada komitmen untuk mencari titik temu diantara berbagai macam pandangan dan perbedaan pendapat guna mencari pemecah untuk kebaikan bersama. ( https://amanahtp.wordpress.com/2013/01/31/ciri-ciripemerintahan-demokrasi/ ) 


Jumat, 28 Agustus 2020

Makalah Tentang Otonomi Daerah

 

A. RUMUSAN MASALAH

1.     Apa yang dimaksud Otonomi Daerah?

2.     Bagaimana Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia?

3.     Apa landasan hukum Otonomi Daerah?

4.     Apa saja tujuan Otonomi Daerah?

 

 

B. LATAR BELAKANG

Krisis ekonomi dan politik, yang berlanjut menjadi multi-krisis, telah mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kemampuan dan kapasitas negeri dalam menjamin kesinambungan pembangunan. Krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh sistem manajemen negara dan pemerintah yang sentralistik, dimana kewenangan pemerintahan pusat sementara daerah, tidak memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengatur daerahnya.  Sebagai respon dari krisis tersebut, pada masa reformasi dicanangkan suatu kebijakan restrukturisasi sistem pemerintahan yang cukup penting, yaitu melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antar pusat dan daerah, paradigma lama dalam manajemen pemerintahan yang berporos pada sentralisme kekuasaan diganti menjadi kebijakan otonomi daerah, yang tidak dapat dilepaskan, dari upaya politik pemerintah pusat untuk merespon tuntutan kemerdekaan atau negara federal dari beberapa wilayah, yang memiliki sumber daya alam melimpah, namun tidak mendapatkan haknya secara proporsional pada masa pemerintahan orde baru.

     Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerintah pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintah, dan membangun kehidupan berpolitik yang efektif, sebab dapat menjamin penangan penuntutan masyarakat secara variatif dan cepat. 

 

 

C. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah yang dimaksud disini adalah pemberian kewenangan pemerintah kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepemimpinan daerah

sendiri. (Ubaedilah, 2000, h.27)

Kata otonomi daerah sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu auto yang berarti sendiri dan nomos yang berarti hukum. Jadi secara harfiah, otonomi  berarti hukum sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa otonomi  daerah adalah pemberian kewenangan  dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan sendiri berkaitan dengan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak dan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (UU No.32 Tahun 2004). 

 

Sedangkan yang dimaksud  daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI

Otonomi sendiri mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung  jawabkan.

 

 

Otonomi Daerah & Desentralisasi

Desentralisasi dalam konteks bahasan otonomi daerah tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan satu sama lain. Bahkan menurut banyak kalangan, otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri. Tak heran misalnya dalam buku – buku referensi, pembahasan otonomi daerah diulas selalu bersama istilah desentralisasi. Kedua istilah tersebut bagaikan dua mata koin yang saling menyatu namun dapat dibedakan. Dimana desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ – organ penyelenggara negara, sedangkan otonomi menyangkut hak dan kewenangan yang mengikuti pembagian wewenang tersebut.

Pada masa sekarang, hampir setiap negara bangsa (Nation State) menganut desentralisasi sebagai suatu asas dalam sistem penyelenggaran pemerintahan negara. Desentralisasi bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri melainkan merupakan rangkaian satu kesatuan dari suatu sistem yang lebih besar. Suatu negara bangsa menganut desentralisasi bukan karena alternatif dari sentralisasi. Antara desentralisasi dan sentralisasi tidak dilawankan, dan karenanya tidak bersifat dikotomis (bertentangan), melainkan merupakan sub –sub sistem dalam kerangka sistem organisasi negara. Karenanya, suatu negara bangsa merupakan payung desentralisasi dan sentralisasi.

Berbagai definisi tentang desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh pakar sebagai bahan perbandingandan bahasan dalam upaya menemukan pengertian yang mendasar tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi atau perwujudan desentralisasi.

Pelaksanaan otonomi daerah di indonesia berdasarkan kepada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat meliputi beberapa bidang, antara lain sebagai berikut:

a.     Politik/hubungan luar negeri

b.     Pengadilan/yustisi

c.      Moneter dan keuangan

d.     Pertahanan

e.      Keamanan

f.       Agama

Adapun kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah sebagai berikut :

1.     Perencanaan dan pengendalian pembangunan, dan perancangan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. 

2.     Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial dan penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten atau kota.

3.     Pelayanan bidang ketenaga kerjaan lintas kabupaten/kota fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah, termasuk lintas kabupaten/kota.

4.     Pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota pelayanan kependudukan dan catatan sipil.

5.     Pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota.

 

Kewenangan pemerintah daerah kabupaten dan kota adalah sebagai berikut : 

1.     Perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.

2.     Penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang ketenaga kerjaan, fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.

3.     Pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertanahan, pelayanan kependudukan, dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan administrasi penanaman modal.

 

D. SEJARAH  &  PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH

Pengertian otonomi daerah dimulai pada masa Orde Baru, otonomi daerah sendiri pada masa orde baru lahir di tengah gejolak tuntutan daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan orde baru menjalankan pemerintahan terpusat atau sentralistik. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya tumbuh sebelum orde baru berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol keluasaan. 

Pada masa pemerintahan Presiden Habibie melalui kesepakatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu Tahun 1999, ditetapkan Undangundang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk mengkoreksi UU  No.5  Tahun 1974  yang  diangap  sudah  tidak  sesuai  dengan  prinsip penyelengaraan pemerintah dan perkembangan keadaan. Undang-undang ini diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang demokratis antara pusat dan daerah. Undang- Undang  Pemerintahan Daerah bertujuan untuk   memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah merealisasikan aspirasinya dengan memberikan kewenangan yang luas yang sebelumnya tidak diberikan ketika masa orde baru. 

Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU no.22 tahun 1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lampau. Kedua, adalah faktor eksternal yang di pengaruhi oleh  dorongan  internasional  terhadap  kepentingan  investasi  terutama  untuk efisiensi  dari biaya investasi yang tinggi sebagai  akibat korupsi dan rantai birokrasi  yang  panjang. 

Kemudian daerah itupun harus terpacu untuk menciptakan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Pelaksanaan otonomi daerah telah berjalan 23 tahun. Dan selama itu munculah daerah otonom baru. Hingga kini terdiri dari 34 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. 

Akan tetapi, daerah otonom baru terkadang memicu daerah-daerah lain untuk menuntut pemekaran, sehingga pada tahun 2019 ini kementrian dalam negeri telah menerima 314 usulan pemekaran daerah setingkat provinsi dan kabupaten kota. Namun, pemerintah belum mengabulkan karena masih moratorium (penangguhan pembayaran hutang didasarkan pada undang – undang agar dapat mencegah krisis keuangan yang makin hebat). Bertujuan agar suatu daerah tidak asal dimekarkan melainkan harus dengan melalui kajian dan telaah mendalam secara mendalam.

Seperti yang kita ketahui, otonomi sendiri mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung  jawabkan.

Secara umum,otonomi daerah telah berjalan dengan baik. Namun,tetap saja masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki.  Sebetulnya otonomi daerah sudah pada jalan yang benar hanya saja memang berbagai  hambatan dalam penyelenggaran otonomi daerah tak bisa kita hindari. Seperti persoalan lemahnya kapasitas, baik personal, kelembagaan, apalagi pembiayaan. Inilah persoalan klasik yang selama ini dianggap persoalan penyelenggaran pemerintah daerah. Berbagai persoalan itu harus dievaluasi dan dijadikan bahan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada (Akmal Malik,Plt.Direktur  Jenderal  Otonomi  Daerah Kementrian Dalam Negeri). 

Dalam menjalankan wewenangnya, daerah memiliki hak untuk menentukan tatacara yang sesuai dengan tuntunan masyarakat, perkembangan zaman, dan kearifan lokal, yang hidup di masing-masing daerah. Karena itu, masing-masing daerah memiliki kesempatan melahirkan berbagai inovasi dan mekanisme penyelenggaran pemerintahannya sendiri. Dengan demikian pula maka makna kebhinekaan bangsa tidak hilang. 

Di tahun 2019, kementrian dalam negeri memberikan apresiasi  terhadap pemerintah daerah yang berhasil  meraih kinerja terbaik secara nasional, sehingga layak mendapat tanda kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha yang diberikan kepada pemerintah daerah yang sukses mendapatkan prestasi kinerja  tertinggi selama 3 tahun berturut-turut dan penghargaan tanda kehormatan Satya Lancana Karya Bhakti Praja Nugraha yang diberikan kepada kepala daerah yang berprestasi dan kinerjanya sangat tinggi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan pada hasil evaluasi  kinerja penyelenggara pemerintah daerah (EKPPD) atas laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) tahun 2017.  Sejarah otonomi  daerah sendiri baru berusia 2 dasawarsa, tetapi jejaknya dapat ditelusuri  sejak zaman kolonial belanda. ( Hendri F.Isnaini, 2019)

 

E. LANDASAN HUKUM OTONOMI DAERAH 

          Pelaksanaan otonomi daerah tentunya membutuhkan landasan hukum agar berjalan sebagaimana yang diharapkan. Maka dari itu pelaksanan otonomi daerah berpedoman pada konstitusi (hukum dasar) negara yang tertulis, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

          Kelahiran UU No.22 tahun 1999 merupakan realisasi dari TAP.MPR.No XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah yang berbunyi:

          Pasal 1: Penyelengggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemnfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

          Pasal 2: Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsipprinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah.

TAP.MPR No IV/MPR 1999 tentang GBHN(Garis – garis Besar Haluan Negara) tahun 1999 – 2004 Bidang pembangunan daerah, antara lain berbunyi : “Mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat, dan lembaga swadaya masyarakat, dan seluruh potensi masyarakat dalam wadah negara kesatuan republik indonesia.”

          Kebijakan tentang otonomi daerah di atur dalam undang-undang No.22 tahun 1999, kemudian diganti oleh undang-undang No.32 tahun 2004. Dengan diberlakukannya undang-undang No.22 Tahun 1999, kemudian diganti dengan Undang-undang No.32 tahun 2004, yang mengandung makna pemerintahan pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah –daerah.

          Kewenangan mengatur, dan mengurus rumah tangga daerah diserahkan kepada pemerintah dan masyarakat di daerah. Dengan demikian, pemerintahan pusat hanya sebagai pemantau, pengawas, dan pengevaluasi. Dalam sumber lain, beberapa peraturan perundang-undangan yang pernah dan masih berlaku dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sebagai landasan hukum otonomi daerah adalah sebagai berikut :

 


Undang – Undang Dasar

Undang – Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah pasal 18 UUD pada ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa negara kesatuan republik di bagi atas provinsi, kabupaten, dan kota yang mengatur, dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Undang – Undang

Undang – undang nomor 12 tahun 2008 adalah mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan praaksara dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD 

1.     Undang – undang no.1 tahun 1945 tentang komite nasional daerah (KND).

2.     Undang – undang No.22 Tahun 1948 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah.

3.     Undang – undang negara Indonesia Timur No.44 Tahun 1950 Tentang Pemerintahan Daerah Indonesia Timur.

4.     Undang – Undang No.18 Tahun 1965 Tentang pokok – pokok pemerintahan daerah.

5.     Undang – undang No.5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok pemerintahan daerah.

6.     Undang-undang NO.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah

7.     Undang –undang No.25 Tahun 1999 Tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

8.     Undang – undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. 

9.     Undang – Undang no.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

10.                        Perpu no.3  Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang – Undang no.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

11.                        Undang – Undang No.12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas undang – undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 12. Undang – undang No.2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang No.2 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

13. Undang-undang republik Indonesia No.9 tahun 2015 tentang perubahan kedua atas undang –undang no.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. 

      

F. TUJUAN OTONOMI DAERAH

Tujuan dilakukanya otonomi daerah menurut beberapa ahli sebagai berikut :

1.     Dilihat dari segi pemerintah,penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mencapai pemerinthan yang efisien. 

2.     Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokuskan kepada daerah.

3.     Dilihat dari segi ekonomi,otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam mpembangunan ekonomi di daerah masing – masing.

Sebagian para ahli pemerintahan juga mengemukakakn pendapat lain tentang alasan perlunya otonomi –desentralisasi yaitu : 

1.     Untuk terciptanya efisiensi dan efektifivitas penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan: seperti ekonomi, pertahanan dan keamanan, keuangan, politik, kesejahteraan masayarakat. Selain itu, memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat oleh karena itu penanganan hal tersebut tidak mungkin dilakukan secara tersentralisasi, karena pemerintah negara menjadi tidak efektif.

2.     Sebagai sarana pendidikan politik. Pendidikan politik pada tingkat lokal sangat bermanfaat bagi warga masyarakat untuk menentukan pilihan politiknya. Mereka yang tidak mempunyai peluang untuk terlibat dalam politik nasional, akan mempunyai peluang untuk ikut serta dalam politik lokal, baik pemilihan umum lokal, ataupun dalam pembuatan kebijakan publik.

3.     Sebagai persiapan karier politik. Keberadaan pemerintah daerah (Eksekutif dan Legislatif lokal), merupakan wahana yang banyak digunakan untuk menapak karir politik yang lebih tinggi, dan merupakan persiapan untuk meneliti karir lanjutan ditingkat nasional.

 

4.     Sebagai stabilitas politik. Pergolakan didaerah terjadi, karena daerah melihat kenyataan keuasaan pemerintah Jakarta sangat dominan. Hal ini merupakan contoh konkret bagaimana hubungan antara pemerintah nasional tidak menjalankan otonomi dengan tepat. 

5.     Kesetaraan politik (Polytical Equality) masyarakat ditingkat lokal, sebagaimana halnya dengan masyarakat pusat pemerintahan, akan mempunyai kesempatan yang sama untuk terlibat dalam politik, apakah itu melalui pemberian suara pada waktu pemilihan kepala desa, bupati, wali kota, dan bahkan gubernur. Disamping itu, warga masyarakat baik sendiri- sendiri ataupun secara berkelompok akan ikut dalam mempengaruhi pemerintahannya untuk membuat kebijakan, terutama yang menyangkut kepentingan mereka.

Akuntabilitas, publik, demokrasi, memberikan ruang dan peluang kepada masyarakat didaerah untuk berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan penyelenggaraan negara. Keterlibatan ini sangat dimungkinkan sejak dari awal tahap pengambilan keputusan sampai dengan tahap evaluasi. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat dapat di awasi secara langsung, dan dapat dipertanggung jawabkan karena masyarakat terlibat langsung dalam penyelenggaraan pemerintahan. (Jakni, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi,h.291)

Kebijakan yang sesuai dengan daerah setempat, untuk ada perhatian lebih dan khusus dalam menjaga serta mempertahankan kultur, ciri khas suatu daerah, baik itu segi geografis, ekonomi, kebudayaan dan latar belakang sejarah agar kepala daerah dapat secara langsung melakukan pembangunan di daerah tersebut.

Kamis, 27 Agustus 2020

Makalah Sosialisasi Hukum Bagi Warga Negara

 

KATA PEGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nyasehingga kami dapat menyelesaikan tugasmakalah ini yang berjudul Sosialisasi Hukum Bagi Warga Negaraini dengan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas Ibu Nur Apriliya Rochimah pada mata kuliah Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentangSosialisasi Hukum Bagi Warga Negara bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Harapan kami dalam pembuatan makalah ini, yaituagar makalah ini dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca.Kami selaku pembuat makalah ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen kami yang telah memberikan tugas makalah ini, serta kami juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Serta tak lupa kami haturkan maaf bila terdapat penulisan ataupun kata-kata yang kurang berkenan.

 

 

 

Salatiga, 28 Oktober 2019

 

 

Penyusun

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 2

C.     Tujuan Pembahasan...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

A.    Pengertian Sosialisasi...................................................................................3

B.     Pengertian Warga Negara.............................................................................3

C.     Pengertian, Tujuan, danHakKewajibanWarga Negara DenganHukum....... 4

D.    Pengendalian Sosial dan Sosialisasi Hukum................................................5

E.     Faktor-faktor Yang Menghambat Pelaksanaan Sosialisasi Hukum Dalam Proses Kontrol Sosial............................................................................................................ 7

F.      Peranan Sosialisasi Hukum Dalam Proses Kontrol Sosial.........................10

BAB III PENUTUP....................................................................................... 12

A.    Kesimpulan................................................................................................ 12

B.     Saran.......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hukum dan masyarakat keduanya seolah-olah merupakan pasangan yang tidak bisa terpisah, sebab berbicara tentang hukum pasti juga akan terkait dengan apa yang disebut masyarakat, begitu sebaliknya karena hukum merupakan bagian dari proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Hukum tidak bisa terlepas dari pengaruh timbal balik dengan keseluruhan aspek yang ada dalam masyarakat, itulah sebabnya dikatakan bahwa hukum itu tidaklah otonom,dari sini terlihat bahwa hukum merupakan suatu realitas dalam masyarakat sehingga hukum disini lebih bersifar relistis dan empirik, yang mana hal ini sejalan seperti apa yang telah dikemukakan oleh Prof.Dr.Satjipto  Raharjo, S.H.,M.H. bahwa “Saat ini hukum tidak lagi dilihat sebagai suatu hal yang sifatnya otonom dan independen, melainkan difahami secara fungsional dan dilihat senantiasa berada dalam kaitannya dengan interdependen dengan bidang-bidang lain dalam masyarakat”.

Prof. Soetandyo mengatakan bahwa dimana kita bertemu dengan masyarakat manusia disitulah kita akan bertemu dengan sejumlah aturan karena tak ada masyarakat manusia dimanapun yang tak mengenal tata aturan/norma.

Dimana aturan tersebut diharapkan akan memberikan suatu keadilan, kedamaian, dan ketertiban bagi seluruh warga masyarakat tersebut. Maka untuk dapat mewujudkannya, hukum tidak akan bisa lepas dari tugas / fungsi yang diembankan pada hukum sebab untuk mencapai dan mewujudkan tujuan hukum maka hukum harus difungsikan menurut fungsi-fungsi tertentu bergantung pada apa yang hendak dicapai.

Untuk mencapai kehidupan yang aman, tentram, tertib dan adil dalam masyarakat, maka hukum harus dapat difungsikan dengan baik salah satu fungsi hukum yang dapat dilakukan adalah fungsi hukum sebagai kontrol sosial (pengendalian sosial) yakni bahwa hukum berfungsi untuk mempertahankan dan menjaga suatu keadaan pada suatu masyarakat agar tetap berada dalam pola tingkah laku yang diterima oleh masyarakat yang bersangkutan.

Suatu proses sosialisasi dalam fungsinya sebagai kontrol sosial tidak begitu saja berjalan mulus dan lancar, tetapi ada saja hal-hal yang menghambat pelaksanaan proses tersebut. Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan mengetengahkan dan mengkaji permasalahan yang terkait dengan hal tersebut dalam kacamata sosiologi hukum.

B.     Rumusan Masalah

Melihat keterkaitan yang begitu erat antara sosialisasi dengan proses kontrol sosial, menimbulkan beberapa permasalahan terkait pernyataan tersebut, diantaranya:

1.    Apa pengertian sosialisasi?

2.    Apa pengertian warga negara?

3.    Apa pengertian, tujuan, dan hakkewajibanwarga Negara denganhukum?

4.    Apa yang dimaksud pengendalian sosial dan sosialisasi hukum?

5.    Faktor – faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial?

6.    Apa yang dimaksud peranan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial?

C.    Tujuan Pembahasan

Berawal dari latar belakang dan permasalahan yang akan dibahas, maka makalah ini bertujuan :

1.      Untuk mengetahui mengenai sosialisasi hukum.

2.      Untuk mengetahui mengenai warga negara.

3.      Untuk mengetahi pengertian, tujuan, dan hak kewajiban warga Negara dengan hukum.

4.      Untuk mengetahui pengendalian sosial dan sosialisasi hukum.

5.      Untuk mengetahui faktor–faktor yang menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial.

6.      Untuk mengetahui peranan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial.

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Sosialisasi.

Menurut Markum (1982: 1), seorang anak dikatakan telah melakukan sosialisasi dengan baik, apabila ia bukan hanya menampilkan kebutuhannya sendiri saja, tetapi juga memperhatikan kepentingan dan tuntutan orang lain.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses belajar untuk penyesuaian diri di masyarakat. Proses belajar penyesuaian diri manusia ini berlangsung dalam proses yang lama dan bertahap sejalan dengan perkembangan pergaulan hidup manusia, yaitu mulai dari tahap anak-anak, dewasa dan tua.

B.     Pengertian Warga Negara.

Warga negara juga bisa dikatakan sebagai semua orang yang secara hukum merupakan anggota resmi dari suatu negara tertentu. Peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama atas tanggungjawab bersama dan untuk kepentingan bersama. Untuk itu setiap warganegara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warganegara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggungjawab.

Menurut UU no 62 tahun 1958 menyatakan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi. (Ubaidillah dan Salim, 2000: 59)

C.    Pengertian, Tujuan, danHakKewajibanWarga Negara DenganHukum.

1.      Pengertian hukum.

Pengertianhukummenurut E. Utrecht (Farkhani, 2014: 38-40)menyatakanbahwahukumadalahhimpunanpetunjukhidup(perintahataularangan)yang mengaturtatatertibdalamsuatumasyarakat yang seharusnyaditaatiolehanggotamasyarakatdanjikadilarangdapatmenimbulkantindakandaripihakperintahdarimasyarakatitu.[1]AdapunSoedjonoDirdjosisworomemberikandefinisihukumdaribeberapaberbagaiaspek, diantaranyadalampandangan :

a.       Penguasa, hukumadalahseperangkatperaturantertulis yang dibuatolehpemerintahmelaluibadan-badan yang berwenang.

b.      Petugas, hokumdibayangkanwujudpetugas yang berseragam.

c.       Sikaptindak,hukummerupakanperilaku yang ajekdanteratur.

d.      Sistemkaidah,hukumadalahserangkaiannilaimenujukeserasian.

e.       Tata hukum, hukum yang dimaksudadalah yang terdiridarihukumpublikdanprivat.

f.       Ilmuhukum,hukumadalahilmutentangkaidah.

g.      Disiplinhukum,hukumadalahgejala yang terjadidalammasyarakat.[2]

Dariberbagaipengertianhukum yang telahdikemukakandapatdisimpulkanbahwahukumadalahseperangkatperaturanhidup yang dibuatolehpihak yang berwenang yang berisitentangbagaimanaseharusnyamanusiabersikaptindakdalampergaulanyaberupaperintah,larangan,anjuran,danpembolehandisertaidengansaksigunamenjaminterciptanyaketertiban, keamanandankehidupan yang harmonis.[3]

2.      Tujuan hukum.

Mencaritujuanhukumsamaberagamnyadengandefinisihukum.Masing-masingsarjanahukummemiliki pandangan yang  berbedamengenairumusantujuanhukum.Dalamsejarahperkembanganhukumdikenaltiga jenis alirankonvensionalmengenaitujuanhukum, yaitu:

a.    Aliranetis, aliraninimenganggapbahwatujuanhukumadalahsemata-matauntukterciptanyakeadilan.

b.    Aliranutilitarianisme, bahwatujuanhukumadalahterciptanyakemanfaatanataukebahagiaanmasyarakat.

c.    Alirannormatif-dogmatif (campuran),bahwatujuanhukumadalahterciptanyakepastianhukum.[4]

Padaabad 20munculahaliranbarumengenaitujuanhukumyaknialiranasasprioritas-kasuistis.Walaupunaliraninihanyabaru,akantetapitetaptidakmeninggalkantigaaliranhukumsebelumnya.Aliraninihanyamewujudkanprioritastujuanhokumterhadapkasusperkasus.Dalam Islam, hukumdibuatbertujuanuntukmemeliharakemaslahatanmanusiasekaligusmenghindarimafasadat (kerusakan), baik di duniamaupun di akhirat.[5]

3.      Hak kewajiban warga Negara dengan hukum.

DalamUUD 1945 adabeberapahakyangdengantegasdinyatakandalamsalahsatupasalnya.Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi“segalawargaNegarabersamaankedudukannya di dalam hukumdan pemerintahan, danwajibmenjunjung hukumdan pemerintahanitudengantidakadakecualinya.[6]

D.    Pengendalian Sosial dan Sosialisasi Hukum.

Menurut Alih Usman, sosialisasi hukum adalah kegiatan penyebarluasan informasi hukum dan pemahaman terhadap norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta pengembangan kualitas penyuluhan hukum guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga terciptanya budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat/patuh terhadap norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.

Menurut Satjipto Raharjo bahwa hukum sebagai sarana kontrol sosial diartikan sebagai suatu proses mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku yang sesuai dengan harapan masyarakat yang dapat dijalankan dengan berbagai cara. Kontrol sosial lebih ditujukan pada proses-proses atau mekanisme yang digunakan oleh masyarakat untuk menjamin penyesuaian dirinya terhadap norma-norma yang ada, dimana mekanisme tersebut disebut sebagai mekanisme kontrol sosial.

Mekanisme kontrol sosial adalah segala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang direncanakan atau tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pengendalian sosial dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.       Persuasif yaitu tanpa paksaan, seperti mendidik, mengajak melalui proses sosialisasi. Cara ini lebih bersifat prefentif (pencegahan) terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian dalam masyarakat.

b.      Coercive yaitu dengan paksaan/ kekerasan, cara ini lebih bersifat represif yang berwujud seperti dengan penjatuhan sanksi pada warga yang melanggar/ menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.

Namun demikian penerapan cara-cara tersebut tergantung pada faktor terhadap siapa dan dalam keadaan bagaimana hal tersebut dapat diperlakukan. Misalnya, bila cara kekerasan begitu saja diterapkan pada suatu masyarakat tanpa melihat keadaannya maka bisa saja cara tersebut malah akan menimbulkan dampak yang negatif dimana ketaatan/ kepatuhan  masyarakat timbul hanya karena adanya faktor dari luar (outer) bukan berasal dari lubuk hatinya (inner) dimana kepatuhan yang berasal dari outer tidak akan berlangsung lama.

Hukum sebagai kaidah positif yang merupakan dasar pembenar bagi para penguasa ataupun aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi hukum sebagai cara untuk mengendalikan prilaku masyarakat, tidak dapat dilelakkan kaitan/ hubungannya yang teramat erat dengan proses sosialisasi, karena sosialisasi merupakan suatu prose untuk menjadikan insan-insan sosial menjadi sadar akan adanya kaidah-kaidah hukum sehingga akan tercipta insan yang sanggup sepenuh hati atau setidaknya dapat menyesuaikan prilakunya dengan ketentuan-ketentuan kaidah yang berlaku.

Sosialisasi juga merupakan suatu cara/ mekanisme dalam proses pengendalian sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa sosialisasi ini perlu dilakukan untuk menunjang fungsi hukum sebagai kontrol sosial karena agar hukum dapat mengendalikan pola tingkah laku manusia, untuk itu maka hendaknya manusia tersebut sadar terlebih dahulu betapa pentingnya suatu aturan hukum yang kesadaran tersebut dapat ditumbuhkan melalui sosialisasi sehingga ia akan tau aturan apa yang harus ditaati dan sanksi apa yang akan ditemui jika aturan tersebut tidak dipatuhi.

E.     Faktor -faktor Yang Menghambat Pelaksanaan Sosialisasi Hukum Dalam Proses Kontrol Sosial.

Sosialisasi merupakan salah satu aspek penting dalam proses kontrol sosial sebab dapat mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, dibutuhkan suatu kesadaran yang timbul dalam diri seseorang untuk mentaati dan melaksanakan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, yang disebut dengan kesadaran hukum.[7]

Kesadaran tersebut dapat ditumbuhkan melalui berbagai cara seperti pemberitahuan, pendidikan, maupun pengajaran. Melalui cara-cara tersebut diharapkan seseorang akan menjadi tahu mengenai apa isi normatif yang terkandung di dalam kaidah-kaidah hukum yang ada. Kemudian setelah seseorang tahu akan kaidah hukumnya, maka ia akan berusaha menyesuaikan segala perilakunya dengan tuntutan kaidah hukum tersebut.

Selanjutnya proses tersebut akan berlanjut pada proses pembangkitan rasa patuh dan setia yang tidak hanya menanamkan pengetahuan baru (kognisi) saja, tetapi dengan proses ini akan menggugah perasaan (afeksi) pada diri seseorang yang akan menumbuhkan dan membentuk sikap positif yakni rasa taat yang ikhlas terhadap kaidah hukum. Dari semua proses tersebut yang disebut sebagai proses sosialisasi.

Dalam proses sosialisasi tersebut tentunya mengalami hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, dimana hambatan tersebut juga akan mempengaruhi terhadap kerja hukum sebagai kontrol sosial karena didalam proses ini memerlukan dukungan-dukungan dalam pelaksanaannya seperti, bagaimana aparat penegak hukumnya itu sendiri juga masyarakat dan budayanya. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan sosialisasi berangkat dari konsep yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yang dikenal dengan teori Legal System yang terdiri dari 3 komponen,[8] yaitu :

a.       Structure / Struktur.

Struktur disini adalah aparat penegak hukum dilapangan. Aparat penegak hukum atau struktur memegang peranan yang penting karena aparat disini merupakan mediator dalam sosialisasi sehingga masyarakat menjadi tahu dan faham akan  kaidah-kaidah hukum yang berlaku.[9]

Proses sosialisasi menjadi tersendat-sendat dalam pelaksanaannya bila tidak ada kemauan dan kesungguhan yang kuat dari para aparat penegak hukum sehingga kontrol sosial lewat proses ini pun kurang membuahkan hasil yang baik. Selain itu moral atau mental para aparat yang menjadi sorotan masyarakat pun turut andil karena dalam hal ini terdapat kecenderungan yang kuat pada masyarakat untuk selalu mengidentifikasikan hukum dengan aparat penegaknya. Apabila aparat penegak hukumnya buruk atau tidak disukai maka masyarakat menganggap bahwa hukumnyapun buruk sehingga buruk pula penerapannya, sebaliknya jika aparat penegak hukumnya baik maka akan baik pula dampaknya.

b.      Subtance / Subtansi.

Subtansi merupakan materi yang disosialisasikan dalam proses sosialisasi dimana dari subtansi tersebut seseorang akan tahu, faham, mengerti dan melaksanakan apa-apa yang terkandung didalamnya, karena subtansi ini dapat mempengaruhi bahkan membentuk struktur dan kultur yang baik.[10]

Berangkat dari pendapat yang dikatakan oleh Soerjono Soekanto bahwa hukum akan ditaati oleh masyarakat bila hukum tersebut sesuai dengan kehendak dan keinginan masyarakat. Namun sayangnya hal tersebut tidak kita lihat didalam isi/ subtansi dari produk perundangan kita, karena masyarakat menganggap hukum kita saat ini lebih memihak kepada kepentingan-kepentingan pihak yang berkuasa daripada kepentingan rakyat yang hanya dibebani kewajiban-kewajiban tanpa dijamin hak-hak mereka.

Akibat dari anggapan tersebut wibawa hukum  kita saat ini mengalami kemunduran dan masyarakat saat ini sudah tidak percaya lagi terhadap kekuatan hukum di negara kita, kemudian masyarakat cenderung ogah-ogahan untuk mentaatinya.

c.       Culture / Kultur.

Kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai pikiran serta harapannya kultur hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum berlaku yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan buruk, dimana nilai-nilai tersebut merupakan pasangan nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan terkait dengan proses sosialisasi, kultur disini terlihat pada budaya masyarakat yang memang enggan untuk mentaati hukum tersebut, dimana mereka sudah terbiasa dengan keadaan yang sebelumnya sehingga masyarakat menganggap bahwa hukum itu hanya membebani rakyat saja toh tanpa adanya aturan tersebut saja masyarakat tetap merasa aman-aman saja.[11] Hal inilah yang menghambat proses sosialisasi dalam masyarakat, karena walau masyarakat telah disosialisasikan dengan berbagai cara namun jika keyakinan mereka hal tersebut tidak begitu penting maka akan terhambatlah pelaksanaannya.[12]

F.     Peranan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial.

Sebagaimana kita ketahui sosialisasi merupakan salah satu proses yang dilakukan dalam usaha untuk mengendalikan dan mengontrol tingkah laku masyarakat agar tetap berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Dalam sosialisasi akan berusaha menumbuhkan kesadaran hukum pada diri seseorang sehingga ia akan memahami dan melaksanakan dengan ikhlas kaidah-kaidah hukum yang berlaku.[13]

Dalam proses sosialisasi pada hakekatnya merupakan proses learning dan dislearning. Pada tahapan learning seseorang belajar memahami norma-norma hukum yang berlaku. Sedangkan pada tahapan dislearning seseorang harus berusaha melupakan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak baik sekaligus menumbuhkan kesadaran hukum pada diri seseorang. Dengan proses sosialisasi dipercaya akan dapat mentransformasikan seseorang dari keadaan yang non sosial atau bahkan anti non sosial menjadi makhluk yang sosial yang mau memperhatikan kepentingan orang lain.

Penegakan hukum melalui usaha penanaman kesadaran akan cenderung mengarah pada mekanisme kontrol sosial bersifat “skin in” atau kesadaran hukum secara bathiniah, timbulnya kesadaran hukum secara bathiniah dipandang sangat penting guna penegakan hukum kedepan karena dalam jangka panjang hukum tidak akan mungkin tegak apabila hanya mengandalkan mekanisme kontrol sosial melalui keampuhan sanksi yang hanya bekerja dari luarnya saja atau kesadaran lahiriah. Maka hendaknya hukum negara harus ditegakkan melalui usaha dan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang dapat dilakukan melalui proses sosialisasi.

Dari uraian di atas, jelas terlihat bagaimana keterkaitan antara proses sosialisasi dan kontrol sosial dengan demikian jelaslah pula bahwa sosialisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap proses kontrol sosial dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.[14]

  


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sosialisasi adalah proses belajar untuk penyesuaian diri di masyarakat. Proses belajar penyesuaian diri manusia ini berlangsung dalam proses yang lama dan bertahap sejalan dengan perkembangan pergaulan hidup manusia, yaitu mulai dari tahap anak-anak, dewasa dan tua.

Hukumadalahseperangkatperaturanhidup yang dibuatolehpihak yang berwenang yang berisitentangbagaimanaseharusnyamanusiabersikaptindakdalampergaulanyaberupaperintah,larangan,anjuran,danpembolehandisertaidengansaksigunamenjaminterciptanyaketertiban, keamanandankehidupan yang harmonis.

Tujuanhukumadalahsemata-matauntukterciptanyakeadilan, terciptanya kemanfaatan  atau  kebahagiaan masyarakat dan  terciptanya kepastian hukum.

Hak kewajiban warga Negara dengan hukum, segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan guna mengajak, mendidik, serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial.

Sosialisasi juga merupakan suatu cara/ mekanisme dalam proses pengendalian sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa sosialisasi ini perlu dilakukan untuk menunjang fungsi hukum sebagai kontrol sosial karena agar hukum dapat mengendalikan pola tingkah laku manusia, untuk itu maka hendaknya manusia tersebut sadar terlebih dahulu betapa pentingnya suatu aturan hukum yang kesadaran tersebut dapat ditumbuhkan melalui sosialisasi sehingga ia akan tau aturan apa yang harus ditaati dan sanksi apa yang akan ditemui jika aturan tersebut tidak dipatuhi.

Adapun faktor -faktor yang menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial adalah structure / struktur, subtance / subtansi danculture / kultur. Hal inilah yang menghambat proses sosialisasi dalam masyarakat, karena walau masyarakat telah disosialisasikan dengan berbagai cara namun jika keyakinan mereka hal tersebut tidak begitu penting maka akan terhambatlah pelaksanaannya.

Peranan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial.Dari uraian di atas, jelas terlihat bagaimana keterkaitan antara proses sosialisasi dan kontrol sosial dengan demikian jelaslah pula bahwa sosialisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap proses kontrol sosial dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.

 

 

B.     Saran

Dengan adanya makalah kewrganegaraan ini, diharapkan mahasiswa dan mahasiswi mampu memahami tentang sosialisasi hukum bagi warga negara. Dan juga diharapkan  mampu mengimplementasikan pemahaman tersebut untuk senantiasa menaati hukum dan berperilaku tertib pada aturan yang berlaku serta mampu mengamalkan ilmu yang dimilikinya.

 

 

DAFTAR  PUSTAKA

Farkhani. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Salatiga. IAIN Salatiga.

Rozak, Abdul. 2000. Pendidikan Kewrgaan Demokrasi, HAM Dan Masyarakat Madani. Jakarta. IAIN Jakarta press.

Rohman, Arif. 2009. Sosiologi. Jakarta. DepartemenPendidikanNasional.

http://elfamurdiana.blogspot.com/2009/07/peranan-sosialisasi-hukum-dalam-proses.html (diaksespadatanggal 4 November 2019 padapukul 20.00)



[1]Farhani, PengantarIlmuHukum, Salatiga, IAIN Salatiga, 2014, hlm. 38

[2]Ibid., hlm.39

[3]Ibid.

[4]Ibid., hlm. 65

[5]Ibid., hlm. 66

[6]Ibid., hlm. 59

[7]Penulis, elfamurdiana.http://elfamurdiana.blogspot.com/2009/07/peranan-sosialisasi-hukum-dalam-proses.htmldiaksespadatgl. 4 November 2019pada jam 20.00

[8]Ibid.

[9]Ibid.

[10]ibid

[11]Ibid.

[12] Ibid.

[13]Ibid.

[14]ibid

Guru yang Baik dan Professional dalam Mengajar

Guru yang Baik dan Profesional               Guru adalah orang tua kedua bagi para siswa ketika berada di sekolah. Yang tugasnya tidak h...