A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Otonomi Daerah?
2. Bagaimana Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia?
3. Apa landasan hukum Otonomi Daerah?
4. Apa saja tujuan Otonomi Daerah?
B. LATAR BELAKANG
Krisis ekonomi
dan politik, yang berlanjut menjadi multi-krisis, telah mengakibatkan semakin
rendahnya tingkat kemampuan dan kapasitas negeri dalam menjamin kesinambungan
pembangunan. Krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh sistem manajemen
negara dan pemerintah yang sentralistik, dimana kewenangan pemerintahan pusat
sementara daerah, tidak memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengatur
daerahnya. Sebagai respon dari krisis tersebut, pada masa reformasi dicanangkan
suatu kebijakan restrukturisasi sistem pemerintahan yang cukup penting, yaitu
melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antar pusat dan
daerah, paradigma lama dalam manajemen pemerintahan yang berporos pada
sentralisme kekuasaan diganti menjadi kebijakan otonomi daerah, yang tidak
dapat dilepaskan, dari upaya politik pemerintah pusat untuk merespon tuntutan
kemerdekaan atau negara federal dari beberapa wilayah, yang memiliki sumber daya
alam melimpah, namun tidak mendapatkan haknya secara proporsional pada masa
pemerintahan orde baru.
Otonomi
daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerintah pembangunan sosial ekonomi,
penyelenggaraan pemerintah, dan membangun kehidupan berpolitik yang efektif,
sebab dapat menjamin penangan penuntutan masyarakat secara variatif dan
cepat.
C. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah yang dimaksud disini adalah
pemberian kewenangan pemerintah kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri
atau berdaya membuat keputusan mengenai kepemimpinan daerah
sendiri. (Ubaedilah,
2000, h.27)
Kata otonomi
daerah sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu auto yang berarti sendiri dan nomos
yang berarti hukum. Jadi secara harfiah, otonomi berarti hukum sendiri. Jadi dapat disimpulkan
bahwa otonomi daerah adalah pemberian
kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk secara mandiri berdaya membuat keputusan mengenai
kepentingan sendiri berkaitan dengan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak dan
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku (UU No.32 Tahun 2004).
Sedangkan yang dimaksud daerah
otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI
Otonomi sendiri mempunyai makna kebebasan
dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau kemandirian
tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud
pemberian kesempatan yang harus dipertanggung
jawabkan.
Otonomi Daerah & Desentralisasi
Desentralisasi dalam konteks bahasan
otonomi daerah tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan satu
sama lain. Bahkan menurut banyak kalangan, otonomi daerah adalah desentralisasi
itu sendiri. Tak heran misalnya dalam buku – buku referensi, pembahasan otonomi
daerah diulas selalu bersama istilah desentralisasi. Kedua istilah tersebut
bagaikan dua mata koin yang saling menyatu namun dapat dibedakan. Dimana
desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ –
organ penyelenggara negara, sedangkan otonomi menyangkut hak dan kewenangan
yang mengikuti pembagian wewenang tersebut.
Pada masa sekarang, hampir setiap negara
bangsa (Nation State) menganut
desentralisasi sebagai suatu asas dalam sistem penyelenggaran pemerintahan
negara. Desentralisasi bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri melainkan
merupakan rangkaian satu kesatuan dari suatu sistem yang lebih besar. Suatu
negara bangsa menganut desentralisasi bukan karena alternatif dari
sentralisasi. Antara desentralisasi dan sentralisasi tidak dilawankan, dan
karenanya tidak bersifat dikotomis (bertentangan), melainkan merupakan sub –sub
sistem dalam kerangka sistem organisasi negara. Karenanya, suatu negara bangsa
merupakan payung desentralisasi dan sentralisasi.
Berbagai definisi tentang desentralisasi
dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh pakar sebagai bahan
perbandingandan bahasan dalam upaya menemukan pengertian yang mendasar tentang
pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi atau perwujudan desentralisasi.
Pelaksanaan otonomi daerah di indonesia
berdasarkan kepada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat meliputi beberapa bidang, antara lain
sebagai berikut:
a.
Politik/hubungan luar
negeri
b.
Pengadilan/yustisi
c.
Moneter dan keuangan
d.
Pertahanan
e.
Keamanan
f. Agama
Adapun kewenangan pemerintah
daerah provinsi adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan, dan perancangan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
2. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial dan penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten atau kota.
3. Pelayanan bidang ketenaga kerjaan lintas kabupaten/kota
fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah, termasuk lintas
kabupaten/kota.
4. Pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertahanan termasuk
lintas kabupaten/kota pelayanan kependudukan dan catatan sipil.
5. Pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan administrasi
penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota.
Kewenangan pemerintah daerah kabupaten dan kota adalah
sebagai berikut :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
2. Penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan,
penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang ketenaga kerjaan, fasilitas
pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.
3. Pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertanahan, pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum pemerintahan,
pelayanan administrasi penanaman modal.
D. SEJARAH & PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH
Pengertian otonomi daerah dimulai pada
masa Orde Baru, otonomi daerah sendiri pada masa orde baru lahir di tengah
gejolak tuntutan daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun
pemerintahan orde baru menjalankan pemerintahan terpusat atau sentralistik. Semua
mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya tumbuh sebelum orde baru
berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol keluasaan.
Pada masa pemerintahan Presiden Habibie
melalui kesepakatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu Tahun
1999, ditetapkan Undangundang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undangundang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
untuk mengkoreksi UU No.5 Tahun 1974
yang diangap sudah
tidak sesuai dengan
prinsip penyelengaraan pemerintah dan perkembangan keadaan. Undang-undang
ini diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang demokratis antara pusat dan
daerah. Undang- Undang Pemerintahan
Daerah bertujuan untuk memberdayakan
daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah merealisasikan aspirasinya
dengan memberikan kewenangan yang luas yang sebelumnya tidak diberikan ketika
masa orde baru.
Paling tidak ada dua faktor yang berperan
kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU no.22 tahun
1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas
kebijakan politik sentralisme di masa lampau. Kedua, adalah faktor eksternal
yang di pengaruhi oleh dorongan internasional
terhadap kepentingan investasi
terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang
panjang.
Kemudian daerah itupun harus terpacu untuk
menciptakan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Pelaksanaan otonomi
daerah telah berjalan 23 tahun. Dan selama itu munculah daerah otonom baru.
Hingga kini terdiri dari 34 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.
Akan tetapi, daerah otonom baru terkadang
memicu daerah-daerah lain untuk menuntut pemekaran, sehingga pada tahun 2019
ini kementrian dalam negeri telah menerima 314 usulan pemekaran daerah
setingkat provinsi dan kabupaten kota. Namun, pemerintah belum mengabulkan
karena masih moratorium (penangguhan pembayaran hutang didasarkan pada undang –
undang agar dapat mencegah krisis keuangan yang makin hebat). Bertujuan agar
suatu daerah tidak asal dimekarkan melainkan harus dengan melalui kajian dan
telaah mendalam secara mendalam.
Seperti yang kita ketahui, otonomi sendiri
mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan
terbatas atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan terbatas atau
kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan.
Secara umum,otonomi daerah telah berjalan
dengan baik. Namun,tetap saja masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Sebetulnya otonomi daerah sudah pada jalan
yang benar hanya saja memang berbagai
hambatan dalam penyelenggaran otonomi daerah tak bisa kita hindari.
Seperti persoalan lemahnya kapasitas, baik personal, kelembagaan, apalagi
pembiayaan. Inilah persoalan klasik yang selama ini dianggap persoalan
penyelenggaran pemerintah daerah. Berbagai persoalan itu harus dievaluasi dan
dijadikan bahan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada (Akmal
Malik,Plt.Direktur Jenderal Otonomi
Daerah Kementrian Dalam Negeri).
Dalam menjalankan wewenangnya, daerah
memiliki hak untuk menentukan tatacara yang sesuai dengan tuntunan masyarakat,
perkembangan zaman, dan kearifan lokal, yang hidup di masing-masing daerah.
Karena itu, masing-masing daerah memiliki kesempatan melahirkan berbagai
inovasi dan mekanisme penyelenggaran pemerintahannya sendiri. Dengan demikian
pula maka makna kebhinekaan bangsa tidak hilang.
Di tahun 2019, kementrian dalam negeri
memberikan apresiasi terhadap pemerintah
daerah yang berhasil meraih kinerja
terbaik secara nasional, sehingga layak mendapat tanda kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha yang
diberikan kepada pemerintah daerah yang sukses mendapatkan prestasi
kinerja tertinggi selama 3 tahun
berturut-turut dan penghargaan tanda kehormatan Satya Lancana Karya Bhakti Praja Nugraha yang diberikan kepada
kepala daerah yang berprestasi dan kinerjanya sangat tinggi dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan pada hasil evaluasi kinerja penyelenggara pemerintah daerah
(EKPPD) atas laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) tahun 2017. Sejarah otonomi daerah sendiri baru berusia 2 dasawarsa,
tetapi jejaknya dapat ditelusuri sejak
zaman kolonial belanda. ( Hendri F.Isnaini, 2019)
E. LANDASAN HUKUM OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan
otonomi daerah tentunya membutuhkan landasan hukum agar berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Maka dari itu pelaksanan otonomi daerah berpedoman pada
konstitusi (hukum dasar) negara yang tertulis, yaitu UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kelahiran
UU No.22 tahun 1999 merupakan realisasi dari TAP.MPR.No XV/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan otonomi daerah yang berbunyi:
Pasal
1: Penyelengggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian dan pemnfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan,
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pasal
2: Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsipprinsip demokrasi
dan memperhatikan keanekaragaman daerah.
TAP.MPR No IV/MPR 1999 tentang GBHN(Garis
– garis Besar Haluan Negara) tahun 1999 – 2004 Bidang pembangunan daerah,
antara lain berbunyi : “Mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan
bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi,
lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat, dan lembaga
swadaya masyarakat, dan seluruh potensi masyarakat dalam wadah negara kesatuan
republik indonesia.”
Kebijakan
tentang otonomi daerah di atur dalam undang-undang No.22 tahun 1999, kemudian
diganti oleh undang-undang No.32 tahun 2004. Dengan diberlakukannya
undang-undang No.22 Tahun 1999, kemudian diganti dengan Undang-undang No.32
tahun 2004, yang mengandung makna pemerintahan pusat tidak lagi mengurus
kepentingan rumah tangga daerah –daerah.
Kewenangan
mengatur, dan mengurus rumah tangga daerah diserahkan kepada pemerintah dan
masyarakat di daerah. Dengan demikian, pemerintahan pusat hanya sebagai
pemantau, pengawas, dan pengevaluasi. Dalam sumber lain, beberapa peraturan
perundang-undangan yang pernah dan masih berlaku dalam pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia sebagai landasan hukum otonomi daerah adalah sebagai
berikut :
Undang – Undang Dasar
Undang – Undang Dasar 1945
merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah pasal 18 UUD
pada ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa negara kesatuan republik di bagi atas
provinsi, kabupaten, dan kota yang mengatur, dan mengurusi sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Undang – Undang
Undang – undang nomor 12 tahun
2008 adalah mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan praaksara dan
kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, serta mengembangkan peran dan
fungsi DPRD
1. Undang – undang no.1 tahun 1945 tentang komite nasional daerah
(KND).
2. Undang – undang No.22 Tahun 1948 tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah.
3. Undang – undang negara Indonesia Timur No.44 Tahun 1950 Tentang
Pemerintahan Daerah Indonesia Timur.
4. Undang – Undang No.18 Tahun 1965 Tentang pokok – pokok
pemerintahan daerah.
5. Undang – undang No.5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok pemerintahan
daerah.
6. Undang-undang NO.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah
7. Undang –undang No.25 Tahun 1999 Tentang perimbangan keuangan
antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
8. Undang – undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah.
9. Undang – Undang no.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
10.
Perpu no.3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang –
Undang no.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
11.
Undang – Undang No.12 Tahun
2008 tentang perubahan kedua atas undang – undang No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. 12. Undang – undang No.2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti undang-undang No.2 tahun 2014 tentang perubahan atas
undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
13. Undang-undang republik Indonesia No.9
tahun 2015 tentang perubahan kedua atas undang –undang no.23 tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah.
F. TUJUAN OTONOMI DAERAH
Tujuan dilakukanya otonomi daerah
menurut beberapa ahli sebagai berikut :
1. Dilihat dari segi pemerintah,penyelenggaraan otonomi daerah
adalah untuk mencapai pemerinthan yang efisien.
2. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaraan otonomi daerah
diperlukan agar perhatian lebih fokuskan kepada daerah.
3. Dilihat dari segi ekonomi,otonomi perlu diadakan agar masyarakat
dapat turut berpartisipasi dalam mpembangunan ekonomi di daerah masing –
masing.
Sebagian para ahli
pemerintahan juga mengemukakakn pendapat lain tentang alasan perlunya otonomi
–desentralisasi yaitu :
1. Untuk terciptanya efisiensi dan efektifivitas penyelenggaraan
pemerintahan. Pemerintah berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan:
seperti ekonomi, pertahanan dan keamanan, keuangan, politik, kesejahteraan
masayarakat. Selain itu, memberikan pelayanan dan perlindungan kepada
masyarakat oleh karena itu penanganan hal tersebut tidak mungkin dilakukan
secara tersentralisasi, karena pemerintah negara menjadi tidak efektif.
2. Sebagai sarana pendidikan politik. Pendidikan politik pada
tingkat lokal sangat bermanfaat bagi warga masyarakat untuk menentukan pilihan
politiknya. Mereka yang tidak mempunyai peluang untuk terlibat dalam politik
nasional, akan mempunyai peluang untuk ikut serta dalam politik lokal, baik
pemilihan umum lokal, ataupun dalam pembuatan kebijakan publik.
3. Sebagai persiapan karier politik. Keberadaan pemerintah daerah
(Eksekutif dan Legislatif lokal), merupakan wahana yang banyak digunakan untuk
menapak karir politik yang lebih tinggi, dan merupakan persiapan untuk meneliti
karir lanjutan ditingkat nasional.
4. Sebagai stabilitas politik. Pergolakan didaerah terjadi, karena
daerah melihat kenyataan keuasaan pemerintah Jakarta sangat dominan. Hal ini
merupakan contoh konkret bagaimana hubungan antara pemerintah nasional tidak
menjalankan otonomi dengan tepat.
5. Kesetaraan politik (Polytical Equality) masyarakat ditingkat
lokal, sebagaimana halnya dengan masyarakat pusat pemerintahan, akan mempunyai
kesempatan yang sama untuk terlibat dalam politik, apakah itu melalui pemberian
suara pada waktu pemilihan kepala desa, bupati, wali kota, dan bahkan gubernur.
Disamping itu, warga masyarakat baik sendiri- sendiri ataupun secara
berkelompok akan ikut dalam mempengaruhi pemerintahannya untuk membuat
kebijakan, terutama yang menyangkut kepentingan mereka.
Akuntabilitas, publik, demokrasi, memberikan ruang dan
peluang kepada masyarakat didaerah untuk berpartisipasi dalam segala bentuk
kegiatan penyelenggaraan negara. Keterlibatan ini sangat dimungkinkan sejak
dari awal tahap pengambilan keputusan sampai dengan tahap evaluasi. Dengan
demikian, kebijakan yang dibuat dapat di awasi secara langsung, dan dapat
dipertanggung jawabkan karena masyarakat terlibat langsung dalam
penyelenggaraan pemerintahan. (Jakni, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan
Tinggi,h.291)
Kebijakan yang sesuai dengan daerah
setempat, untuk ada perhatian lebih dan khusus dalam menjaga serta
mempertahankan kultur, ciri khas suatu daerah, baik itu segi geografis,
ekonomi, kebudayaan dan latar belakang sejarah agar kepala daerah dapat secara
langsung melakukan pembangunan di daerah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar