DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Idhofah
B. Syarat-syarat Mudhof ‘ilaih
C. Macam-macam Mudhof ‘ilaih
D. Idlofah Mahdloh dan Ma’nawi
E. Idlofah Lafdhiyah
F. Pengaruh Mudlof Ilaih Pada Mudlof
G. Dilarang idlofah pada lafadh yang
semakna
H. Prosedur Idlofah Lafadh أَيّْ
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sesungguhnya
bahasa arab dan nahwu adalah suatu sarana untuk mengetahui Al-Qur’an dan sunah
Rasulullah Saw. Keduanya bukanlah masuk
dalam ilmu-ilmu syar’I akan tetapi wajib
hukumnya mendalami ilmu tersebut karena syari’ah ini dating dengan bahasa arab
dan setiap syari’ah tidak akan nampak kecuali dengan suatu
bahasa.(Imam-Ghazali)
Tetapi yang
menjadi tantangan global
pelajar sekarang bahwa pendapat beberapa kaidah-kaidah bahkan
bahasa-bahasa Al-Qur’an yang salah. Mereka ingin dengan mudahnya dapat
berbahasa tanpa mengetahui seluk-beluk dari ilmu tersebut terutama pada nahwu
dan shorofnya. Sehingga saat mereka menemukan keganjanlan-keganjalan dalam Al-Qur’an, mereka akan heran. Dan akhirnya
timbulah mengenai keganjalan-keganjalan bahasa dalam Al-Qur’an. Dan mereka
yang harus membaca meresapai tanpa
mengalisa.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian idlofah
2.
Apa Syarat Mudhof ilaih
3.
Apa Macam macam Mudhof ilaih
4.
Apa Idlofah Mahdloh dan Ma’nawi
5.
Apa Idlofah Lafdhiyyah
6.
Apa Pengaruh Mudlof Ilaih Pada Mudlof
7.
Apa dilarang Idlofah Pada Lafad Yang semakna
8. Apa prosedur Idlofah Lafadh اي
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui Pengertian idlofah
2. Mengetahui Syarat Mudhof ilaih
3. Mengetahui Macam macam Mudhof ilaih
4. Mengetahui Idlofah Mahdloh dan Ma’nawi
5. Mengetahui Idlofah Lafdhiyyah
6. Mengetahui Pengaruh Mudlof Ilaih Pada Mudlof
7. Mengetahui dilarang Idlofah Pada Lafad Yang
semakna
8. Mengetahui prosedur Idlofah Lafadh اي
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Idhofah
Idhofah adalah salahsatu bentuk
dari tiga isim yang dijerkan, didalam kitab matan al-jurumiyyah dan ,imrithy yang diterjemahkan oleh KH. Moch. Anwar idlofah
menurut bahasa adalah menyandarkan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu
nisbat yang mengikat antara dua isim yang menetap terbaca jerr selamanya pada
isim kedua.
Akhmad munawir dalam bukunya “Belajar Cepat Tata Bahasa Arab”
menjelaskan idhofah adalah penyandaran suatu kalimah kepada kalimah lain
sehingga menimbulkab pengertian yang lebih spesifik. Selain itu Al – ustadz
Aunur Rofik Ibn Ghufron juga menjelaskan dalam bukunya “Ringkasan Kaidah-
Kaidah Bahasa Arab” bahwa idhofah adalah isim jer karena disambung dengan isim
sebelumnya. Isim yang disambung dinamai “المضف” di I’robi sesuai dengan letaknya dalam
jumlah (kalimat) biasa rofa’, nashab, jer.
Jadi didalam idhofah itu terdaopat suatu susunan yaitu mudhof (kalimat
yang disambung) dan mudhof ‘ilaih (kalimah yang disambung)
Contoh : صِرَاطُ المُسْتَقِيْمِ jalan yang lurus
المخفوضات ثلاثة مخفو ضة بالحرف
ومخفوض بالاضافة وتابع للمخفوض
Lafaz-lafaz
yang dijer-kan ada tiga macam yaitu:
1. Lafaz yang
di jerkan oleh huruf jer
Contoh: بسم الله , كتبت بالقلم
2. Lafaz yang
di jerkan dengan idhofah
Contoh: بيت الله , عبد الله
3. Lafaz yang
mengikuti kepada lafaz yang dijerkan (na’at, athaf, taukid, badal)
Contoh: بسم الله الرحمن الرحيم , مررت بالقوم اجمعين
B. Syarat-syarat Mudof Mudhof ‘Ilaih
شرط المضاف ان يكون خاليا عن التعريف
والتنوين , وشرط المضاف الية ان يكون مخيرا بين التعريف و التنوين
Syaratnya mudhof hendaknya terbebas dari la
ta’rif dan tanwin, dan syaratbya mudhof itu ‘ilaih ialah hendaknya memilih antara ta’rif
dan tanwin
المثال في الجمله |
Arti |
الضاف |
قراتُ سورةَ الفا تحة |
Saya membaca surah al-fatikha |
سورةُ الفاتحةَ |
كتابُ زيد على المكتب |
Kitab (milik) Zid di atas meja |
كتابُ زيد |
Keterangan :
1. Lafaz atau
kata yang bergaris bawah adalah المضااف diharokati dhomah tanpa tanwin dan alif
lam, karena ketika suatu ism (kata benda) menjadi mudhof maka tanwinnya harus
dibuang dan tidak boleh menggunakan alif lam
2. Lafaz atau
kata yang bercetak tebal adalah المضااف اليه
kata tersebut diharokati kasroh, karena sudah menjadi aturan ilmu nahwu
dalam bab I’rob bahwa semua isim yang menjadi mudhof ilaih maka ia harus dibaca
jer (dalam contoh di atas berharokat kasroh.
C.
Macam-macam
Mudhof ‘ilaih
Syaikh Syaraffuddin Yahya al-Imrithiy menjelaskan dalam kitabnya
“al-Imrithiy” yang diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, sebagai berikut:
Mudhaf ‘ilaih itu dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Ada yang
menakdirkan ma’nanya fii.
2. Ada yang
menakdirkan ma’nanya laam.
3. Ada yang
menakdirkan ma’nanya min.
D. Idlofah Mahdloh dan Ma’nawi
لِمَاسِوَى ذَيْنؤكَ واخْصُصْ اوَّلَا اَوْاَعْطِهِ التَّعْرِيْفَ بِالَّذِى تَلَا
“
Dan khususkanlah lafadh yang pertama atau beralih padanya sifat Ma’rifat dengan
sebab lafadh yang mengiringinya”
Maksudnya adalah dan khususkanlah lafadz yang
pertama (mudlof) atau berilah berilah
padanya sifat Ma’rifat dengan sebab lafadz
yang mengiringinya (mudlof ilaihi ).
Penjelasannya adalah Susunan idhofah (
mudlof-mudlof ilaih) berfaidah
mempersempit cakupan makna mudlof (takhshish) jika mudlof ilaihnya berupa isim Ma’rifat dan berfaedah
mema’rifatkan Mudhof (Ta’rif) jika mudlofnya ilaihnya berupa isim Ma’rifat.
Idhofah akan berfaedah demikian apabila Mudlof bukan berupa isim sifat yang menyerupai Fi’il Mudhori’ (isim Fa’il, isim Maf’ul dan Sifat Musyabbihat), seperti:
(ini
adaah kitab Zaid)هَذَا كِتَابٌ زَيْدٍ
(ini adalah kitab seorang laki-laki) هَذَا كِتَابٌ رَجُلٍ
Idhofah seperti ini disebur idhofah mahdlof (murni)
dan idhofah yang mudlofnya berupa isim sifat yang menyerupai Fi’il Mudlori’
disebut Idhofah Ghoiru Mahdloh (tidak murni) dan penjelasannya akan dipaparkan
dalam nadhom dibawah.
E.
Idlofah
Lafdhiyah
وَاِنْ يُشَابِهِ الْمُضَافُ يَفْعَلُ
وَصْفًا فَعًنْ تَنْكْرِهٍ لَايُعزَلُ
“Jika mudlof menyamai (Fi’il mudhori’) sebagai isim
sifat, maka tidak dapat dilepaskan dari sifat nakirohnya....”
كَرُبَّ رَاخِيْنَا عَظِيْمِ الْامَلِ
مُرَوَّعؤالْقَلضبِ قَلِلِ الْخِيَلِ
“Seperti
lafadh……………رُبَّ رَاخِيْنَا عَظِيْمِ الْامَلِ
مُرَوَّعؤالْقَلضبِ قَلِلِ الْخِيَلِ
وَذِى الْاِضَافَةِاسْمُهَا لَفْظِيَّةْ وَتِلْكَ مَحْضَةٌ فَمَعْنَوِيَّةْ
“Lafadh yang mempunyai idlofah yang demikian namanya adalah lafdhiyyah,
dan yang yang seperti itu (yang sebelumnya) dinamakan idlofah Madloh dan
ma’nawiyah”
Maksudnya
adalah Jika mudlof menyamai يَفْعَلُ (fi’il mudhlori’) sebagai isim Sifat, maka tidak dapat dilepaskan dari sifat
Nakhirohnya, seperti lafadz
رُبَّ
Lafadz yang
mempunyai idhofah yang demikian namnya adalah Lafdhiyyah, dan yang seperti itu(
yang dalam nadhom sebelimnya) dinamakan
idlofah Mahdloh dan Ma’nawiyyah.
Penjelasanya
adalah Idlofah Ghoiru Mahdloh adalah susunan idlofah yang Mudlofnya berupa isim
sifat yang menyerupai Fi’iil Mudlori’,
yakni berupa isim Fa’il atau isim Maf’ul
dalam zaman Hal atau Istiqbal ataupun berupa isim Musyabbihat. Adapun Sifat
Musyabbihat pasti berada dalam zaman Hal. menyerupai Fi’il Mudlori’ karena isim
sifat yang demikian dapat mempunyai amal. Contoh: هَذَا ضَارِبُ زَيٍدٍألاَنَ غَدًا هَذَارَاخِيْنَا
الْيَوْمَ غَدُا
Mudlof
dalam Idhofah Ghoiru Mahhdloh tetap dalam sifat kenakhirohannya, meskipuun
Mudlofnya ilaihnya Ma’rifat, dalam arti Idhofah Ghoiru Mahhdloh tidak dapat berfaedah takhsis atauta’rif pada
mudlof. Berbeda dengan Idlofah Mahdloh, yakni yang Mudlohnya bukan isim sifat, seperti :هَذَا كِتَابٌ زَيْدٍ
Atau berupa isim sifat yang tidak dapat beramal,
seperti Isim Fa’il yang berada dalam zaman Madli. Contoh:هَذَا ضَارِبُ زَيْدٍ اَمْسِ
Idlofah
Mahdloh disebut juga dengan Idlofah Ma’nawiyyah, dan Idlofah Ghoiru Mahdloh
disebut juga dengan Idlofah lafdiyyah.
F. Pengaruh Mudlof Ilaih Pada Mudlof
وَرُبَّمضااَكْسَبَ ثضانٍ اَوْلَا تَأْنِيْثًااِنْ كَانَ لِحَذْفٍ مُوْهَلَا
“terkadang lafadh yang kedua mempengaruhi pada
lafadh yang pertama dalam segi muannatsnya jika lafadh yang pertama pantas
untuk dibuang”
Penjelasannya
adalah Mudlof dapat terpengaruh sifat mudzzakar atau muannatsnya Mudhof ilaih dengan
syarat jika Mudlof dibuang maknanya masih dapat di fahami, seperti:
قُطِعْتُ بَعْضُ أَصَابِعِهِ (sebagian jari jarinya di
potong)
Lafaz بَعْضُ yang berstatus mdzzakar terpengaruh lafaz أَصَابِعِهِ yang
di hukumi muannats karena jika dibuang maksud kalam masih dapat di fahami,
seperti dikatakan :
قُطِعْتُ بَعْضُ أَصَابِعِهِ (sebagian jari jarinya di
potong)
Hal demikian
fi’ilnya, yakni قطعت
diberi Ta’tanits, maskipun secara lafaz fa’ilnya (lafaz بَعْضُ )berupa mudzakkar.
Dan seperti dalam firman Allah Swt:
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ
المُحْسِنِينَ
(Surah al a’rof :56)
“ Sesungguhnya rahmat Allah dekat pada orang orang
yang berbuat kebaikan “ ( Al-A’rof : 56 )
Lafaz رَحْمَتُ yang berstatus muannats terpengaruh lafaz اللَّهِ yang dihukumi mudzzakkar karena jika
dibuang maksud kalam masih dapat difahami, seperti dikatakan :
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ
المُحْسِنِين
“Sesungguhnya Allah dekat pada orang-orang
yang berbuat baik”
Jika maksud
kalam tidak dapat difahami seumpama mudlof dibuang, maka mudlof tidak dapat
terpengaruh Mudzakkar atau Muannatsnya Mudlof ilaih, dan tidak boleh dikatakan:
(Pembantu
hindun telah keluar)جَرَجَتْ غُلَامُ هِنْدٍ
Karena jikaغُلَامُ dibuang
dan menjadi (hindun keluar)جَرَجتْ هِنْدٌ
Maka tidak dapat difahami darinya bahwa yang keluar adalah pembantu
Hindun, bahkan pendengar akan salah faham dan menganggap bahwa yang keluar
adalah hindun.
G. Dilarang idlofah pada lafadh yang semakna
وَلَايُضَافَ اسْمٌ لِمَابِهِ اتَّحَدَ مَعْنًى وَاَوِّلْ مُوْهِمًااِذَاوَرَدْ
“ Sebuah isim tidak boleh diidlofahkan pada lafadh yang satu makna. Dan ta’willah lafadh yang seakan demikian jika terjadi “
“ Maksudnya adalah
sebuah isim tidak boleh diidlofahkan pada lafadh yang satu makna. Dan ta’willah
lafadh yang seakan demikian jika terjadi “
Penjelasannya
adalah diantara faedah idlofah adalah untuk mempersempit makna Mudlof
(takhshish) atau mema’rifatkannya (ta’rif), dan faedah ini dapat terwujud jika
Mudlof adalah bukan Mudlof ilaih. Jika Mudlof dan Mudlof ilaih adalah suatu
makna, maka tidak akan mungkin wujud faedah takhshish dan ta’rif.
Oleh
karena itu tidak diperboehkan meng-idlofahkan dua lafadh yang sinonim (Murodif)
seperti :قًمْحٌ بُرٍّ
(gandum)
Karena keduanya sama-sama bermakna gandum.
Dan tidak boleh juga Meng-idlofahkan Maushuf pada sifatnya seperti:رِجْلٌ قَائِمٍ
Jika
terdapat susunan idlofah yang sekilas dirangkai dari dua lafadh yang sinonim,
maka harus dita;wil, seperti:خَاءَ سَعِيْدُ كُرزٍ
Lafadh سَعِيْدٌ dan كُرْزٌ
adalah nama suatu orang hingga termasuk sinonim. Susunan idlofah
tersebut harus du ta’wil dengan menganggap Mudlof semakna dengan lafadh المُسَمَّى (orang yang dinamai) dan Mudlof ilaih semakna
dengan lafadh الِاسْمُ (mama) sehingga susunan idlofah diatas jika
dita’wil maka menjadi:
(Datang
orang-orang yang dinamai dengan nama ini)جَاءَ مُسَمَّى هَذَا الاِسْمِ
Demkian
juga, jika terdapat susunan idlofah yang dirangkai dari mausuf dan sifatnya
seperti:
(Sholat
yang pertama)صَلَاةُ الْأُوْلَى
Maka harus dita’wil
dengan mengira-ngirakan Mudlof ilaih yang menjadi Mausufnya lafadh diatas jika
dta’wil menjadi:
(sholat waktu
yang pertama) صَلَاةُ السَّاعَة الْأُوْلَى
Jadi, mudlof ilaih yang berupa sifat bukan menjadi
sifat dari Mudlof, namun dari lafadh lain yang dikira-kirakan.
H.
Prosedur
Idlofah Lafadh أَيّْ
” Jangan
engkau idlofahkan lafadh Mufrod yang dima’rifatkan terhadap lafadh أيْ Jika engkau mengulang-ulangnya, maka idlofahkanlah,”
وَاِنْ تَكُنْ شَرْطًااَوِاسْتِفْهَامَا فَمُطْلَقًاكَمِّلْ بِهَاالْكَلَامَا
"Atau ngkau kira kirakan berapa bagian………”
Maksudnya
nadhom diatas adalah jangan engkau idlofahkan أَيْ pada lafadh yang mufrod yang
dima’rifatkan. Jika engkau mengulng – ulangnya, maka idlofahkanlah, atau ngkau
kira – kirakan beberapa bagian!
Termasuk
isim yang wajb diidlifahkan dalam segi makna adalah أَيْ, sebagaimana keterangan diatas. Lafadh أَيْ tidak dapat diidlofahkan pada lafadh
mufrod yang ma’rifat, dan tidak boleh diucapkan : أَيْ زَيْدٍ جَاءَ
Kecuali jika أَيْ diulang – ulang seperti dalam sya’ir berikut (berbahar Thawl)
أَلَاتَسْأَلُوْنَ النَّاسَ أَيِّيْ
وَأَيُّكُمْ غَدَاةَالْتَقَيْنَا كَانَ
خَيْرًاوأَكْرَمَا
"Tidaklah kalian tanyakan pada manusia, aku atau kalian yang menjadi terbaik dan termulia besok saat kita bertemu?”
Atau
jika yang dikehendaki dari lafadh mufrod yang ma’rifat tersebut adalah
bagiannya, seperti ditanyakan:
أَيٌّ زَيْدٍ اَحْسَنُ؟ (Bagian
zaid manakah yang paling bagus?)
أَي أَيٌّأَجْزَاءِ زَيْدٍ اَحْسَنُ؟
Sebab ketika demikian, pasti jawabannya
adalah bagian dari Zaid, seperti matanya yang paling bagus, atau hidungnya atau
lainnya.
Ketentuan
diatas berlaku apabila أَيْ
digunakan sebagai kata tanya (istifham), lain halnya jila أَيْ digunakan sebagai isim mausul, isim syarat
atau sebagai sifat,
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Idhofah
adalah suatu kalimah isim (المضاف اليه) yang dibaca jer karena disambung atau
disandarkan dengan kalimat isim sebelumnya (المضاف).
2. Syarat-syarat
mudhof- mudhof ilaih
Syaratnya mudhof hendaknya terbebas dari la ta’rif dan
tanwin, syaratnya mudhof ilaih itu ialah hendaknya memilih antara ta’rif dan tanwin.
3. Macam-macam
mudhof ilaih
a. Ada yang
menakdirkan ma’nanya fii
b. Ada yang
menadirkan ma’nanya laam
c. Ada yang
menakdirkan ma’nanya min
4. Idhofah
Ghoiru mudhof (tidak murni)
Susunan idhofah yang mudhofnya berupa isim
sifat yang menyerupai fi’il mudhore’, yakni berupa isim fa’il atau isim maf’ul
dalam zamannya.
5. Idhofah
mahdlof ( murni)
Apabila mudhof bukan serupa isim sifat yang
menyerupai fi’il mudhore’ (isim fa’il, isim maf’ul dam isim musyabbahat).
6. Pengaruh
Mudhof ilaih pada mudhof
·
Mudhof dapat terpengaruh sifat mudzakar
atau muannasnya, mudhof ilaih dengan syarat jika mudhof dibuang maknanya masih
dapat dipahami
·
Jika maksud kalam tidak dapat dipahamoi
seumpamannya mudhof dibuang maka mudhof tidak dapat terpengaruh mudzakar atau
muannatsnya mudhof ilaihnya.
7. Dilarang
idhofah pada lafadz yang seksama
Maksudnya adalah sebuag isim tidak boleh
diidhofahkan pada lafadz yang satu makna, dan ta’willah yang seakan demikian
terjadi.
Penjelasannya diantara faedah idhofah adalah untuk mempersempit makna mudhof (takhsis) atau mema’rifatkan (ta’rif) dan faedah ini dapat terwujud jika mudhof adalah bukan mudhof ilaih.
B.
Saran
Semoga
Materi pada makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan menambah
referensi bagi kami dan para pembaca amin..
Syukron,
salah dan kurangnya mohon dimaafkan, dan atas kerendahan hati para pemabaca
yang budiman agar kirannya dapat memberi kritik dan solusi.
DAFTAR PUSTAKA
Moch. Anwar, Ilmu Nahwu Terjemah Matan Al-Jurumiyyah dan ‘Imrithy, ( Bandung: Sinar baru Algrnsindo, 2014), cet. Ke-33, hal. 158&159
Akhmad Munawir, Belajar Cepat Tata Bahasa Arab, (Yogyakarta: Nurma Media Idea, 2013), cet. Ke-7, hal.17.B.
Aunur Rofiq Bin Ghufron, Ringkasan Kaidah – kaidah Bahasa Arab, Gersik : Pustaka al furqon, 1432 H), Cet. Ke-33, hal. 161-162
Malik Ibnu, Kitab Al Fiyyah (الفية ابن مالك ), Sepanyol, Abad ke 13
Maskuri Syaifudin, Alfiyah Ibnu Malik (kajian, analisis &
Tanya- jawab), Santri salaf press, cet 1 hal 587- 632
Tidak ada komentar:
Posting Komentar