Selasa, 25 Agustus 2020

Makalah Kewarganegaraan Tentang Negara dan Unsur-Unsur Negara

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian Negara?

2.      Apa pengertian Negara menurut Konsep Islam?

3.      Apa teori tentang terbentuknya Negara?

4.      Apa saja unsur-unsur Negara?


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A.    Pengertian Negara

Azumardi, (2003:41) berpendapat bahwa Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni “state (bahasa Inggris), “staat” (bahasa Belanda dan Jerman) dan “etat” (bahasa Prancis). Kata “staat”, “state”, dan “etat” diambil dari bahasa Latin “status” atau “statum”, yang berarti keadaan yang tegak dan tegap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Kata “status” atau “statum” biasa diartikan sebagai “standing” atau “station” (kedudukan), yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia. Dalam arti belakangan inilah kata “status” semula diartikan, dan baru dalam abad ke-16 kata ini dipertalikan dengan kata “Negara”.

Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok dri kekuasaan politik

Azumardi, (2000:33-34) berpendapat bahwa Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.

Dengan demikian ia dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya kearah tujuan bersama.

Dalam rangka tersebut dapat dikatakan bahwa Negara memilki dua tugas:

Pertama, mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak antagonistik yang membahayakan.

Kedua, mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.

Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantara pemerintah beserta alat-alat perlengkapannya. Kekuasaan Negara mempunyai asosiasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan, harus dapat menempatkan diri dalam rangka ini.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, Negara adalah organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan memiliki pemerintah yang berdaulat.

B.     Pengertian Negara Menurut Konsep Islam

1.      Menurut konsep Islam

Dalam konsepsi islam, dengan mengacu pada al-Qur’an dan as-Sunnah, tidak ditemukan rumusan tentang Negara secara eksplisit, hanya saja didalam al-Qur’an dan as-Sunnah terdapat prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

C.    Teori terbentuknya Negara

1.      Teori kontrak social (social contract)

Teori ini bersifat universal, karena teori perjanjian masyarakat adalah teori yang termudah untuk dicapai, dan Negara tidak merupakan Negara tiranik.

 

Untuk menjelaskan teori asal mula Negara yang didasarkan atas perjanjian masyarakat atau kontrak social, dapat dilihat dari beberapa pakar yang memiliki pengaruh dalam pemikiran politik tentang Negara. Yaitu, Thomas Hobbes, John Locke, dan JJ, Rousseau.

a.       Thomas Hobbes (1588-1679)

Hobbes mengemukakan bahwa kehidupan manusia terbagi menjadi dua zaman, yaitu keadaan sebelum ada Negara (status naturalis, state of nature) dan keadaan setelah ada Negara. Menurut Hobbes, keadaan alamiah bukan keadaan yang aman sentosa, adil dan makmur. Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan yang kacau , suatu inferno didunia ini tanpa hukum yang dibuat oleh manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial antar individu.

Dalam keadaan demikian, hukum dibuat oleh mereka yang fisiknya terkuat sebagaimana dihutan belantara. Manusia seakan-akan merupakan binatang dan menjadi mangsa dari manusia yang fisiknya lebih kuat daripadanya. Keadaan ini dilukiskan dengan bahasa latin” homo homini lupus”. Manusia saling bermusuhan, saling berperang melawan satu sama lain. Keadaan ini dikenal sebagai “bellum omnium contra omnes” (perang antara semua melawan semua). Bukan berarti perang yang terorganisasikan, tetapi perang dalam arti keadaan bermusuhan terus menerus antara individu dengan individu lainnya.

Keadaan ini tidak dapat dibiarkan berlangsung secara terus menurus, manusia dengan akalnya mengerti dan menyadari bahwa demi kelanjutan hidup mereka sendiri, keadaan ilmiah itu harus diakhiri.

Dengan perjanjian seperti itu, tidaklah mengherankan bahwa Hobbes meletakkan dasar falsafah dari Negara yang mutlak, teristimewa Negara kerajaan yang absolut. Hobbes adalah seorang royalis yang berpendirian bahwa hanya Negara yang berbantuk Negara kerajaan yang mutlaklah dapat menjalankan pemerintahan yang baik. (Isjwara. 1980:141-3)

b.      John Locke (1632-1704)

Bagi Locke, keadaan alamiah ditafsirkan sebagai suatu keadaan dimana manusia hidup bebas dan sederajat, menurut kehendak hatinya sendiri. Keadaan alamiah ini sudah bersifat social, karena manusia hidup rukun dan tentram sesuai dengan hukum akal (law of reason) yang mengajarkan bahwa manusia tidak boleh mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan dan milik dari sesamanya.

Dalam konsep tentang keadaan alamiah (state of nature), Locke dan Hobbes memilki perbedaan. Dalam keadaan alamiah setiap individu sederajat, baik mengenai kekuasaan maupun hak-hak lainnya, sehingga penyelenggaraan kekuasaan dan yurisdikdi dilakukan oleh individu sendiri-sendiri, berdasarkan asas timbal balik (reciprocity). Setiap individu adalah hakim dari perbuatan dan tindakannya. Karena itu, dalam dirinya sendiri mengandung potensi untuk menimbulkan kegaduhan dan kekacauan. Oleh karena itu, manusia membentuk Negara dengan suatu perjanjian bersama.

Dasar kontraktual dari Negara dikemukakan Locke sebagai peringatan bahwa kekuasaan penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas. Karena dalam mengadakan perjanjian dengan seorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiah yang merupakan hak-hak asasi yang tidak dapat dilepaskan, juga tidak oleh individu itu sendiri. Dan penguasa yang diserahi tugas mengatur hidup individu dalam ikatan kenegaraan harus menghormati hak-hak asasi itu. Juga dalam konstruksi perjanjian itu terdapat perbedaan fundamental antara Locke dan Hobbes.

Jika hobbes hanya mengkontruksi satu jenis pejanjian masyarakat saja, yaitu pactum subjectionis, Locke mengajukan kontrak itu dalam fungsinya yang rangkap. Pertama, individu dengan individu lainnya mengadakan suatu perjanjian masyarakat untuk membentuk politik atau Negara.

Locke juga mengatakan bahwa suatu pemufakatan yang dibuat berdasarkan suara terbanyak dapat diangap sebagai tindakan seluruh masyarakat itu, karena persetujuan individu-individu untuk membentuk Negara, mewajibkan individu-individu lain untuk menaati Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu. Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu tidak dapat mengambil hak-hak milik manusia dan hak-hak lainya yang tidak dapat mengambil hak-hak milik manusia dan hak-hak lainnya yang tidak dapat dilepaskan.

Dengan demikian, Locke menambah pactum unionis dengan suatu pactum subjectionis. Disamping itu, Locke juga berpisah jalan dengan Hobbes mengenai hak-hak individu yang diserahkan kepada Negara yang dibentuk secara kontraktual itu, ajaran kontraktual Hobbes menimbulkan Negara kerajaan yang mutlak. Tetapi bagi Locke, individu mempunyai hak-hak yang tidak dapat dilepaskan (inalienable rights) berupa “life, liberty, estate”. Hak-hak ini merupakan hak-hak kodrat yang dimiliki individu sebagai manusia, sejak ia hidup dalam keadaan alamiah. Hak-hak ini yang mendahului adanya kontrak social yang dibuat kemudian dari pada itu, dan karena itu pula hak-hak itu tidak bergantung pada kontrak tersebut.

Menurut Locke, fungsi utama perjanjian masyarakat ialah untuk menjamin dan melindungi hak-hak kodrat tersebut. Dengan konstruksi demikian, Locke menghasilkan Negara yang dalam kekuasaannya dibatasi oleh hak-hak kodrat yang tidak dapat dilepaskan itu. Dengan kata lain, ajaran Locke mengasilkan Negara constitutional dan bukan Negara absolute tanpa batas-batas. Dengan teorinya ini, Locke patut disebut sebagai “Bapak Hak-hak Asasi Manusia”. (Isjwara. 1982:144-6)

c.       Jean Jacques Rousseau (1712-1778)

Rousseau merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah kontrak social (social contract) dengan makna dan orisinalitas tersendiri. Keadaan alamiah itu diumpamakan sebagai keadaan sebelum manusia melakukan dosa, suatu keadaan yang aman dan bahagia. Dalam keadaan alamiah, hidup individu bebas dan sederajat, semuanya dihasilkan sendiri oleh individu dan individu itu puas.

Karena keadaan alamiah itu tidak dapat dipertahankan seterusnya, maka manusia dengan penuh kesadaran mengakhiri keadaan ini dengan suatu kontrak social. Klausul-klausul perjanjian masyarakat itu dirumuskan oleh Rousseau .Dengan ketentuan-ketentuan perjanjian masyarakat seperti itu berlangsunglah peralihan dari keadaan alamiah ke keadaan bernegara.

Dengan konstruksi perjanjian masyarakat itu, Rousseau menghasilkan bentuk Negara yang kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya. Ia adalah peletak dasar paham kedaulatan rakyat atau jenis Negara yang demokratis, yakni rakyat berdaulat dan penguasa-penguasa Negara hanya merupakan wakil-wakil rakyat. (Isjwara.1982:147-9)

2.      Teori Ketuhanan

Teori ini juga bersifat universal dan ditemukan baik di dunia Timur maupun di dunia Barat, baik didalam teori maupun dalam praktik.

Teori teokratis seperti ini memang sudah amat tua dan didasarkan pada sabda Paulus yang terdapat dalam Rum XIII ayat 1 dan 2.

Thomas Aquinas mengikuti ajaran Paulus dan menganggap Tuhan sebagai principium dari semua kekuasaan, tetapi memasukkan unsur-unsur sekuler dalam ajarannya itu, yaitu bahwa sekalipun Tuhan memberikan principium itu kepada penguasa, namun rakyat menentukan modus atau bentuknya yang tetap dan bahwa rakyat pula yang memberikan kepada seseorang atau segolongan orang exercitum daripada kekuasaan itu. Karenanya, teori Thomas Aquinas ini bersifat monarcho-demokratis, yaitu bahwa didalam ajaran itu terdapat unsur-unsur yang demokratis.

Jika doktrin ketuhanan itu dalam abad pertengahan masih bersifat monarchi-domokratis, dalam abad-abad ke-16 dan ke-17 doktrin itu bersifat monarchitis semata. Dengan doktrin seerti itu, diusahakan agar kekuasaan raja mendapatan sifatna yang suci, sehingga pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran terhadap Tuhan.

3.      Teori Kekuatan

Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukandari suatu kelompok etnisyang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah. Dalam teori kekuatan, factor kekuatanlah yang dianggap sebagai factor tunggal yang menimbulkan Negara.

4.      Teori Organis

Konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula Negara adalah suatu konsep biologis yang meukiskan Negara dengan istilah-istilah ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang. Individu-idividu merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai atau disamakan dengan makhluk hidup itu. Kehidupan corporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf. Raja sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu.

5.      Teori Historis

Sebagai lembaga social yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan-kebutuha manusia, maka lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu dan tuntutan-tuntutan zaman.

Teori historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh penyelidikan-penyelidikan historis dan ethnologis-anthropologis dari lembaga-lembaga sosia bangsa-bangsa primitive di benua Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Perlu ditambahkan bahwa pada saat ini, teori historis-lah yang umum diterima oleh sarjana-sarjana ilmu politik sebagai teori yang paling mendekati kebenaran tentang asal mula Negara.

Sekalipun teori historis pada umumnya mencapai persesuaian faham mengenai pertumbuhan evolusionistis dari Negara, namun dalam beberapa hal masih juga terdapat perbedaan pendapat, misalnya, apakah yang mendahului Negara itu keluarga dan suku yang didasarkan atas dasar kebapakan ataukah didasarkan atas system keibuan? Dalam konteks ini, teori historis menemukan kesesuaian belum paham.

D.    Unsur-unsur Negara

Unsur-unsur Negara dibagi menjadi tiga :

1.      Penduduk

Setiap Negara tidak mungkin bisa tanpa adanya warga atau rakyatnya. Unsure rakyat ini sangat penting dalam sebuah Negara, karena secara kongkret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar Negara itu dapat berjalan dengan baik. Selain itu, bagaimanapun juga manusialah yang akan mengatur dan menentukan sebuah organisasi/Negara.

            Rakyat dalam konteks ini diartikan sebagai sekumpilan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Mungkin tidak dapat dibayangkan adanya suatu Negara tanpa rakyat, rakat adalah dasar dari Negara.

2.      Wilayah

Wilayah dalam sebuah Negara merupakan unsure yang harus ada, karena tidak mungkin ada Negara tanpa ada batas-batas territorial yang jelas. Secara mendasar, wilayah dalam sebuah Negara mencakup tiga hal:

a.       Daratan (wilayah darat)

Wilayah darat suatu Negara dibatasi oleh wilayah darat dan atau laut Negara lain. Pembatasan wilayah sebuah Negara biasanya ditentukan berdasarkan perjanjian. Perjanjian internasional yang dibuat antara dua Negara disebut perjanjian bilateral, perjanjian yang dibuat dengan bebebrapa Negara disebut dengan perjanjian multilateral. Perbatasan dengan dua Negara dapat berupa:

1)      Perbatasan alam, seperti sungai, danau, pegunungan atau lembah

2)      Perbatasan buatan, seperti pagar tembok, pagar kawat, tiang tembok

3)      Perbatasan menurut ilmu pasti, yaitu dengan menggunakan ukuran garis lintang atau bujur pada peta bumi.

b.      Perairan (wilayah laut)

Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah Negara disebut perairan atau laut territorial dari Negara yang bersangkutan. Adapun batas dari perairan territorial itu 3 mil laut atau 5,555 km yang dihitung dari pantai ketika air surut. Laut yang berada diluar perairan territorial disebut lautan bebas. Karena wilayah perairan tersebut tidak termasuk wilayah kekuasaan suatu Negara sehingga siapapun bebas untuk memanfaatkannya.

c.       Udara (wilayah udara)

Udara yang berada diatas wilayah darat dan wilayah laut territorial suatu Negara merupakan bagian dari wilayah udara suatu Negara. Mengenai batas ketinggian sebuah wilayah Negara tidak memiliki batas yang pasti, asalkan Negara yang bersangkutan dapat mempertahankannya.

3.      Pemerintah yang Berdaulat

Pemerintah seringkali menjadi personifikasi sebuah Negara.

Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan Negara, menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan bersama.

4.      Pengakuan dari Negara lain

Unsure ini merupakan unsure deklafatif, yang jika ketiga unsure lain sudah terpenuhi maka sudah sah menjadi suatu Negara. Secara umum pengakuan dari Negara lain meliputi, pengakuan de facto dan de jure.

Pengakuan de facto berdasarkan kenyataan bagi Negara baru yang telah memiliki unsure konstitutif, sedangkan pengakuan de jure yaitu pengakuan terhadap Negara baru sesuai hukum internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru yang Baik dan Professional dalam Mengajar

Guru yang Baik dan Profesional               Guru adalah orang tua kedua bagi para siswa ketika berada di sekolah. Yang tugasnya tidak h...