BAB I
PENDAHULUAN
A.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Negara?
2. Apa pengertian Negara menurut Konsep Islam?
3. Apa teori tentang terbentuknya Negara?
4. Apa saja unsur-unsur Negara?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Negara
Azumardi, (2003:41) berpendapat bahwa
Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni “state” (bahasa Inggris),
“staat” (bahasa Belanda dan Jerman)
dan “etat” (bahasa Prancis). Kata “staat”, “state”, dan “etat”
diambil dari bahasa Latin “status”
atau “statum”, yang berarti keadaan
yang tegak dan tegap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan
tetap.
Kata “status”
atau “statum” biasa diartikan sebagai
“standing” atau “station” (kedudukan), yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan
hidup manusia. Dalam arti belakangan inilah kata “status” semula diartikan, dan baru dalam abad ke-16 kata ini
dipertalikan dengan kata “Negara”.
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan
politik, ia adalah organisasi pokok dri kekuasaan politik
Azumardi, (2000:33-34) berpendapat bahwa
Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya
secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan
tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.
Dengan demikian ia dapat mengintegrasikan
dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya kearah tujuan bersama.
Dalam rangka tersebut dapat dikatakan
bahwa Negara memilki dua tugas:
Pertama, mengendalikan dan mengatur
gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain,
supaya tidak antagonistik yang membahayakan.
Kedua, mengorganisasikan dan
mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah tercapainya
tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan
sistem hukum dan dengan perantara pemerintah beserta alat-alat perlengkapannya.
Kekuasaan Negara mempunyai asosiasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu
semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan, harus dapat
menempatkan diri dalam rangka ini.
Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa, Negara adalah organisasi tertinggi diantara satu kelompok
masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah
tertentu dan memiliki pemerintah yang berdaulat.
B.
Pengertian Negara Menurut Konsep Islam
1. Menurut konsep Islam
Dalam
konsepsi islam, dengan mengacu pada al-Qur’an dan as-Sunnah, tidak ditemukan
rumusan tentang Negara secara eksplisit, hanya saja didalam al-Qur’an dan
as-Sunnah terdapat prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
C.
Teori terbentuknya Negara
1. Teori kontrak social (social contract)
Teori
ini bersifat universal, karena teori perjanjian masyarakat adalah teori yang
termudah untuk dicapai, dan Negara tidak merupakan Negara tiranik.
Untuk
menjelaskan teori asal mula Negara yang didasarkan atas perjanjian masyarakat
atau kontrak social, dapat dilihat dari beberapa pakar yang memiliki pengaruh
dalam pemikiran politik tentang Negara. Yaitu, Thomas Hobbes, John Locke, dan
JJ, Rousseau.
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
Hobbes
mengemukakan bahwa kehidupan manusia terbagi menjadi dua zaman, yaitu keadaan
sebelum ada Negara (status naturalis,
state of nature) dan keadaan setelah ada Negara. Menurut Hobbes, keadaan
alamiah bukan keadaan yang aman sentosa, adil dan makmur. Tetapi sebaliknya,
keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan yang kacau , suatu inferno didunia
ini tanpa hukum yang dibuat oleh manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah,
tanpa ikatan-ikatan sosial antar individu.
Dalam
keadaan demikian, hukum dibuat oleh mereka yang fisiknya terkuat sebagaimana
dihutan belantara. Manusia seakan-akan merupakan binatang dan menjadi mangsa
dari manusia yang fisiknya lebih kuat daripadanya. Keadaan ini dilukiskan
dengan bahasa latin” homo homini lupus”.
Manusia saling bermusuhan, saling berperang melawan satu sama lain. Keadaan ini
dikenal sebagai “bellum omnium contra
omnes” (perang antara semua melawan semua). Bukan berarti perang yang
terorganisasikan, tetapi perang dalam arti keadaan bermusuhan terus menerus
antara individu dengan individu lainnya.
Keadaan
ini tidak dapat dibiarkan berlangsung secara terus menurus, manusia dengan
akalnya mengerti dan menyadari bahwa demi kelanjutan hidup mereka sendiri,
keadaan ilmiah itu harus diakhiri.
Dengan
perjanjian seperti itu, tidaklah mengherankan bahwa Hobbes meletakkan dasar
falsafah dari Negara yang mutlak, teristimewa Negara kerajaan yang absolut.
Hobbes adalah seorang royalis yang berpendirian bahwa hanya Negara yang
berbantuk Negara kerajaan yang mutlaklah dapat menjalankan pemerintahan yang
baik. (Isjwara. 1980:141-3)
b. John Locke (1632-1704)
Bagi
Locke, keadaan alamiah ditafsirkan sebagai suatu keadaan dimana manusia hidup
bebas dan sederajat, menurut kehendak hatinya sendiri. Keadaan alamiah ini
sudah bersifat social, karena manusia hidup rukun dan tentram sesuai dengan
hukum akal (law of reason) yang
mengajarkan bahwa manusia tidak boleh mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan
dan milik dari sesamanya.
Dalam
konsep tentang keadaan alamiah (state of
nature), Locke dan Hobbes memilki perbedaan. Dalam keadaan alamiah setiap
individu sederajat, baik mengenai kekuasaan maupun hak-hak lainnya, sehingga
penyelenggaraan kekuasaan dan yurisdikdi dilakukan oleh individu
sendiri-sendiri, berdasarkan asas timbal balik (reciprocity). Setiap individu adalah hakim dari perbuatan dan
tindakannya. Karena itu, dalam dirinya sendiri mengandung potensi untuk
menimbulkan kegaduhan dan kekacauan. Oleh karena itu, manusia membentuk Negara
dengan suatu perjanjian bersama.
Dasar
kontraktual dari Negara dikemukakan Locke sebagai peringatan bahwa kekuasaan
penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas. Karena dalam mengadakan
perjanjian dengan seorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak
menyerahkan seluruh hak-hak alamiah yang merupakan hak-hak asasi yang tidak
dapat dilepaskan, juga tidak oleh individu itu sendiri. Dan penguasa yang
diserahi tugas mengatur hidup individu dalam ikatan kenegaraan harus
menghormati hak-hak asasi itu. Juga dalam konstruksi perjanjian itu terdapat
perbedaan fundamental antara Locke dan Hobbes.
Jika
hobbes hanya mengkontruksi satu jenis pejanjian masyarakat saja, yaitu pactum
subjectionis, Locke mengajukan kontrak itu dalam fungsinya yang rangkap.
Pertama, individu dengan individu lainnya mengadakan suatu perjanjian
masyarakat untuk membentuk politik atau Negara.
Locke
juga mengatakan bahwa suatu pemufakatan yang dibuat berdasarkan suara terbanyak
dapat diangap sebagai tindakan seluruh masyarakat itu, karena persetujuan
individu-individu untuk membentuk Negara, mewajibkan individu-individu lain
untuk menaati Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu. Negara yang
dibentuk dengan suara terbanyak itu tidak dapat mengambil hak-hak milik manusia
dan hak-hak lainya yang tidak dapat mengambil hak-hak milik manusia dan hak-hak
lainnya yang tidak dapat dilepaskan.
Dengan
demikian, Locke menambah pactum unionis dengan suatu pactum subjectionis.
Disamping itu, Locke juga berpisah jalan dengan Hobbes mengenai hak-hak
individu yang diserahkan kepada Negara yang dibentuk secara kontraktual itu,
ajaran kontraktual Hobbes menimbulkan Negara kerajaan yang mutlak. Tetapi bagi
Locke, individu mempunyai hak-hak yang tidak dapat dilepaskan (inalienable rights) berupa “life, liberty, estate”. Hak-hak ini
merupakan hak-hak kodrat yang dimiliki individu sebagai manusia, sejak ia hidup
dalam keadaan alamiah. Hak-hak ini yang mendahului adanya kontrak social yang
dibuat kemudian dari pada itu, dan karena itu pula hak-hak itu tidak bergantung
pada kontrak tersebut.
Menurut
Locke, fungsi utama perjanjian masyarakat ialah untuk menjamin dan melindungi
hak-hak kodrat tersebut. Dengan konstruksi demikian, Locke menghasilkan Negara
yang dalam kekuasaannya dibatasi oleh hak-hak kodrat yang tidak dapat
dilepaskan itu. Dengan kata lain, ajaran Locke mengasilkan Negara
constitutional dan bukan Negara absolute tanpa batas-batas. Dengan teorinya
ini, Locke patut disebut sebagai “Bapak Hak-hak Asasi Manusia”. (Isjwara.
1982:144-6)
c. Jean Jacques Rousseau (1712-1778)
Rousseau
merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah kontrak social (social contract) dengan makna dan
orisinalitas tersendiri. Keadaan alamiah itu diumpamakan sebagai keadaan
sebelum manusia melakukan dosa, suatu keadaan yang aman dan bahagia. Dalam
keadaan alamiah, hidup individu bebas dan sederajat, semuanya dihasilkan
sendiri oleh individu dan individu itu puas.
Karena
keadaan alamiah itu tidak dapat dipertahankan seterusnya, maka manusia dengan
penuh kesadaran mengakhiri keadaan ini dengan suatu kontrak social. Klausul-klausul
perjanjian masyarakat itu dirumuskan oleh Rousseau .Dengan
ketentuan-ketentuan perjanjian masyarakat seperti itu berlangsunglah peralihan
dari keadaan alamiah ke keadaan bernegara.
Dengan
konstruksi perjanjian masyarakat itu, Rousseau menghasilkan bentuk Negara yang
kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya. Ia adalah
peletak dasar paham kedaulatan rakyat atau jenis Negara yang demokratis, yakni
rakyat berdaulat dan penguasa-penguasa Negara hanya merupakan wakil-wakil
rakyat. (Isjwara.1982:147-9)
2. Teori Ketuhanan
Teori
ini juga bersifat universal dan ditemukan baik di dunia Timur maupun di dunia
Barat, baik didalam teori maupun dalam praktik.
Teori
teokratis seperti ini memang sudah amat tua dan didasarkan pada sabda Paulus
yang terdapat dalam Rum XIII ayat 1 dan 2.
Thomas
Aquinas mengikuti ajaran Paulus dan menganggap Tuhan sebagai principium dari semua kekuasaan, tetapi
memasukkan unsur-unsur sekuler dalam ajarannya itu, yaitu bahwa sekalipun Tuhan
memberikan principium itu kepada
penguasa, namun rakyat menentukan modus
atau bentuknya yang tetap dan bahwa rakyat pula yang memberikan kepada
seseorang atau segolongan orang exercitum
daripada kekuasaan itu. Karenanya, teori Thomas Aquinas ini bersifat monarcho-demokratis, yaitu bahwa didalam
ajaran itu terdapat unsur-unsur yang demokratis.
Jika
doktrin ketuhanan itu dalam abad pertengahan masih bersifat monarchi-domokratis, dalam abad-abad
ke-16 dan ke-17 doktrin itu bersifat monarchitis semata. Dengan doktrin seerti
itu, diusahakan agar kekuasaan raja mendapatan sifatna yang suci, sehingga
pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran terhadap Tuhan.
3. Teori Kekuatan
Teori
kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara yang pertama adalah
hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Negara
terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan
pendudukandari suatu kelompok etnisyang lebih kuat atas kelompok etnis yang
lebih lemah. Dalam teori kekuatan, factor kekuatanlah yang dianggap sebagai
factor tunggal yang menimbulkan Negara.
4. Teori Organis
Konsepsi
organis tentang hakikat dan asal mula Negara adalah suatu konsep biologis yang
meukiskan Negara dengan istilah-istilah ilmu alam. Negara dianggap atau
disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang. Individu-idividu
merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai atau disamakan dengan
makhluk hidup itu. Kehidupan corporal dari Negara dapat disamakan sebagai
tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf. Raja sebagai kepala
dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu.
5. Teori Historis
Sebagai
lembaga social yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan-kebutuha manusia,
maka lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu dan
tuntutan-tuntutan zaman.
Teori
historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh penyelidikan-penyelidikan historis
dan ethnologis-anthropologis dari lembaga-lembaga sosia bangsa-bangsa primitive
di benua Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Perlu ditambahkan bahwa pada saat
ini, teori historis-lah yang umum diterima oleh sarjana-sarjana ilmu politik
sebagai teori yang paling mendekati kebenaran tentang asal mula Negara.
Sekalipun
teori historis pada umumnya mencapai persesuaian faham mengenai pertumbuhan
evolusionistis dari Negara, namun dalam beberapa hal masih juga terdapat
perbedaan pendapat, misalnya, apakah yang mendahului Negara itu keluarga dan
suku yang didasarkan atas dasar kebapakan ataukah didasarkan atas system
keibuan? Dalam konteks ini, teori historis menemukan kesesuaian belum paham.
D.
Unsur-unsur Negara
Unsur-unsur
Negara dibagi menjadi tiga :
1. Penduduk
Setiap
Negara tidak mungkin bisa tanpa adanya warga atau rakyatnya. Unsure rakyat ini
sangat penting dalam sebuah Negara, karena secara kongkret rakyatlah yang
memiliki kepentingan agar Negara itu dapat berjalan dengan baik. Selain itu,
bagaimanapun juga manusialah yang akan mengatur dan menentukan sebuah
organisasi/Negara.
Rakyat dalam konteks ini diartikan
sebagai sekumpilan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Mungkin tidak dapat dibayangkan
adanya suatu Negara tanpa rakyat, rakat adalah dasar dari Negara.
2. Wilayah
Wilayah
dalam sebuah Negara merupakan unsure yang harus ada, karena tidak mungkin ada
Negara tanpa ada batas-batas territorial yang jelas. Secara mendasar, wilayah
dalam sebuah Negara mencakup tiga hal:
a. Daratan (wilayah darat)
Wilayah
darat suatu Negara dibatasi oleh wilayah darat dan atau laut Negara lain.
Pembatasan wilayah sebuah Negara biasanya ditentukan berdasarkan perjanjian.
Perjanjian internasional yang dibuat antara dua Negara disebut perjanjian bilateral, perjanjian yang
dibuat dengan bebebrapa Negara disebut dengan perjanjian multilateral. Perbatasan dengan dua Negara dapat berupa:
1) Perbatasan alam, seperti sungai, danau,
pegunungan atau lembah
2) Perbatasan buatan, seperti pagar tembok,
pagar kawat, tiang tembok
3) Perbatasan menurut ilmu pasti, yaitu
dengan menggunakan ukuran garis lintang atau bujur pada peta bumi.
b. Perairan (wilayah laut)
Perairan
atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah Negara disebut perairan
atau laut territorial dari Negara yang bersangkutan. Adapun batas dari perairan
territorial itu 3 mil laut atau 5,555 km yang dihitung dari pantai ketika air
surut. Laut yang berada diluar perairan territorial disebut lautan bebas.
Karena wilayah perairan tersebut tidak termasuk wilayah kekuasaan suatu Negara
sehingga siapapun bebas untuk memanfaatkannya.
c. Udara (wilayah udara)
Udara
yang berada diatas wilayah darat dan wilayah laut territorial suatu Negara
merupakan bagian dari wilayah udara suatu Negara. Mengenai batas ketinggian
sebuah wilayah Negara tidak memiliki batas yang pasti, asalkan Negara yang
bersangkutan dapat mempertahankannya.
3. Pemerintah yang Berdaulat
Pemerintah seringkali
menjadi personifikasi sebuah Negara.
Pemerintah
adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari, yang menjalankan
kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan Negara,
menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan bersama.
4. Pengakuan dari Negara lain
Unsure
ini merupakan unsure deklafatif, yang jika ketiga unsure lain sudah terpenuhi
maka sudah sah menjadi suatu Negara. Secara umum pengakuan dari Negara lain
meliputi, pengakuan de facto dan de jure.
Pengakuan de facto
berdasarkan kenyataan bagi Negara baru yang telah memiliki unsure konstitutif,
sedangkan pengakuan de jure yaitu pengakuan terhadap Negara baru sesuai hukum
internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar