KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur
kami atas kehadirat Alloh SWT. Karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah kewarganegaraan yang diberikan oleh Ibu Nur
Apriliya Rochimah, M.Pd. selaku dosen Pengampu. Pembuatan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah kewarganegaraan dengan judul ” PEMERINTAHAN
DAN HUBUNGAN SIPIL-MILITER,HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA “.
Adapun sumber dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari
buku-buku maupun jurnal yang membahas tentang kewarganegaraan . Kami terima
kasih kepada pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kami meminta maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan dan
penulisan makalah ini.sehingga penulis berharap saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Salatiga,
19 September 2019
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian
Pemerintah Sipil Dan Militer
2.
Karakteristik
Pemerintahan Sipil Dan Militer
3.
Hubungan
Sipil Dan Militer
4.
Pengertian
Negara Dan Agama
5.
Hubungan
Negara Dan Agama
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PEMERINTAHAN SIPIL
1.
Pengertian Pemerintahan Sipil
Pemerintah Sipil adalah pemerintah dimana gaya pengambilan
keputusan diambil dengan gaya sipil. Menurut Sayidiman Suryohadiprojo menyatakan bahwa Perkataan Sipil adalah
segala sesuatu yang bersangkutan dengan masyarakat, atau warga negara pada umumnya.
Oleh karena itu pemerintah harus memiliki kekuasaan militer, kekuasaan
legislatif dan kekuasaan keuangan.
Menurut SE Filner dalam buku Comporative Gonverment (1974)
istilah pemerintahan memiliki empat arti yaitu :
1.
Kegiatan
atau proses memerintah
2.
Masalah
– masalah kenegaraan
3.
Pejabat
yang dibebani tugas untuk memerintah
4.
Cara,
metode, atau sistem yang dipakai pemerintah untuk memerintah
1.
Karakteristik Pemerintahan Sipil
Eric Nordlinger mengemukakan
ada 3 bentuk pemerintahan sipil :
a.
Pemerintahan
Sipil Tradisional
Bentuk pemerintahan sipil tradisional begitu berpengaruh dibawah
sistem pemerintahan kerajaan pada abad ke-17 dan 18, mereka cenderung untuk
tidak menganggap diri sebagai politisi.
b.
Pemerintahan
sipil Liberal
Bentuk pemerintahan sipil
liberal didasarkan pada pemisahan para elit berkenaan keahlian dan tanggung
jawab masing-masing pemegang jabatan tinggi di dalam pemerintahan.Tapi model
ini kemungkinan akan menutup militer untuk menekuni arena dan kegiatan politik.
Didalam tindakan dan pelaksanaanya, pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran,
dan netralitas pihak militer.
c.
Pemerintah
sipil Serapan
Model serapan ini telah digunakan secara meluas dalam rezim-rezim komunis.
Dalam hal ini muncul karakteristik pemerintahan sipil yang berpijak
atas hubungannya dengan militer, antara lain pemerintahan sipil adalah sebuah
bentuk pemerintahan yang dabergaya sipil, semua keputusan pemerintah dapat
menjadi perintah apabila telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dan diambil
keputusanya dalam suatu pemungutan suara ( referendum ). Dan telah mendapat
pengesahan dari lembaga negara yang berwenang.
A.
PEMERINTAHAN MILITER
1.
Pengertian Pemerintahan militer
Pemerintahan militer adalah
pemerintah yang lebih mengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan
diambil oleh pucuk pimpinan tertinggi, sedangkan yang lain mengikuti keputusan
itu sebagai perintah yang wajib diikuti.
Secara kongkret perkataan sipil di
indonesia adalah seluruh masyarakat, sedangkan perkataan militer berarti
tentara nasional indonesia(TNI), yaitu organisasi yang merupakan kekuatan
bersenjata dan yang harus menjaga kedaulatan negara republik indonesia. Karena
sipil berarti masyarakat oleh sebab itu di indonesia sebelum terpengaruh oleh
pandangan barat dipahami bahwa tni adalah bagian tak terpisahkan dari
masyarakat indonesia. Bahkan yang menjadi tni adalah seluruh rakyat yang sedang
bertugas sebagai kekuatan bersenjata untuk membela negara.
2.
Karakteristik pemerintahan militer
Pemerintah militer lebih merujuk kearah gaya pemimpin suatu
organisasi/institusi/negara. Dimana kepemimpinan itu sendiri memiliki hubungan
yang erat antara seorang dan sekelompok manusia,karena adanya kepentingan
bersama,hubungan itu ditandai tingkah laku yang tertuju dan terbimbing daripada
manusia yang seorang itu,manusia atau orang ini biasanya disebut yang memimpin
atau pemimpin,sedangkan manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Karakteristik dikemukakan
oleh ninik widiyanti : dalam pemerintahan militer,untuk menggerakkan
bawahannya digunakan sistem perintah yang biasa digunakan dalam
ketentaraan,gerak – geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat dan
jabatannya
B.
Hubungan pemerintahan sipil dan militer indoesia
Sejalan dengan berakhirnya kekuasaan orde baru pada 21 mei 1998, berakhir
pula lah dominasi militer dalam perpolitikan nasional. Pada era transisi menuju
demokrasi ini tak sedikit kritik dan hujatan ditujukan masyarakat terhadap ABRI
atau TNI atas peran yang telah dilakukannya selama kekuasaan orde baru yang
berusia 32 tahun itu. Selama itu pula telah berlangsung hubungan sipil –
militer yang tidak seimbang dan melahirkan krisi yang dialami bangsa indonesia
baik sosial,politik maupun ekonomi.
Menurut Ikrar Nusa Bhakti,secara umum di negara – negara BARAT
terdapat model hubungan sipil – militer yang menekankan “supremasi sipil atas
militer” (civilian supremacy upon the military) atau militer adalah sub
koordinat dari pemerintah sipil yang dipilih secara demokratif melalui
pemilihan umum. Tetapi pada kasus negra – negara berkembang termasuk indonesia
hubungan sipil – militer di negeri ini tidaklah dapat disamakan dengan
kenyataan hubungan sipil – militer di negara – negara barat yang membedakan
secara tegas antara sipil dengan militer.
Pada kenyataannya makna hubungan sipil – militer di indonesia lebih
mengandung pengertian adanya “kerjasama”,”hubungan kemitraan”,atau”keselarasan
antara sipil dan militer”. Secara historis pola hubungan sipil – militer
indinesia lebih banyak merupakan suatu pembagian peran antara sipil – militer
yang sangat nyata pada masa refolusi kemerdekaan (1945-1949). Keikutsertaan
militer dalam penataan sosial dan administrasi pemerintahan di masa refolusi fisik
itu pada akhirnya melahirkan konsep Dwi fungsi ABRI yang menjadi doktrin dasar
keterlibatan kaum militer diluar bidang keamanan negara.
Lahirnya konsep dwi fungsi dapat ditelusuri sejak awal berdirinya
Republik Indonesia. Pada saat republik baru diproklamasikan pada 17 Agustus
1945, belum ada tentara reguler nasional. Republik baru secepatnya memerlukan
perwira untuk bertempur mempertahankan kemerdekaan. Organisasi yang pertama
dibentuk pada 22 Agustus 1945 dinamakan Badan Keamanan Rakyat ( BKR ), dengan
tujuan menjaga keamanan bersama-sama rakyat dan badan-badan negara yang
bersangkutan.
Periode selanjutnya konsep dwifungsi ABRI berasal dari konsepsi “
Jalan Tengah “ yang dikemukakan pimpinan Angkatan Darat (AD) Jenderal A.H. Nasution,
November 1958. Konsep jalan tengah ini pada dasarnya menyatakan bahwa
keterlibatan ABRI dalam pembinaan negara bukanlah untuk mendominasi dan
memonopoli kekuasaan.Sesuai dengan Saptamarga, tentara tidaklah dibenarkan
melakukan hal itu.
Menurut perspektif legal-formal, persoalan utama hubungan
sipil-militer terletak pada masalah ancaman yang dilakukan militer untuk
mengontrol pemerintahan dan kebebasan individu. Pemecahan masalah ini,
dipandang melalui perspektif memelihara kontrol sipil atas militer melalui
seperangkat konstitusi “ checks and balances “ . Perspektif ini masih dapat
digunakan untuk melihat persoalan hubungan sipil-militer di indonesia.Dibawah
kekuasaan Orde Baru ABRI telah tampil sebagai kekuatan politik yang paling
dominan. Meluasnya peran ABRI di hampir wilayah sosial, politik dan ekonomi pada
akhirnya mempersempit wilayah gerak masyarakat untuk bertindak lebih otonom dan
berkembang secara mandiri. ( menurut Dewi Fortuna Anwar ) , karena ABRI selain
menjadi kekuatan utama pihak eksekutif Orba juga memiliki monopoli terhadap hak
pengunaan kekerasan.
Dalam sejarah politik Indonesia, hubungan antara sipil-militer
dapat dijelaskan melalui pasang surut intervensi sipil atas militer atau
sebaliknya.Misalnya pada masa Demokrasi Parlementer, partai politik pernah
mendominasi dan mengontrol militer secara subjektif.Dalam hal ini supremasi
sipil tidaklah memiliki pengertian sipil mendominasi militer atau memiliki
hegemoni atas militer atau berada pada posisi superior ketimbang militer. Sekalipun
pemerintah sipil menjadikan militer sebagai instrumen negara yang menjalankan
fungsi pertahanan keamanan negara dari setiap ancaman yang datang dari luar
maupun dalam negri, tidaklah berarti militer bisa dimanfaatkan atau
diintervensi sipil menjadi instrumen kekuasaan atau alat penguasa.
Campur tangan sipil ini menimbulkan rasa tidak suka, bahkan dendam
militer terhadap politisi sipil. Satu diantara ketidaksukaan militer dapat
dilihat dari peristiwa 17 Oktober 1952 ketika sepasukan elit TNI-AD mengarahkan
mocong meriam ke Istana Merdeka untuk memaksa presiden Soekarno membubarkan konstituante.
Sikap perlawanan ini merupakan ekspresi perlawanan militer terhadap sipil yang
dinilai terlalu jauh mencampuri urusan internal militer.
Sepanjang rezim soeharto militer menjadi kekuatan dominan atas
sipil. Bahkan dapat disimpulkan peluang campur tangan militer ini semakin besar selama masa
Demokrasi Pancasila atau orde baru.
C. PENGERTIAN NEGARA DAN AGAMA
1.
Pengertian Negara
Negara berasal dari bahasa asing
yaitu staat” ( bahasa belanda dan jerman ) “state “ ( banegarahasa inggris )
“etat” ( bahasa prancis ) kata “staat”( state,etat) itu diambil dari kata
bahasa latin yaitu “status” atau statum, yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau suatu yang memiliki
sifat yang tegak dan tetap.
Negara merupakan integrasi dari
kekuatan politik,ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik negara
adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur
hubungan – hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala gejala
kekuasaan dalam masyarakat.
Negara adalah organisasi yang dalam
wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan
kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan – tujuan dari kehidupan
bersama itu negara menetapkan cara – cara dan batas – batas sampai dimana
kekuasaan itu dapat digunakan dalam kehidupan bersama,baik oleh individu maupun
golongan atau asosiasi,ataupun juga oleh negara sendiri.
2.
Pengertian agama
Agama menurut etimologi berasal dari
kata bahasa sansekerta dalam kitab upadeca tentang ajaran – ajaran agama hindu
disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari bahasa sansekerta yang tersusun
dari kata “A” berarti tidak dan kata “gama” berarti pergi dalam bentuk harfiyah
yang terpadu.
Menurut “Mukti Ali”,mantan
menteri agama indoneisa menyatakan bahwa agama adalah percaya akan adanya tuhan
yang esa. Dan hukum – hukum yang di wahyukan kepada kepercayaan utusan –
utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia dunia dan diakhirat.
3.
Hubungan negara dan agama
Menurut Husein Muhammad (2000
: 88), negara diperlukan untuk mencapai tujuan yang dicita – citakan masyarakat
manusia secara bersama – sama.
Dengan demikian,negara memiliki
sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu
sendiri (Kaelani, 1999 : 91-93).
Perlu disadari bahwa manusia sebagai
warga negara,adalah juga makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Sebagai makhluk
sosial,manusia mempunyai kebebasan untuk memenuhi dan memanifestasikan kodrat
kemanusaiaannya.Namun,sebagai makhluk Tuhan,manusia juga mempunyai kewajiban
untuk mengabdi kepadanya dalam bentuk penyembahan atau ibadah yg di ajarkan
oleh agama atau keyaqinan yg dianutnya.Sedangan hubungan dengan tuhan yg tertua
dalam ajaran agama adalah wahyu dari tuhan. Oleh krena itu ada benang emas yg
menghubungan antara agama dan negara.
Hubungan Agama dan Negara secara
umum dapat dibagi menjadi 2 ( dua ) bagian yakni :
1.
Hubungan
Agama dan Negara Bersifat Antagonis
Hubungan Antagonis merupakan sifat hubungan yang mencirikann adanya ketegangan antara negara
dengan islam sebagai sebuah agama.
Bahtiar mengatakan bahwa di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik
antara Islam dan Negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan
pemahaman keagamaan yang berbeda . Pada saat ini, tema-tema politik Islam lebih
bergulir pada tataran ideologi dan simbol-sesuatu yang mencapai klimaksnya pada
perebatan di konstituate pada paruh kedua dasawarsa 1950 – an dari pada
substansi. Pergulatan ini telah memunculkan mitos tertentu sejauh yang
menyangkut pemikiran dan praktik politik Islam.
Setelah pemerintahan Orde Baru memantapkan kekuasaanya, terjadi
kontrol yang berlebihan yang di terapkan oleh Orde Baru terhadap kekuatan
politik Islam, terutama pada kelompok radikal yang dikhawatirkan semakin
militan dan menandingi eksistensi negara.Realitas empirik inilah yang kemudian
menjelaskan bahwa hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonis,
dimana negara betu-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan yang potensial dalam
menandingi eksistensi negara. Disisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu
memiliki ghirah yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber
ideologi dalam menjalankan.
2.
Hubungan
Agama dan Negara Bersifat Akomodatif
Kebijakan-kebijakan tersebut berspektur luas, ada yang bersifat
struktural, legislatif, infrastruktural dan kultural ( Bahtiar Effendy, 2001:35).
Menurut Thaba, munculnya sikap akomodasi negara terhadap
Islam lebih disebabkan oleh adanya kecenderungan bahwa umat Islam Indonesia
dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam konteks
pemberlakuan dan penerimaan asa tunggal Pancasila . Peradilan Agama, munculnya
ICMI serta munculnya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang secara massih
membangun ratusan masjid di hampir seluruh Indonesia.
Menurut Bahtiar, ia mengatakan bahwa ada 2 ( dua ) alasan
yang mendasari negara melakukan akomodasi terhadap Islam. Pertama,
selama dua puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi
sosial-ekonomi dan meluasnya akses ke pendidikan tinggi modern. Mereka
tertransformasikan ke dalam entitas level menengah, baik secara sosial, ekonomi
maupun politik. Kedua, adanya transformasi pemikiran dan tingkah
politik generasi baru Islam. Umat Islam telah mengalami transformasi
intelektual dan aktivisme yang semula bersifat legalistik-formalistik menjadi
lebih substansialistik ( Bahtiar Effendy, 2001: 39-40).
Perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapan aliran atau
faham.
1.
Hubungan
Agama dan Negara Menurut paham Teoktrasi
Urusan kenegaraan atau politik,dalam
paham teoktrasi juga diyakini sebagai manivestasi firman tuhan.
Ada kasus menarik
yang dapat mengambarkan praktik kenegaraan dalam paham teokrasi sepirti itu.
Menurut sejarah,dalam Perang Dunia II,rakyat Jepang rela mati pererang demi
kaisar mereka,karena menurut mereka,kaisar adalah anak Tuhan.Di negara Tibet
juga demikian bahwa apa yg disebut sebagai Dalai Lama diyakini sebagai penjilmaan
Tuhan dimuka bumi ini.Kedua kasus ini adalah contoh dari praktik pemerintahan
dalam paham teokrasi langsung
Dalam
pemerintahan teokrasi tidak lngsung,sistem dan norma norma dalam negara dirumuskan
berdasasrkkan firman firman Tuhan.dengan demikian, negara menyatu dengan
agama.agama dan negara tidakdapat dipisahkan. Dari apa yg di paparkan
diatas,dapat diktakan bahwa dalam prakti kenegaraan teokrasi terdapat dua
macam,yaitu teokrasi langsung dan teokrasi tidak langsung. Karena perbedaan
paham ini. Maka praktik pemerintahan kedua jenis paham teokrasi ini pun berbeda
pula.
2.
Hubungan
Agama dan Negara menurut paham Sekuler
Dalam paham ini negara adalah urusan hubungan manusia dengan
manusia lain,atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan
Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.
Norma – norma dan hukum ditentukan atas kesepakaatan manusia dan
tidak berdasarkan agama atau firman – firman Tuhan. Meskipun memisahkan antara
agama dan negara,pada lazimnya negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk
memeluk agama apa saja yang mereka yakini,tapi negara tidak ikut campur tangan
dalam urusan agama.
3.
Hubungan
Agama dan Negara menurut Paham Komunisme
Paham ini memandang hakekat hubungan negara dan agama berdasarkan
kepada filosofi materialisme dialektis dan materialisme historis. Paham ini
menimbulkan paham atheis,yang berarti tidak bertuhan. Agama,dalam paham ini
dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menentukan dirinya
sendiri.
Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis mahkluk
manusia,dan agama adalahkeluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu agama harus
ditekan,bahkan dilarang. Nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi,karena
manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.
4.
Hubungan
Agama dan Negara menurut Islam
Dalam islam, hubungan agama menjadi
perdebatan yang cukup hangat dan berlanjut hingga kini di antara para ahli. Bahkan,
menurut Azyumardi Azra ( 1996: 1 ), perdebatan itu telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan berlangsung
hingga dewasa ini.
Menurut Azyumardi, ketegangan
perdebatan tentang hubungan agama dan negara ini diilihami oleh hubungan yang
agak canggung antara Islam sebagai agama ( din ) dan negara ( dawlah ). Dalam
bahasa lain, hubungan antara agama ( din ) dan politik ( siyasah ) di kalangan
umat islam, terlebih-lebih di kalangan Sunni yang banyak diatur oleh masyarakat
Indonesia, pada dasarnya bersifat ambigous atau ambivaken. Ulama Sunni
mengatakan pada dasarnya dalam islam tidak ada pemisah antara agama dan negara.
Kitab suci al-quran dan hadis tampaknya juga merupakan inspirasi
yang dapat menimbulkan yang dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda. Kitab
suci menyebutkan dunnya berarti dunia sedang di berarti agama.Dengan
menimbulkan kesan dikotomis antara urusan dunia dan akherat, atau agama dan
negara yang bisa diperdebatkan oleh kalangan para ahli.
Ada tiga aliran yang menanggapi
tentang hubungan agama dan negara.
Pertama, aliran yang menganggap bahwa islam adalah agama yang pari purna,
yang mencakup segala-galanya, termasuk masalah negara. Oleh karena itu agama
tidak dapat di pisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama,dan
sebaliknya.
Kedua,mengatakan
bahwa Islam tidak ada hubunganya dengan negara, karena Islam tidak mengatur
kehidupan bernegara atau pemerintahan.
Oleh karena itu dalam bernegara,
umat Islam harus mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai dan etika yang
diajarkan secara garis besar oleh Islam.
Menurut Hussein Muhammad (
2000:88-94 ) menyebutkan bahwa dalam Islam ada dua model hubungan agama dan
negara. Model pertama, ia sebut sebagai hubungan integralistik, dan kedua ia
sebut hubungan simbiosis-mutualistik.
Keduanya merupakan dua lembaga yang
menyatu ( integral ).Dengan ini memberikan pengertian bahwa negara merupakan
suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.Konsep ini menegaskan bahwa
Islam tidak mengenal pemisa antara agama dan politik atu negara.Konsep seperti
ini sama dengann konsep teokrasi.
Hubungan simbiosis – mutualistik
menegaskan bahwa antara agama dan negara terdapat hubungan yang saling
membutuhkan. Menurut pandangan ini, agama harus dijalankan dengan baik.Hal ini
dapat terlaksana bila ada lembaga yang bernama negara. Sementara itu, negara
juga tidak dapat dibiarkan jalan sendiri tanpa agama.
Menurut Ibnu Taimiyah seorang
tokoh terkemuka Suni Salafi,bahwa agama dan negara benar – benar berkelindan. Sementara
itu,negara tanpa disiplin hukum wahyu pasti menjadi sebuah organisasi yang
tiranik (al-Siyasah:161). Teori ini juga dikemukakan oleh pemikir politik islam
lainnya,seperti Al – Ghasali dan Al – Mawardi. Dalam buku teori politiknya yang
amat terkenal,Al – Mawardi (tanpa tahun:3) mengungkapkan bahwa “negara dibangun
untuk menggantikan tugas kenabian dalam rangka memelihara agama dan mengatur
kehidupan dunia”. Bagi tokoh ini,kekuasaan Tuhan adalah mutlak dan harus
dijadikan landasan kekuasaan negara.
Menurut Al – Ghasali (149)
dalam bukunya Aliqishad fi ali’tiqad,mengatakan bahwa agama dan negara adalah
dua anak kembar. Agama adalah dasar,dan penguasa/kekuasaan negara adalah
penjaga. Segala sesuatu yang tidak memiliki dasar akan hancur,dan segala
sesuatu yang tidak memiliki penjaga akan sia – sia. Dapat disimpulkan bahwa
sultan (pemimpin negara/kekuasaan) adalah keniscayaan dalam sistem kehidupan
dunia dan sistem kehidupan di dunia adalah keniscayaan dalam sistem agama.
Sementara itu sistem agama adalah keharusan mutlak dalam mencapai kebahagian
akhirat. Itulah maksud para nabi diutus Tuhan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara umum agama diartikan sesuai dengan pengalaman dan
penghayatan individu terhadap agama yang dianutnya. Agama adalah kepercayaan
kepada tuhan yang maha esa serta hukum – hukum yang diwahyukan kepada utusannya
agar penganutnya bisa hidup bahagia dunia akhirat.
Hubungan anatara Sipil dan Militer
dalam sejarah lebih diungkapkan dalam bentuk ekstrem karena kegagalan
pemerintahan sipil yang menyebabkan terjadinya kudeta – kudeta, dan ketidak
stabilan rezim militer yang tidak punya opsi memerintah lebih baik dari
pemerintahan sipil. Sehingga pada akhirnya kedua hal tersebut tidak dapat
berkembang sesuai dengan tujuan yang dimilikinya.
Dan pada saat ini ketika semua hal
dihadapkan kepada profesionalisme yang menitik beratkan sejauh mana peran
seorang warga negara terhadap negaranya,maka militer memfokuskan diri dalam
ranahnya sendiri,demikian pula dengan sipil yang sekarang terintegrasi dalam
bentuk yang lebih dinamis. Sehingga tidak akan terjadi supremasi sipil terhadap
militer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar