DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren
B. Asal-usul Pesantren
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Pesantren.
D. Berbagai inovasi telah dilakukan untuk
pengembangan pesantren.
E. Elemen-Elemen Pesantren
1. Kyai
2. Masjid
3. Santri
4. Pondok
5. Kitab-Kitab Islam Klasik
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas
kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-NYA kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Pendidikan Perkembanga Islam, yang diberikan oleh ibu Endah Kurniawati,
M.Pd.I., selaku dosen pengampu. Pembuatan makalah bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Perkembangan islam dengan judul makalah “
Asal-usul Perkembangan Pesantren ”
Adapun sumber dalam pembuatan
makalah ini, didapatkan dari buku - buku maupun jurnal yang membahas tentang
bahasa indonesia , kami sebagai penyusun makalah ini, sangat berterima kasih
kepada penyedia sumber walau tidak dapat bertemu langsung dan kepada orang tua
kami langsung yang selalu mendukung dan mendoakan kami sehingga diberilah kemudahan oleh Allah SWT dalam proses
pengerjaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa setiap manusia
memiliki keterbatasan masing-masing, termasuk kami mungkin dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami mohon maaf yang
sebesar- besarnya. Kami berharap ada kritik dan saran dari pembaca sekalian
agar menjadikan motivasi bagi kami untuk lebih baik lagi kedepanya dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Salatiga, 22 April 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
pandangan Steenbrink, bahwa pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk dan
sistemnya, berasal dari India. Karena sebelum proses penyebaran islam di
Indonesia, sistem tersebut telah di pergunakan secara umum untuk pendidikan dan
pengajaran agama Hindu di Jawa. Dalam kajian ini adanya keterkaitan antara
istilah “santri” yang dipergunakan setelah datangnya islam, dengan istilah yang
dipergunakan sebelum datangnya islam adalah suatu hal yang wajar terjadi.
Sebab, seperti yang telah kita ketahui bahwa sebelum Islam masuk ke Indonesia,
masyarakat Indonesia telah menganut aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan
demikian, bisa saja terjadi istilah “santri” itu telah dikenal di kalangan
masyarakat Indonesia sebelum datangnya
islam.
Sebagai
kelanjutan penyebaran islam yang dilakukan oleh Walisongo di Indonesia,
khusunya di tanah jawa adalah ditandai dengan berdirinya beberapa pesantren di
Jawa. Pesantren pertama kali didirikan
dan terorganisir secara baik di Jawa adalah pesantren yang didirikan
oleh Raden Patah pada tahun 1475 di butan Glagah Arum di sebelah setelah
Jepara. Pesantren itu mendapat kemajuan yang pesat.
1.
Apa pengertian dari pesantren ?
2.
Bagaimana asal-usul perkembangan pesantren
dari awal didirikannya pesantren di Indonesia ?
3.
Apa saja elemen-elemen pokok yang
harus dimiliki oleh pondok pesantren ?
1. Mengetahui pengertian
dengan jelas apa yang di maksud dari pesantren.
2. Mengetahui asal-usul
perkembangan pesantren di Indonesia di awal didirikannya pesantren.
3. Mengetahui asal mula nama santri, yang berperan sebagai
pendidik di pesantren.
4. Mengetahui
elemen-elemen apa sajakah yang harus di miliki pesantren.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah “pesantren” menurut
H.A.R.Giib (1953: 460) adalah javanese “santri-place”,
seminary for students of teology (santri) on the islands of java and madura (tempat
santri jawa, seminari teologi bagi santri di pulau jawa dan madura. Sedangkan
menurut Dhofier (1990:18) berasal dari kata “santri”,yang dengan awalan “pe” di
depan dan akhiran “an” (menjadi pesantren)
yang berarti tempat tinggal para santri.
Di dalamnya pelajar (santri)
mengikuti pelajaran agama islam. Demikian juga Ziemek (1985: 16) menyebutkan
bahwa asal etimologi dari pesantren adalah pe-santri-an,
“tempat santri”.
Selain itu, asal kata pesantren terkadang
dianggap gabungan dari kata “sant” (manusia
baik-baik) dengan suku kata “tra” (suka
menolong), sehingga kata “pesantren”dapat berarti “tempat pendidikan
manusia baik-baik”(Wahjoetomo: 1997: 5). Santri atau murid mendapat pelajaran
dari pimpinan pesantren (kyai)dan oleh para guru ( ulama atau
ustadz),pelajarannya mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan islam.
Kenyataan yang didapatkan dalam kehidupan sekarang memang pesantren itu adalah
suatu lembaga pendidikan islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu
benteng pertahanan umat islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat
muslim di Indonesia.
Penting disampaikan dalam kajian ini
adanya keterkaitan antara istilah “santri” yang di pergunakan setelah
datangnaya agama islam, dengan istilah yang dipergunakan sebelum datangnya
islam adalah suatu hal yang wajar terjadi. Sebab, seperti yang telah diketahui
bahwa sebelum islam masuk ke Indonesia, masayarakat Indonesia telah menganut
beranekan ragam agama dan kepercayaan, termasuk agama Hindhu. Dengan demikian,
bisa saja terjadi istilah “santri” itu telah dikenal di kalangan masyarakat
Indonesia sebelum datangnya islam.
Selanjutnya di bawah pengaruh islam,
sistem pendidikan tersebut diambil dan mengganti nilai ajarannya dengan nilai
ajaran agama islam. Model pendidikan “agama jawa” itu disebut “ pawiyatan”,
berbentuk asrama dan dengan rumah guru. Gurunya yang disebut “Ki Ajar” di
tengah-tengahnya murid yang di sebut “cantrik”. Ki ajar dan cantrik atau
murid tersebut hidup bersama dalam satu kampus, hubungan meraka sangat erat,
bagaikan keluarga dalam satu rumah. Ilmu- ilmu yang di ajarkan adalah:
filsafat, alam, seni, sastra dan sebagainya, diberikan secara terpadu dengan
pendidikan agama dan moral.
Akhirnya, bisa dikemukakan disini
bahwa pesantren itu adalah lembaga pendidikan islam yang tertua di Indonesia
tempat para santri mendalami dan sekaligus mengamalkan ilmu agama islam dalam
kehidupan sehari-hari, dengan bimbingan kiai atau para ustadznya sebagai “model” (suri tauladan) sehingga
pesantren bisa di pandang sebagai “
laboratorium-sosial” bagi penerapan ajaran agama islam.[1]
Tidak jelas dan tidak banyak
referensi yang menjelaskan kapan pesantren pertama berdiri, bahkan sebenarnya
istilah pesantren, kiai dan santri pun masih diperselisihkan. Dalam pandangan
Steenbrink, bahwa pendidikan pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya
berasal dari India. Karena sebelum proses
penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan secara
umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Setelah Islam masuk
dan tersebar di Jawa, sistem tersebut diambil oleh Islam.
Istilah pesantren sendiri seperti
halnya mengaji bukan berasal dari istilah Arab melainkan dari India demikian
juga istilah pondok, langgar di Jawa, surau di Minangkabau, rangkang di Aceh
bukan istilah Arab melainkan istilah yang terdapat di India
(Steenbrink:1991:20). Dengan demikian dilihat dari bentuknya antara pendidikan
Hindu di Indonesia dan pesantren dapat dianggap sebagai petunjuk asal usul
pendidikan pesantren, seperti penyerahan tanah dari negara untuk kepentingan
agama, lagipula sistem pendidikan Hindu maupun pesantren di Indonesia tidak
dijumpai pada sistem pendidikan yang asli di Mekah (Noer:2002:93). Ini dapat
dijadikan alasan untuk membuktikan bahwa asal-usul sistem pendidikan pesantren
berasal dari India. (Buku)
Pendapat bahwa pesantren berasal
dari India tidak selamanya benar, ada pendapat lain menyebutkan bahwa pesantren
itu berasal dari tradisi Islam itu sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pesantren
mempunyai kaitan erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Hal
ini ditandai oleh terbentuknya kelompok-kelompok organisasi tarekat yang
melaksanakan amalan-amalan zikir dan wirid tertentu. Dan pemimpin tarekat itu
disebut kyai, yang mewajibkan pengikut- pengikutnya untuk melaksanakan suluk
selama empatpuluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama anggota
tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan kegiatan ibadah di bawah bimbingan
kyai. Disamping mengajarkan amalan tarekat, para pengikut itu juga diajarkan
kitab-kitab agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Aktivitas
yang dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian,
yang dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang
menjadi lembaga pendidikan yang disebut pesantren.
Ada juga pendapat yang mengatakan
bahwa pesantren berasal dari lembaga pengajian dan pengajaran Islam di Masjid-
masjid Khan di Mesir, karena jika penyebar Islam berasal dari arab, maka secara
otomatis gerakan dakwah mereka akan dipengaruhi oleh lembaga tersebut, sehingga
paling tidak mereka akan menyebarkan Islam berdasarkan apa yang ada di negara
mereka. Persoalan historis tentang asal-usul pesantren tidak dapat dipahami
secara menyeluruh, karena ia adalah sejarah masa lalu yang sangat tua sekali,
sehingga membutuhkan bahan-bahan dari abad 17 dan 16 atau bahkan sebelumnya.
Terlepas dari persoalan tersebut di atas, bahwa hubungan erat antara Islam di
Indonesia dengan pusat-pusat Islam, terutama Mekkah terjadi semenjak
dioperasikannya kapal uap dan pembukaan terusan Suez. Semua itu membuktikan
bahwa praktek pendidikan Islam pada abad 19, pada garis besarnya merupakan
usaha penyesuaian diri dengan pendidikan Islam yang diberikan di Mekkah. Dari
sinilah sebagian besar kitab berasal dan guru-guru besar medapatkan pendidikan.
(Pdf)
C. Pertumbuhan
dan Perkembangan Pesantren
Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia semenjak masuknya Islam ke Nusantara. Menurut hasil
kesimpulan “Seminar masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963, bahwa
Islam masuk ke Indonesia semenjak abad pertama Hijriah atau sekitar abad ke-
7/8 M. Hasil ini diperkuat oleh hasil seminar “Masuk dan perkembangan Islam di
Aceh” yang diadakan tahun 1978. Pendapat lain mengatakan bahwa masuknya Islam
di Indonesia pada abad 13 M, didasarkan atas dugaan akibat runtuhnya dinasti
Abbasiyah oleh Hulagu tahun 1258 M, kemudian diperkuat lagi oleh bukti berita
Marco Polo tahun 1292 M. dan juga berita Ibnu Battutah abad ke-14 serta adanya
nisan kubur sultan Malik As-Saleh tahun 1297. Kedua pendapat tersebut dapat
dicari titik temunya berdasarkan pandangan bahwa sesungguhnya kedatangan Islam
di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan.15 Dengan demikian ada daerah yang
lebih awal didatangi oleh Islam dan ada pula yang lebih akhir. Bila berpegang
pada pendapat pertama, maka sekitar abad ke-7 dan 8 M, pada daerah tertentu
telah menerima ajaran Islam. Dengan demikian tentulah pada waktu itu telah
terdapat tempat-tempat pendidikan Islam seperti masjid, surau dan langgar.
Selanjutnya pada abad 12/13 M. kegiatan penyebaran dan pengembangan dakwah
Islam semakin meningkat dan telah tersebar luas di berbagai daerah. Seiring
dengan itu, maka pusat-pusat pendidikan Islam semakin tersebar luas di berbagai
kawasan Indonesia, terutama di Sumatera dan Jawa. Di Jawa pusat pendidikan
Islam itu diberi nama Pesantren.
Pengembangan dan penyebaran Islam di
Jawa dimulai oleh Wali Songo, sehingga kemudian model pesantren di pulau Jawa
juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman wali songo. Karena itu
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pesantren yang pertama didirikan oleh
Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi (wafat 822H/1419 M). Meskipun
begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pesantren
dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ia mendirikan
pesantren di Kembang Kuning yang kemudian ia pindah ke Ampel Denta (Surabaya).
Misi keagamaan dan pendidikan Sunan Ampel mencapai sukses, sehingga beliau
dikenal oleh masyarakat Majapahit. Kemudian bermunculan pesantren-pesantren
baru yang didirikan oleh paraa santri dan putra beliau. Misalnya, pesantren
Giri oleh Sunan Giri, pesantren Demak oleh Raden Fatah dan pesantren Tuban oleh
Sunan Bonang.Kedudukan dan fungsi pesantren saat itu belum sebesar dan
sekompleks sekarang. Pada masa awal, pesantren hanya berfungsi sebagai alat
Islamisasi dan sekaligus memadukan tiga unsur pedidikan, yakni: ibadah untuk
menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan ilmu, dan amal untuk mewujudkan
kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.18
Mengenai metode yang digunakan dan
apakah saat itu pengajaran kitab-kitab kuning telah dikenal, belum dapat
diketahui hingga kini. Kitab yang dikenal saat itu hanyalah Uslem Bis, yaitu
sejilid kitab tulisan tangan berisi enam kitab dengan enam
Bismillahirrahmanirrahim, karangan ulama Samarkand yang berisi tentang ilmu
agama Islam paling awal.19 Bahkan pada masa kerajaan Mataram pesantren
dijadikan lembaga pedidikan formal. Anak-anak muslim di wilayah kekuasaan
Mataram diharuskan mengikuti pengajian al-Quran setiap hari di surau-surau
untuk tingkat dasar dan di pesantren untuk tingkat lanjut.20 Pada zaman penjajahan dikalangan pemerintah
kolonial Belanda, timbul dua alternatif untuk memberikan pendidikan kepada
bangsa Indonesia, yaitu mendirikan lembaga pendidikan yang berdasarkan lembaga
pendidikan tradisional, yaitu pesantren atau mendirikan lembaga pendidikan
dengan sistem pendidikan yang berlaku di Barat.21 Pendidikan pesantren, menurut
pemerintah Belanda terlalu jelek dan tidak mungkin dikembangkan menjadi
sekolah- sekolah modern. Oleh karena itu mereka mengambil alternatif kedua,
yaitu mendirikan sekolah-sekolah tersendiri yang tidak ada hubungannya dengan lembaga
pendidikan yang ada.22
Sejak pemerintah kolonial mendirikan
sekolah yang diperuntukkan bagi sebagian bangsa Indonesia tersebut, telah
terjadi persaingan antara lembaga pendidikan pesantren dengan lembaga
pendidikan kolonial.23 Persaingan tersebut bukan hanya di segi-segi ideologis
dan cita-cita pedidikan saja, melainkan juga muncul dalam bentuk perlawanan
politis dan bahkan secara fisik. Hampir semua perlawanan fisik melawan
pemerintah Belanda, bersumber atau paling tidak mendapat dukungan sepenuhnya
dari pesantren, seperti perang Diponogoro, perang Paderi, perang Banjar sampai
kepada perlawanan-perlawanan rakyat yang bersifat lokal yang tersebar di
mana-mana, tokoh—tokoh pesantren atau alumni-alumninya memegang peranan
utama.24 Kenyataan yang demikian telah menyebabkan pemerintah kolonial mulai
mengadakan pengawasan dan campur tangan terhadap pendidikan pesantren. Pada
tahun 1882 didirikan Priesterraden (pengadilan agama) yang bertugas mengadakan
pengawasan terhadap pesantren.25 Kemudian pada tahun 1905 dikeluarkan Ordonansi
yang berisi ketentuan- ketentuan pengawasan terhadap perguruan yang hanya
mengajarkan agama (pesantren) dan guru-guru agama yang akan mengajar harus
mendapatkan izin dari pemerintah setempat.26 Tapi kenyataannya pesantren tetap
eksis dan berkembang pesat pada awal abad ke XX dengan dibukanya sistem
madrasah yang didukung para ulama yang baru kembali dari tanah suci, maka untuk
mengekang dan membatasi perkembangan tersebut, Belanda mengeluarkan Ordonansi
Guru Baru pada tahun 1925 sebagai ganti Ordonansi tahun1905.27
Kebijaksanaan pemerintah Belanda
tersebut jelas merupakan pukulan bagi pertumbuhan pesantren. Akan tetapi,
sebagaimana disebutkan sebelumnya, pesantren ternyata mampu bertahan. Bahkan
pada tahun sekitar tahun 1930-an perkembangan pesantren justru amat pesat. Bila
pada sekitar tahun 1920 M pesantren besar hanya memiliki sekitar 200 santri,
maka pada tahun1930-an pesantren besar memiliki lebih dari 1500 sanri. Pada
masa ini sitem klasikal masih diterapkan dan mata pelajaran umum mulai
diajarkan..29 Wewenang dan pengembangan tersebut berada di bawah kementrian
agama.30 Meskipun demikian, pesantren juga tidak luput dari berbagai keritik,
hal ini terutama terjadi di saat-saat prakemerdekaan, dimana kondisi pesantren
telah mencapai titik kritis sebagai lembaga pendidikan tradisional yang
tertutup dan statis. Islam yang diajarkan oleh adalah Islam yang ritualistik
dan sufistik, bahkan mengarah kepada peodalisme.31
D. Berbagai
inovasi telah dilakukan untuk pengembangan pesantren
Masuknya pengetahuan umum dan
keterampilan ke dalam pesantren adalah sebagai upaya untuk memberikan bekal
tambahan, agar para santri bila telah menyelesaikan pendidikannya dapat hidup
layak dalam masyarakat. Maka ada pesantren yang lebih cendrung membina dan
mengembangkan madrasah-madrasah atau sekolah umum, baik tingkat dasar, menengah
maupun perguruan tinggi.33Karena itulah akhir-akhir ini pesantren mempunyai
kecendrungan-kecendrungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama
ini dipergunakan, yaitu:
1.
Mulai akrab dengan metodologi ilmiah.
2.
Semakin berorientasi pada pendidikan
yang fungsional, artinya terbuka terhadap perkembangan di luar.
3.
Diversifikasi program dan kegiatan
makin terbuka dan jelas.
4.
Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan
masyarakat34. Secara garis besar, pesantren sekarang ini dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu:
a.
Pesantren tradisional, yaitu
pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional (sistem
sorogan dan bandungan) dengan materi pengajaran kitab- kitab klasik yang sering
disebut dengan kitab kuning.
b.
Pesantren moderen, merupakan
pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan
sekolah ke dalam pesantren. Semua santri yang masuk pesantren terbagi dalam
tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab kuning tidak lagi bersifat sorogan dan
bandungan tetapi berubah menjadi bidang studi yang dipelajari secara individu
atau umum.35
Dalam rangka menjaga kelangsungan
hidup pesantren, pemerintah telah memberikan bimbingan dan bantuan sebagai
motivasi agar tetap berkembang sesuai dengan tututan dan kebutuhan masyarakat
serta pembangunan. Arah perkembangan pesantren dititikberatkan pada:
1.
Peningkatan tujuan institusional
pesantren dalam kerangka pendidikan nasional dan perkembangan potensinya sebagai
lembaga sosial di pedesaan.
2.
Peningkatan kurikulum dengan metode
pendidikan, agar efesiensi dan efektivitas perkembangan pesantren terarah.
3.
Menggalakkan pendidikan keterampilan
di lingkungan pesantren untuk mengembangkan potensi pesantren dalam bidang
prasarana sosial dan tarap hidup masyarakat,
4.
Menyempurnakan bentuk pesantren
dengan madrasah menurut Keputusan Bersama Ttiga Mentri (SKB 3 Mentri tahun
1975) tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah.36
Bantuan pemeerintah tersebut telah
mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak pesantren dan masyarakat dengan
ditandai dengan berdirinya Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat
(P3M) pada tanggal 18 Mei 1983 di Jakarta. Perhimpunan ini merupakan forum
komunikasi, konsultasi dan kerja sama antar pesantren dalam usaha pengembangan
diri dan masyarakat lingkungannya.Demikianlah pertumbuhan dan perkembangan
pesantren di Indonesia yang tampaknya cukup mewarnai perjalanan sejarah
pendidikan Islam di Indonesia. Kendatipun demikian pesantren dengan berbagai
kelebihannya juga tentunya tidak akan menghindar dari segala kritik dan
kekurangannya. Dan yang perlu dicermati adalah timbulnya polarisasi pesantren,
baik dalam bentuk fisik maupun materi yang diajarkan, menunjukkan telah terjadi
dinamika dalam dunia pesantren terutama setelah masa kemerdekaan. Meskipun
demikian, pesantren tetap berada pada fungsi aslinya, yakni sebagai lembaga
pendidikan guna mencetak tenaga ahli ilmu agama Islam.[2]
Dalam suatu lembaga pendidikan
Islam, ada yang namanya pesantren. Dapat dikatakan sebagai pesantren yaitu jika
memiliki elemen-elemen pokok. Adapun elemen-elemen pokoknya, yaitu : (1)
Kyai/Syaikh/Ustadz yang mendidik serta mengajar. (2) Masjid sebagai pusat
kegiatan ibadah dan tempat belajar. (3) Santri yang mengaji. (4) Pondok sebagai
tempat tinggal santri. (5) Pengajaran ilmu agama Islam. Berikut ini akan
dijelaskan satu persatu tentang elemen-elemen pondok pesantren.
Dalam lembaga pesantren, kyai adalah
elemen penting sekaligus tokoh sentral, karena kyai sebagai perintis, pendiri,
pengelola, pengasuh, dan pemimpin. Sehingga maju mundurnya pesantren tergantung
pada pribadi kyai nya, terutama keahlian dan kedalaman ilmu agamanya, wibawa
dan kharisma kyai serta keterampilannya dalam mengelola pesantren.
Menurut asal-usulnya, kata kyai
dalam bahasa jawa dipakai untuk gelar yang berbeda, seperti :
a. Sebagai
gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, misalnya “Kiai
Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton
Yogyakarta.
b. Gelar
kehormatan untuk orang-orang yang sudah tua.
c. Gelar
yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau
menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada
santrinya.
Namun gelar kyai pada saat ini tidak hanya untuk orang yang
memiliki pesantren, gelar kyai juga digunakan untuk orang yang tidak memiliki
pesantren. Misalnya, kyai di desa yang dipercayai oleh warganya untuk mengimami
sholat di mushola. Sedangkan istilah kyai berbeda-beda di setiap daerah,
misalnya di Sumatera Utara dikenal sebagai Buya atau Iyik, di Aceh dikenal
sebagai Tengku, di Jawa Barat dikenal sebagai Ajengan, di Lombok dikenal
sebagai Tuan Guru, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai Kyai. Gelar
atau sebutan kyai, biasanya diperoleh seseorang karena memiliki ilmu agama yang
tinggi, kesungguhan perjuangannya untuk kepentingan Islam, keikhlasan dan
keteladanan di tengah umat, kekhusyuannya dalam beribadah, dan kewibawaannya
sebagai pemimpin. Faktor pendidikan tidak menjamin seseorang mendapat gelar
kyai, melainkan faktor bakat dan seleksi alamiah yang lebih menentukannya.
Dalam sebuah pesantren, Kyai sangat berperan penting untuk
mengatur jalannya suatu pesantren. Jika ada suatu acara di pesantren, harus minta
izin atau restu kepada Kyai. Maka dengan ini, Kyai dipandang sebagai pusat
kekuasaan (power center) dan sekaligus sebagai pusat pengambilan keputusan
(dicision maker center). Untuk menjalankan kepemimpinannya, unsur kewibawaan
dan kharisma Kyai memegang peranan penting. Kyai adalah seorang tokoh yang
berwibawa, baik di hadapan para ustadz, santri, istri dan anak-anaknya.
Fenomena ketaatan ini, dilakukan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan kepada
Kyai, bukan karena paksaan, tetapi didasari oleh motivasi kesopanan,
mengharapkan barokah, dan tradisi pesantren untuk menghormati Kyai dan
guru-gurunya serta orang tuanya.
Lain halnya Kyai dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat
luas. Seorang Kyai biasanya dipandang sebagai sesepuh, figur yang dituakan. Karena,
selain ia berperan sebagai pemberi nasihat dalam berbagai aspek dan persoalan
kehidupan, juga ada kalanya dikenal karena memiliki keahlian untuk memberi
obat, jampi-jampi, dan doa apabila salah seorang warga mengalami musibah,
misalnya sakit. Dari sinilah latar belakangnya, sehingga Kyai pada umumnya
dikenal sebagai tokoh kunci, yang kata-katanya dan keputusannya dipegang teguh
oleh kalangan tertentu, dan melebihi kepatuhan terhadap pemimpin formal.
Dahulu, kaum muslimin selalu
memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga
pendidikan Islam. Di dalam pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang
paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat lima
waktu, khutbah, sholat jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”[3]
Santri merupakan unsur yang paling
penting dalam perkembangan pesantren, karena langkah pertama membangun
pesantren adalah murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Santri
biasanya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim.
Santri kalong adalah santri yang tidak menetap dalam pondok, tetapi pulang ke
rumah masing-masing setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran. Umumnya,
santri kalong itu untuk orang-orang yang rumahnya dekat dan terletak di daerah
sekitar pesantren. Santri mukim adalah santri yang menetap di pondok pesantren
dan biasanya rumahnya jauh.
Pondok adalah tempat tinggal Kyai
bersama para santrinya. Komplek sebuah pesantren biasanya memiliki gedung
madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian maupun
peternakan. Salah satu fungsi pondok selain untuk tempat tinggal para santri,
yaitu untuk tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan keterampilan
kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat.
Kitab-kitab Islam klasik dikarang
oleh para ulama tedahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu
pengetahuan agama Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab
Islam klasik sering disebut kitab kuning, karena kertas yang digunakan
kebanyakan berwarna kuning.
BAB III
PENUTUPAN
Pesantren
adalah lembaga pendidikan islam yang tertua di Indonesia, tempat para santri
mendalami dan sekaligus mengamalkan ilmu agama islam dalam kehidupamn
sehari-hari, dengan bimbingan kyai tau para ustadznya. pesantren dapat dianggap sebagai
petunjuk asal usul pendidikan pesantren, seperti penyerahan tanah dari negara
untuk kepentingan agama, lagipula sistem pendidikan Hindu maupun pesantren di
Indonesia tidak dijumpai pada sistem pendidikan yang asli di Mekah. Ini dapat
dijadikan alasan untuk membuktikan bahwa asal-usul sistem pendidikan pesantren
berasal dari India.
Dalam suatu lembaga pendidikan Islam,
ada yang namanya pesantren. Dapat dikatakan sebagai pesantren yaitu jika
memiliki elemen-elemen pokok. Adapun elemen-elemen pokoknya, yaitu: kyai,
masjid, santri, pondok, kitab-kitab klasik /kitab kuning.
pertumbuhan dan perkembangan
pesantren di Indonesia yang tampaknya cukup mewarnai perjalanan sejarah
pendidikan Islam di Indonesia. Kendatipun demikian pesantren dengan berbagai
kelebihannya juga tentunya tidak akan menghindar dari segala kritik dan
kekurangannya. Dan yang perlu dicermati adalah timbulnya polarisasi pesantren,
baik dalam bentuk fisik maupun materi yang diajarkan, menunjukkan telah terjadi
dinamika dalam dunia pesantren terutama setelah masa kemerdekaan. Meskipun
demikian, pesantren tetap berada pada fungsi aslinya, yakni sebagai lembaga
pendidikan guna mencetak tenaga ahli ilmu agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hariadi.
2015. Evolusi Pesantren. Yogyakarta:
LKIS Pelangi Aksara.
TIM Dakwah Pesantren. Tanya Jawab Islam:
Piis KTB.Tanpa Kota: Daarul Hijrah
Technology.
[1] Hariadi, EVALUASI PESANTREN;Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ,
(Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2015),hlm 9-12.
[2] Hariadi, EVALUASI PESANTREN;Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ,…..hlm 12-16.
[3]Hariadi, EVALUASI PESANTREN;Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ,…..hlm 17-20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar