Minggu, 20 September 2020

Asal Usul Perkembangan Pesantren

 


DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. 2

BAB I PENDAHULUAN.. 3

A.    Latar Belakang. 3

B.    Rumusan Masalah. 4

C.    Tujuan. 4

BAB II PEMBAHASAN.. 4

A.    Pengertian Pesantren. 4

B.    Asal-usul Pesantren. 5

C.    Pertumbuhan dan Perkembangan Pesantren. 6

D.    Berbagai inovasi telah dilakukan untuk pengembangan pesantren. 9

E.    Elemen-Elemen Pesantren. 10

1.     Kyai 10

2.     Masjid. 12

3.     Santri 12

4.     Pondok. 12

5.     Kitab-Kitab Islam Klasik. 12

BAB III PENUTUPAN



A.    Kesimpulan. 13

B.    Saran. 14

DAFTAR PUSTAKA.. 14

 

 

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-NYA kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pendidikan Perkembanga Islam, yang diberikan oleh ibu Endah Kurniawati, M.Pd.I., selaku dosen pengampu. Pembuatan makalah bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Perkembangan islam dengan judul makalah “ Asal-usul Perkembangan Pesantren ”

Adapun sumber dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari buku - buku maupun jurnal yang membahas tentang bahasa indonesia , kami sebagai penyusun makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia sumber walau tidak dapat bertemu langsung dan kepada orang tua kami langsung yang selalu mendukung dan mendoakan  kami sehingga diberilah  kemudahan oleh Allah SWT dalam proses pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan masing-masing, termasuk kami  mungkin dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar- besarnya. Kami berharap ada kritik dan saran dari pembaca sekalian agar menjadikan motivasi bagi kami untuk lebih baik lagi kedepanya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.



Salatiga, 22 April 2020

 

                                                                                                                                    Penulis

 

 

BAB I
PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

 

  Dalam pandangan Steenbrink, bahwa pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India. Karena sebelum proses penyebaran islam di Indonesia, sistem tersebut telah di pergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Dalam kajian ini adanya keterkaitan antara istilah “santri” yang dipergunakan setelah datangnya islam, dengan istilah yang dipergunakan sebelum datangnya islam adalah suatu hal yang wajar terjadi. Sebab, seperti yang telah kita ketahui bahwa sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah menganut aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan demikian, bisa saja terjadi istilah “santri” itu telah dikenal di kalangan masyarakat Indonesia  sebelum datangnya islam.

      Sebagai kelanjutan penyebaran islam yang dilakukan oleh Walisongo di Indonesia, khusunya di tanah jawa adalah ditandai dengan berdirinya beberapa pesantren di Jawa. Pesantren pertama kali didirikan  dan terorganisir secara baik di Jawa adalah pesantren yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1475 di butan Glagah Arum di sebelah setelah Jepara. Pesantren itu mendapat kemajuan yang pesat.

 

B.  Rumusan Masalah

1.   Apa pengertian dari pesantren ?

2.   Bagaimana asal-usul perkembangan pesantren dari awal didirikannya pesantren di Indonesia ?

3.   Apa saja elemen-elemen pokok yang harus dimiliki oleh pondok pesantren ?

 

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dengan jelas apa yang di maksud dari pesantren.

2. Mengetahui asal-usul perkembangan pesantren di Indonesia di awal didirikannya pesantren.

3. Mengetahui  asal mula nama santri, yang berperan sebagai pendidik di pesantren.

         4. Mengetahui elemen-elemen apa sajakah yang harus di miliki pesantren.     

                                                       

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Pesantren

Istilah “pesantren” menurut H.A.R.Giib (1953: 460) adalah javanese “santri-place”, seminary for students of teology (santri) on the islands of java and madura (tempat santri jawa, seminari teologi bagi santri di pulau jawa dan madura. Sedangkan menurut Dhofier (1990:18) berasal dari kata “santri”,yang dengan awalan “pe” di depan dan akhiran “an” (menjadi pesantren) yang berarti tempat tinggal para santri. Di dalamnya pelajar (santri) mengikuti pelajaran agama islam. Demikian juga Ziemek (1985: 16) menyebutkan bahwa asal etimologi dari pesantren adalah pe-santri-an, “tempat santri”.

Selain itu, asal kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata “sant” (manusia baik-baik) dengan suku kata “tra” (suka menolong), sehingga kata “pesantren”dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”(Wahjoetomo: 1997: 5). Santri atau murid mendapat pelajaran dari pimpinan pesantren (kyai)dan oleh para guru ( ulama atau ustadz),pelajarannya mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan islam. Kenyataan yang didapatkan dalam kehidupan sekarang memang pesantren itu adalah suatu lembaga pendidikan islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia.

Penting disampaikan dalam kajian ini adanya keterkaitan antara istilah “santri” yang di pergunakan setelah datangnaya agama islam, dengan istilah yang dipergunakan sebelum datangnya islam adalah suatu hal yang wajar terjadi. Sebab, seperti yang telah diketahui bahwa sebelum islam masuk ke Indonesia, masayarakat Indonesia telah menganut beranekan ragam agama dan kepercayaan, termasuk agama Hindhu. Dengan demikian, bisa saja terjadi istilah “santri” itu telah dikenal di kalangan masyarakat Indonesia sebelum datangnya islam.

Selanjutnya di bawah pengaruh islam, sistem pendidikan tersebut diambil dan mengganti nilai ajarannya dengan nilai ajaran agama islam. Model pendidikan “agama jawa” itu disebut “ pawiyatan”, berbentuk asrama dan dengan rumah guru. Gurunya yang disebut “Ki Ajar” di tengah-tengahnya murid yang di sebut “cantrik”. Ki ajar dan cantrik atau murid tersebut hidup bersama dalam satu kampus, hubungan meraka sangat erat, bagaikan keluarga dalam satu rumah. Ilmu- ilmu yang di ajarkan adalah: filsafat, alam, seni, sastra dan sebagainya, diberikan secara terpadu dengan pendidikan agama dan moral.

Akhirnya, bisa dikemukakan disini bahwa pesantren itu adalah lembaga pendidikan islam yang tertua di Indonesia tempat para santri mendalami dan sekaligus mengamalkan ilmu agama islam dalam kehidupan sehari-hari, dengan bimbingan kiai atau para ustadznya sebagai “model” (suri tauladan) sehingga pesantren bisa di pandang sebagai “ laboratorium-sosial” bagi penerapan ajaran agama islam.[1]

 

B.  Asal-usul Pesantren

Tidak jelas dan tidak banyak referensi yang menjelaskan kapan pesantren pertama berdiri, bahkan sebenarnya istilah pesantren, kiai dan santri pun masih diperselisihkan. Dalam pandangan Steenbrink, bahwa pendidikan pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Karena sebelum proses  penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem tersebut diambil oleh Islam.

Istilah pesantren sendiri seperti halnya mengaji bukan berasal dari istilah Arab melainkan dari India demikian juga istilah pondok, langgar di Jawa, surau di Minangkabau, rangkang di Aceh bukan istilah Arab melainkan istilah yang terdapat di India (Steenbrink:1991:20). Dengan demikian dilihat dari bentuknya antara pendidikan Hindu di Indonesia dan pesantren dapat dianggap sebagai petunjuk asal usul pendidikan pesantren, seperti penyerahan tanah dari negara untuk kepentingan agama, lagipula sistem pendidikan Hindu maupun pesantren di Indonesia tidak dijumpai pada sistem pendidikan yang asli di Mekah (Noer:2002:93). Ini dapat dijadikan alasan untuk membuktikan bahwa asal-usul sistem pendidikan pesantren berasal dari India. (Buku)

Pendapat bahwa pesantren berasal dari India tidak selamanya benar, ada pendapat lain menyebutkan bahwa pesantren itu berasal dari tradisi Islam itu sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pesantren mempunyai kaitan erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Hal ini ditandai oleh terbentuknya kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan zikir dan wirid tertentu. Dan pemimpin tarekat itu disebut kyai, yang mewajibkan pengikut- pengikutnya untuk melaksanakan suluk selama empatpuluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan kegiatan ibadah di bawah bimbingan kyai. Disamping mengajarkan amalan tarekat, para pengikut itu juga diajarkan kitab-kitab agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Aktivitas yang dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian, yang dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga pendidikan yang disebut pesantren.

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pesantren berasal dari lembaga pengajian dan pengajaran Islam di Masjid- masjid Khan di Mesir, karena jika penyebar Islam berasal dari arab, maka secara otomatis gerakan dakwah mereka akan dipengaruhi oleh lembaga tersebut, sehingga paling tidak mereka akan menyebarkan Islam berdasarkan apa yang ada di negara mereka. Persoalan historis tentang asal-usul pesantren tidak dapat dipahami secara menyeluruh, karena ia adalah sejarah masa lalu yang sangat tua sekali, sehingga membutuhkan bahan-bahan dari abad 17 dan 16 atau bahkan sebelumnya. Terlepas dari persoalan tersebut di atas, bahwa hubungan erat antara Islam di Indonesia dengan pusat-pusat Islam, terutama Mekkah terjadi semenjak dioperasikannya kapal uap dan pembukaan terusan Suez. Semua itu membuktikan bahwa praktek pendidikan Islam pada abad 19, pada garis besarnya merupakan usaha penyesuaian diri dengan pendidikan Islam yang diberikan di Mekkah. Dari sinilah sebagian besar kitab berasal dan guru-guru besar medapatkan pendidikan. (Pdf)

 

C. Pertumbuhan dan Perkembangan Pesantren

Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia semenjak masuknya Islam ke Nusantara. Menurut hasil kesimpulan “Seminar masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963, bahwa Islam masuk ke Indonesia semenjak abad pertama Hijriah atau sekitar abad ke- 7/8 M. Hasil ini diperkuat oleh hasil seminar “Masuk dan perkembangan Islam di Aceh” yang diadakan tahun 1978. Pendapat lain mengatakan bahwa masuknya Islam di Indonesia pada abad 13 M, didasarkan atas dugaan akibat runtuhnya dinasti Abbasiyah oleh Hulagu tahun 1258 M, kemudian diperkuat lagi oleh bukti berita Marco Polo tahun 1292 M. dan juga berita Ibnu Battutah abad ke-14 serta adanya nisan kubur sultan Malik As-Saleh tahun 1297. Kedua pendapat tersebut dapat dicari titik temunya berdasarkan pandangan bahwa sesungguhnya kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan.15 Dengan demikian ada daerah yang lebih awal didatangi oleh Islam dan ada pula yang lebih akhir. Bila berpegang pada pendapat pertama, maka sekitar abad ke-7 dan 8 M, pada daerah tertentu telah menerima ajaran Islam. Dengan demikian tentulah pada waktu itu telah terdapat tempat-tempat pendidikan Islam seperti masjid, surau dan langgar. Selanjutnya pada abad 12/13 M. kegiatan penyebaran dan pengembangan dakwah Islam semakin meningkat dan telah tersebar luas di berbagai daerah. Seiring dengan itu, maka pusat-pusat pendidikan Islam semakin tersebar luas di berbagai kawasan Indonesia, terutama di Sumatera dan Jawa. Di Jawa pusat pendidikan Islam itu diberi nama Pesantren.

Pengembangan dan penyebaran Islam di Jawa dimulai oleh Wali Songo, sehingga kemudian model pesantren di pulau Jawa juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman wali songo. Karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pesantren yang pertama didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi (wafat 822H/1419 M). Meskipun begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ia mendirikan pesantren di Kembang Kuning yang kemudian ia pindah ke Ampel Denta (Surabaya). Misi keagamaan dan pendidikan Sunan Ampel mencapai sukses, sehingga beliau dikenal oleh masyarakat Majapahit. Kemudian bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh paraa santri dan putra beliau. Misalnya, pesantren Giri oleh Sunan Giri, pesantren Demak oleh Raden Fatah dan pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.Kedudukan dan fungsi pesantren saat itu belum sebesar dan sekompleks sekarang. Pada masa awal, pesantren hanya berfungsi sebagai alat Islamisasi dan sekaligus memadukan tiga unsur pedidikan, yakni: ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.18

Mengenai metode yang digunakan dan apakah saat itu pengajaran kitab-kitab kuning telah dikenal, belum dapat diketahui hingga kini. Kitab yang dikenal saat itu hanyalah Uslem Bis, yaitu sejilid kitab tulisan tangan berisi enam kitab dengan enam Bismillahirrahmanirrahim, karangan ulama Samarkand yang berisi tentang ilmu agama Islam paling awal.19 Bahkan pada masa kerajaan Mataram pesantren dijadikan lembaga pedidikan formal. Anak-anak muslim di wilayah kekuasaan Mataram diharuskan mengikuti pengajian al-Quran setiap hari di surau-surau untuk tingkat dasar dan di pesantren untuk tingkat lanjut.20    Pada zaman penjajahan dikalangan pemerintah kolonial Belanda, timbul dua alternatif untuk memberikan pendidikan kepada bangsa Indonesia, yaitu mendirikan lembaga pendidikan yang berdasarkan lembaga pendidikan tradisional, yaitu pesantren atau mendirikan lembaga pendidikan dengan sistem pendidikan yang berlaku di Barat.21 Pendidikan pesantren, menurut pemerintah Belanda terlalu jelek dan tidak mungkin dikembangkan menjadi sekolah- sekolah modern. Oleh karena itu mereka mengambil alternatif kedua, yaitu mendirikan sekolah-sekolah tersendiri yang tidak ada hubungannya dengan lembaga pendidikan yang ada.22

Sejak pemerintah kolonial mendirikan sekolah yang diperuntukkan bagi sebagian bangsa Indonesia tersebut, telah terjadi persaingan antara lembaga pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan kolonial.23 Persaingan tersebut bukan hanya di segi-segi ideologis dan cita-cita pedidikan saja, melainkan juga muncul dalam bentuk perlawanan politis dan bahkan secara fisik. Hampir semua perlawanan fisik melawan pemerintah Belanda, bersumber atau paling tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari pesantren, seperti perang Diponogoro, perang Paderi, perang Banjar sampai kepada perlawanan-perlawanan rakyat yang bersifat lokal yang tersebar di mana-mana, tokoh—tokoh pesantren atau alumni-alumninya memegang peranan utama.24 Kenyataan yang demikian telah menyebabkan pemerintah kolonial mulai mengadakan pengawasan dan campur tangan terhadap pendidikan pesantren. Pada tahun 1882 didirikan Priesterraden (pengadilan agama) yang bertugas mengadakan pengawasan terhadap pesantren.25 Kemudian pada tahun 1905 dikeluarkan Ordonansi yang berisi ketentuan- ketentuan pengawasan terhadap perguruan yang hanya mengajarkan agama (pesantren) dan guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.26 Tapi kenyataannya pesantren tetap eksis dan berkembang pesat pada awal abad ke XX dengan dibukanya sistem madrasah yang didukung para ulama yang baru kembali dari tanah suci, maka untuk mengekang dan membatasi perkembangan tersebut, Belanda mengeluarkan Ordonansi Guru Baru pada tahun 1925 sebagai ganti Ordonansi tahun1905.27

Kebijaksanaan pemerintah Belanda tersebut jelas merupakan pukulan bagi pertumbuhan pesantren. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan sebelumnya, pesantren ternyata mampu bertahan. Bahkan pada tahun sekitar tahun 1930-an perkembangan pesantren justru amat pesat. Bila pada sekitar tahun 1920 M pesantren besar hanya memiliki sekitar 200 santri, maka pada tahun1930-an pesantren besar memiliki lebih dari 1500 sanri. Pada masa ini sitem klasikal masih diterapkan dan mata pelajaran umum mulai diajarkan..29 Wewenang dan pengembangan tersebut berada di bawah kementrian agama.30 Meskipun demikian, pesantren juga tidak luput dari berbagai keritik, hal ini terutama terjadi di saat-saat prakemerdekaan, dimana kondisi pesantren telah mencapai titik kritis sebagai lembaga pendidikan tradisional yang tertutup dan statis. Islam yang diajarkan oleh adalah Islam yang ritualistik dan sufistik, bahkan mengarah kepada peodalisme.31

 

D. Berbagai inovasi telah dilakukan untuk pengembangan pesantren

Masuknya pengetahuan umum dan keterampilan ke dalam pesantren adalah sebagai upaya untuk memberikan bekal tambahan, agar para santri bila telah menyelesaikan pendidikannya dapat hidup layak dalam masyarakat. Maka ada pesantren yang lebih cendrung membina dan mengembangkan madrasah-madrasah atau sekolah umum, baik tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi.33Karena itulah akhir-akhir ini pesantren mempunyai kecendrungan-kecendrungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, yaitu:

1.   Mulai akrab dengan metodologi ilmiah.

2.   Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka terhadap perkembangan di luar.

3.   Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan jelas.

4.   Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat34. Secara garis besar, pesantren sekarang ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a.    Pesantren tradisional, yaitu pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional (sistem sorogan dan bandungan) dengan materi pengajaran kitab- kitab klasik yang sering disebut dengan kitab kuning.

b.   Pesantren moderen, merupakan pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam pesantren. Semua santri yang masuk pesantren terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab kuning tidak lagi bersifat sorogan dan bandungan tetapi berubah menjadi bidang studi yang dipelajari secara individu atau umum.35

Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup pesantren, pemerintah telah memberikan bimbingan dan bantuan sebagai motivasi agar tetap berkembang sesuai dengan tututan dan kebutuhan masyarakat serta pembangunan. Arah perkembangan pesantren dititikberatkan pada:

1.   Peningkatan tujuan institusional pesantren dalam kerangka pendidikan nasional dan perkembangan potensinya sebagai lembaga sosial di pedesaan.

2.   Peningkatan kurikulum dengan metode pendidikan, agar efesiensi dan efektivitas perkembangan pesantren terarah.

3.   Menggalakkan pendidikan keterampilan di lingkungan pesantren untuk mengembangkan potensi pesantren dalam bidang prasarana sosial dan tarap hidup masyarakat,

4.   Menyempurnakan bentuk pesantren dengan madrasah menurut Keputusan Bersama Ttiga Mentri (SKB 3 Mentri tahun 1975) tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah.36

Bantuan pemeerintah tersebut telah mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak pesantren dan masyarakat dengan ditandai dengan berdirinya Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) pada tanggal 18 Mei 1983 di Jakarta. Perhimpunan ini merupakan forum komunikasi, konsultasi dan kerja sama antar pesantren dalam usaha pengembangan diri dan masyarakat lingkungannya.Demikianlah pertumbuhan dan perkembangan pesantren di Indonesia yang tampaknya cukup mewarnai perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Kendatipun demikian pesantren dengan berbagai kelebihannya juga tentunya tidak akan menghindar dari segala kritik dan kekurangannya. Dan yang perlu dicermati adalah timbulnya polarisasi pesantren, baik dalam bentuk fisik maupun materi yang diajarkan, menunjukkan telah terjadi dinamika dalam dunia pesantren terutama setelah masa kemerdekaan. Meskipun demikian, pesantren tetap berada pada fungsi aslinya, yakni sebagai lembaga pendidikan guna mencetak tenaga ahli ilmu agama Islam.[2]

 

E.  Elemen-Elemen Pesantren

Dalam suatu lembaga pendidikan Islam, ada yang namanya pesantren. Dapat dikatakan sebagai pesantren yaitu jika memiliki elemen-elemen pokok. Adapun elemen-elemen pokoknya, yaitu : (1) Kyai/Syaikh/Ustadz yang mendidik serta mengajar. (2) Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan tempat belajar. (3) Santri yang mengaji. (4) Pondok sebagai tempat tinggal santri. (5) Pengajaran ilmu agama Islam. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu tentang elemen-elemen pondok pesantren.

1.   Kyai

Dalam lembaga pesantren, kyai adalah elemen penting sekaligus tokoh sentral, karena kyai sebagai perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, dan pemimpin. Sehingga maju mundurnya pesantren tergantung pada pribadi kyai nya, terutama keahlian dan kedalaman ilmu agamanya, wibawa dan kharisma kyai serta keterampilannya dalam mengelola pesantren.

Menurut asal-usulnya, kata kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk gelar yang berbeda, seperti :

a.    Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, misalnya “Kiai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta.

b.   Gelar kehormatan untuk orang-orang yang sudah tua.

c.    Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya.

Namun gelar kyai pada saat ini tidak hanya untuk orang yang memiliki pesantren, gelar kyai juga digunakan untuk orang yang tidak memiliki pesantren. Misalnya, kyai di desa yang dipercayai oleh warganya untuk mengimami sholat di mushola. Sedangkan istilah kyai berbeda-beda di setiap daerah, misalnya di Sumatera Utara dikenal sebagai Buya atau Iyik, di Aceh dikenal sebagai Tengku, di Jawa Barat dikenal sebagai Ajengan, di Lombok dikenal sebagai Tuan Guru, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai Kyai. Gelar atau sebutan kyai, biasanya diperoleh seseorang karena memiliki ilmu agama yang tinggi, kesungguhan perjuangannya untuk kepentingan Islam, keikhlasan dan keteladanan di tengah umat, kekhusyuannya dalam beribadah, dan kewibawaannya sebagai pemimpin. Faktor pendidikan tidak menjamin seseorang mendapat gelar kyai, melainkan faktor bakat dan seleksi alamiah yang lebih menentukannya.

Dalam sebuah pesantren, Kyai sangat berperan penting untuk mengatur jalannya suatu pesantren. Jika ada suatu acara di pesantren, harus minta izin atau restu kepada Kyai. Maka dengan ini, Kyai dipandang sebagai pusat kekuasaan (power center) dan sekaligus sebagai pusat pengambilan keputusan (dicision maker center). Untuk menjalankan kepemimpinannya, unsur kewibawaan dan kharisma Kyai memegang peranan penting. Kyai adalah seorang tokoh yang berwibawa, baik di hadapan para ustadz, santri, istri dan anak-anaknya. Fenomena ketaatan ini, dilakukan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan kepada Kyai, bukan karena paksaan, tetapi didasari oleh motivasi kesopanan, mengharapkan barokah, dan tradisi pesantren untuk menghormati Kyai dan guru-gurunya serta orang tuanya.

Lain halnya Kyai dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat luas. Seorang Kyai biasanya dipandang sebagai sesepuh, figur yang dituakan. Karena, selain ia berperan sebagai pemberi nasihat dalam berbagai aspek dan persoalan kehidupan, juga ada kalanya dikenal karena memiliki keahlian untuk memberi obat, jampi-jampi, dan doa apabila salah seorang warga mengalami musibah, misalnya sakit. Dari sinilah latar belakangnya, sehingga Kyai pada umumnya dikenal sebagai tokoh kunci, yang kata-katanya dan keputusannya dipegang teguh oleh kalangan tertentu, dan melebihi kepatuhan terhadap pemimpin formal.

2.   Masjid

Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Di dalam pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat lima waktu, khutbah, sholat jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”[3]

3.   Santri

Santri merupakan unsur yang paling penting dalam perkembangan pesantren, karena langkah pertama membangun pesantren adalah murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Santri biasanya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong adalah santri yang tidak menetap dalam pondok, tetapi pulang ke rumah masing-masing setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran. Umumnya, santri kalong itu untuk orang-orang yang rumahnya dekat dan terletak di daerah sekitar pesantren. Santri mukim adalah santri yang menetap di pondok pesantren dan biasanya rumahnya jauh.

4.   Pondok

Pondok adalah tempat tinggal Kyai bersama para santrinya. Komplek sebuah pesantren biasanya memiliki gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian maupun peternakan. Salah satu fungsi pondok selain untuk tempat tinggal para santri, yaitu untuk tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan keterampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat.

5.   Kitab-Kitab Islam Klasik

Kitab-kitab Islam klasik dikarang oleh para ulama tedahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agama Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning, karena kertas yang digunakan kebanyakan berwarna kuning.


                                                                        

BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang tertua di Indonesia, tempat para santri mendalami dan sekaligus mengamalkan ilmu agama islam dalam kehidupamn sehari-hari, dengan bimbingan kyai tau para ustadznya. pesantren dapat dianggap sebagai petunjuk asal usul pendidikan pesantren, seperti penyerahan tanah dari negara untuk kepentingan agama, lagipula sistem pendidikan Hindu maupun pesantren di Indonesia tidak dijumpai pada sistem pendidikan yang asli di Mekah. Ini dapat dijadikan alasan untuk membuktikan bahwa asal-usul sistem pendidikan pesantren berasal dari India.

Dalam suatu lembaga pendidikan Islam, ada yang namanya pesantren. Dapat dikatakan sebagai pesantren yaitu jika memiliki elemen-elemen pokok. Adapun elemen-elemen pokoknya, yaitu: kyai, masjid, santri, pondok, kitab-kitab klasik /kitab kuning.

B.     Saran

pertumbuhan dan perkembangan pesantren di Indonesia yang tampaknya cukup mewarnai perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Kendatipun demikian pesantren dengan berbagai kelebihannya juga tentunya tidak akan menghindar dari segala kritik dan kekurangannya. Dan yang perlu dicermati adalah timbulnya polarisasi pesantren, baik dalam bentuk fisik maupun materi yang diajarkan, menunjukkan telah terjadi dinamika dalam dunia pesantren terutama setelah masa kemerdekaan. Meskipun demikian, pesantren tetap berada pada fungsi aslinya, yakni sebagai lembaga pendidikan guna mencetak tenaga ahli ilmu agama Islam.

                                                                                                                               

 

DAFTAR PUSTAKA

Hariadi. 2015. Evolusi Pesantren. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara.
TIM Dakwah Pesantren. Tanya Jawab Islam: Piis KTB.Tanpa Kota: Daarul Hijrah Technology.



[1] Hariadi, EVALUASI PESANTREN;Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ, (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2015),hlm 9-12.

[2] Hariadi, EVALUASI PESANTREN;Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ,..hlm 12-16.

[3]Hariadi, EVALUASI PESANTREN;Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ,..hlm 17-20.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru yang Baik dan Professional dalam Mengajar

Guru yang Baik dan Profesional               Guru adalah orang tua kedua bagi para siswa ketika berada di sekolah. Yang tugasnya tidak h...