BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Madrasah
Kata “madrasah” diambil dari kata “darasa-yadrusu-darsan : belajar”. Kata madrasah sebagai isim
makan (kata yang
menunjukkan tempat) menunjuk pada makna “tempat belajar”. Atau jika dialihbahasakan ke bahasa Indonesia biasa diartikan dengan sekolah. Dilihat
dari pemaknaan bahasa
arab, madrasah yang menunjuk pada “tempat belajar” secara umum tidak menunjuk suatu tempat tertentu, karena bisa dilaksanakan kapan saja dan di mana saja (di rumah, mushola,
masjid, atau tempat lain sesuai situasi dan kondisinya). Tempat-tempat tersebut dalam sejarah
lembaga pendidikan islam memegang peranan penting sebagai wadah pentransformasian ilmu bagi umat islam khususnya. Dalam
perkembangan selanjutnya, secara teknis kata madrasah diartikan secara sempit, yaitu sebuah gedung atau
bangunan yang dilengkapi fasilitas,
sarana dan prasarana pendidikan untuk berlangsungnya pembelajaran ilmu agama
dan atau ilmu umum. Secara umum dapat diartikan bahwa madrasah adalah tempat
pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran untuk mencerdaskan peserta
didik dan mengembangkan bakat dan ketrampilannya.
Istilah madrasah telah menyatu dengan
istilah sekolah atau perguruan, terutama perguruan tinggi islam. Istilah
madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum. Sedangkan di
Indonesia, istilah madrasah hanya ditujukan untuk sekolah bercorak islam dan
mata pelajarannya yang banyak membahas tentang ilmu keagamaan. Lahirnya
madrasah merupakan kelanjutan dari dunia pesantren yang didalam madrsah sendiri
terdapat unsur-unsur pokok dari pesantren. Unsur-unsur yang diutamakan dalam
madrasah adalah kepala sekolah, guru, siswa, media pembelajaran, ilmu
keagamaan. Pengetahuan dan ketrampilan peserta didik akan cepat berkembang
dengan adanya perkembangan iptek yang semakin maju. Sehingga pada dasarnya
madrasah adalah wahana untuk mengembangkan intelektual dan informasi, serta
memperbaiki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang berkelanjutan.
B.
Faktor-faktor Munculnya Madrasah
Dalam buku yang di kutip oleh Abdullah Idi dan Toto Suharto dalam buku “Revitalisasi Pendidikan Islam”, madrasah muncul
karena 2 faktor :
1.
Faktor
Internal
Madrasah muncul karena proses pendidikan dari
lembaga-lembaga sebelumnya yaitu: surau, kuttab, masjid dan masjid khan.
Dalam pandangan Mehdi, disebutkan bahwa faktor tersebut memiliki kelemahan, antara lain :
·
Kurikulum dan fasilitas pada
lembaga-lembaga tersebut dipandang belum mampu mendukung terciptanya proses
pendidikan yang memadai.
·
Adanya pertentangan antara tujuan
pendidikan dan tujuan agama pada ketiga lembaga tersebut hampir tidak dapat dikompromi.
·
Tujuan pendidikan memiliki konsekuensi pada
aktivitas yang cenderung menimbulkan suasana hiruk-pikuk.
·
Kegiatan ibadah di masjid menghendaki
suasana tenang dan penuh kekhusyukan.
2.
Faktor eksternal
Secara eksternal, kemajuan ilmu pengetahuan
menuntut adanya sistem pengkajian bagi mereka yang mencari penghidupan melalui
dunia pendidikan. Ada 4 faktor eksternal yang mendasari munculnya madrasah
yaitu :
·
Faktor
politik.
Para penguasa menarik hati rakyat dengan jalan
memajukan agama dan mementingkan pendidikan. Dan penguasa tidak segan segan
mengeluarkan sejumlah dana yang besar untuk membangun madrasah.
·
Faktor religius.
Para penguasa yang hidup dengan kemewahan bermaksud
beramal dan menyiarkan agama islam dengan jalan mendirikan madrasah.
·
Faktor ekonomi.
Para penguasa dan orang-orang kaya mewakafkan harta
mereka untuk pembangunan madrasah, dengan syarat pihak pengelolanya adalah
putera-putera mereka secara turun menurun.
·
Faktor fanatisme.
Pertentangan antara kaum sunni dan syi’ah membuat masing-masing pihak berlomba
mendirikan madrasah sebagai alat untuk memperkuat aliran keagamaan
masing-masing.
- Perkembangan Madrasah di Indonesia
Pendidikan di Indonesia pada Era Orde Baru telah
berkembang dalam sistem yang dualistik antara pendidikan umum (nasional) dan
pendidikan agama (Islam) dimana pendidikan umum lebih dominan. Adanya sistem
dualistik ini merupakan refleksi politik dari golongan Nasionalisme dan Islam,
yang sejak awal kemerdekaan telah berbenturan dan tidak dapat dielakkan dalam
memutuskan dasar dan bentuk negara Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki akar
sejarah yang panjang—jauh lebih panjang dari tradisi pendidikan sekolah atau
universitas yang mendominasi pendidikan nasional sampai saat ini. Dan usaha
untuk memadukan sistem yang dualistik
tersebut telah dimulai sejak paruh kedua abad ke-19 ketika gerakan modernisme
Islam mulai berkembang di Indonesia. Berikut akan kami paparkan perkembangan
madrasah yang ada di Indonesia mulai dari jaman penjajahan sampai dengan
sekarang.
1.
Masa Penjajahan dan
Orde Lama
Madrasah mulai
muncul pada zaman pemerintahan kolonial Belanda atas dasar semangat
pembaharuan di kalangan umat Islam. Latar belakang kelahiran madrasah bertumpu
pada dua faktor penting. Satu yaitu kurang
sistematis. Dan kedua, laju perkembangan sekolah-sekolah ala Belanda di kalangan
masyarakat cenderung meluas dan membawakan watak sekularisme (paham yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada
agama) sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan Islam yang memiliki model dan organisasi
yang lebih teratur dan terencana.
Ordonansi guru
dinilai umat Islam sebagai kebijakan yang tidak sekedar membatasi perkembangan
pendidikan Islam saja, tetapi sekaligus menghapus peran penting Islam di
Indonesia. Dalam perkembangannya, Ordonansi Guru itu sendiri mengalami
perubahan dari keharusan guru agama mendapatkan surat izin menjadi keharusan
guru agama itu cukup melapor dan memberitahu saja. Ketentuan ini mengatur bahwa
penyelenggaraan pendidikan harus terlebih dahulu
mendapatkan izin dari pemerintah.
Kebijakan yang
kurang menguntungkan terhadap pendidikan Islam masih berlanjut pada masa
penjajahan Jepang, meskipun terdapat beberapa modifikasi. Untuk memperoleh
dukungan dari umat Islam, pemerintah Jepang menawarkan bantuan dana bagi
sekolah dan madrasah. Jepang juga membiarkan dibukanya kembali madrsah-madrsah
yang pernah ditutup pada masa pemerintah sebelumnya.
Setelah Indonesia merdeka, perkembangan madrasah pada masa Orde Lama sangat terkait
dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. Salah
satu gambaran dari perkembangan madrasah yang cukup menonjol pada masa Orde
Lama adalah didirikan dan dikembangkannya Pendidikan Guru Agama (PGA) dan
Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Kedua madrasah ini menandai perkembangan yang sangat penting dimana madrasah dimaksudkan mencetak
tenaga-tenaga professional keagamaan, di samping mempersiapkan tenaga-tenaga
yang siap mengembangkan madrasah. Orde Lama memberikan sumbangan yang cukup
penting bagi perkembangan madrasah pada masa berikutnya. Perkembangan jumlah
PGA pada tahun 1951 mencapai 25 buah, pada tahun 1954 mencapai 30 buah. Sampai
pertengahan dekade 60-an, madrasah tersebar di berbagai daerah di hampir seluruh provinsi di Indonesia
2.
Pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde
Baru, antara akhir 70-an sampai dengan akhir 80-an, Pemerintah Orde Baru mulai memikirkan kemungkinan
mengintegrasikan madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Pada mulanya, kurikulum
madrasah hanya berkaitan dengan keislaman saja, tetapi setelah sampai pada masa Orde
Baru sedikit demi sedikit pelajaran umum mulai masuk ke dalam kurikulum
madarasah. Buku-buku agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan
madrasah, senagaimana buku-buku pengetahuan umum yang berlaku di
sekolah-sekolah umum. Perkembangan selanjutnya, perbedaan antara madrasah
dengan sekolah umum dikatakan hampir kabur, kecuali pada kurikulum dan nama madrasah yang diembeli Islam,
serta kurikulum madrasah dan sekolah dengan presentase yang berbeda.
Selanjutnya dalam
rangka meningkatkan madrasah sesuai dengan sasaran BPNKIP, agar madrasah dapat
bantuan materiil dan bimbingan dari pemerintah, maka jenjang
pendidikan pada madrasah disusun sebagai berikut:
1.
Madrasah Rendah,
atau dikenal dengan Madrasah Ibtidaiyah ialah madrasah yang memuat pendidikan
dan pengetahuan agama islam menjadi pokok pengajarannya, dengan lama pendidikan
6 tahun.
2.
Madrasah Lanjutan
Tingkat Pertama, atau sekarang dikenal dengan Madrasah Tsanawiyah ialah
madrasah yang menerima murid tamatan madrasah rendah, dengan lama pendidikan 3
tahun.
3.
Madrasah Lanjutan
Atas, atau sekarang dikenal dengan Madrasah Aliyah ialah madrasah yang menerima
murid tamatan madrasah lanjutan pertama, dengan lama belajar 3 tahun.
Dalam Tap MPRS No.
2 Tahun 1960 ditegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan otonom di
bawah pengawasan Menteri Agama. Dengan adanya Tap MPRS tersebut, pada Tahun
1976 Menteri agama mengeluarkan Surat Keputusan untuk menegerikan sejumlah
madrasah dari MI sampa MA dengan penggantian nama menjadi Madrasah Ibtidaiyah
Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSAIN) dan Madrah Aliyah Nageri
(MAAIN).
Akan tetapi, bersamaan dengan itu terdengar adanya upaya
pemerintah untuk menyatu-atapkan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia,
termasuk madrasah di bawah Departeman Pendidikan dan Kebudayaan (P&K). Ada kekhawatiran dari
sejumlah masyarakat Islam, maka Presiden mengeluarkan JUKLAK. Juklak ini
menuntun kemunculan Surat Keputusan Bersama. Beberapa poin yang memperkuat
eksistensi madrasah misalnya tentang tingkatan madrasah :
1.
Madrasah Ibtidaiyah
setingkat dengan Sekolah Dasar
2.
Madrasah Tsanawiyah
setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama
3.
Madrasah Aliyah
setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Namun demikian,
ternyata masih ada madrasah yang mempertahankan mata pelajaran agama 100% tanpa memasukkan pelajaran umum, dengan
penjenjangannya sebagai berikut:
1.
Madrasah Diniyah
Awaliyah
2.
Madrasah Diniyah
Wustha
3.
Madrasah Diniyah
Aliyah
Kemantapan
eksistensi madrasah pada masa Orde Baru terus berlanjut sampai sekarang. Hal tersebut terlihat jelas dengan munculnya UU No. 20 tahun 2003. Kemantapan itu
tidak berubah; madrasah tetap merupakan bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional, kendati pengelolaannya masih dilakukan oleh
Departemen Agama. Namun disamping
itu, ada catatan penting yang mesti diperhatikan oleh kalangan-kalangan yang
berkepentingan dengan perkembangan lembaga pendidikan Islam ini, sehubungan
dengan adanya perubahan pada bagian-bagian tertentu.
BAB III
PENUTUP
Madrasah
di Indonesia berbeda pemaknaannya dengan madrasah yang ada di Tanah Arab. Jika
di Tanah Arab dimaknai dengan semua sekolah secara umum, di Indonesia lebih
sempit pemaknaannya, yaitu sekolah yang bercorak islam dan banyak mata
pelajarannya banyak membahas tentang ilmu keagamaan. Kemunculan madrasah
dipelopori dari proses pembelajaran sebelumnya yang dilakukan di kuttab-kuttab,
surau-surau, atau masjid-masjid dan juga dengan adanyan pengkajian dari
orang-orang yang mencari penghidupan melalui jalur pendidikan.
Sejarah
dunia pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan islam mengarungi dunia
petualangannya yang sangat panjang. Dimulai sejak zaman penjajahan Belanda,
dengan munculnya madrasah yang dilandasi semangat pembaruan di kalangan umat
islam karena melihat pendidikan islam
tradisional kurang sistematis serta kurang pragmatis dan melihat dampak sekolah
ala Belanda yang mewarisi watak sekularisme. Karena kekhawatiran akan timbulnya
militansi kaum muslim terpelajar, maka pemerintah Hindia-Belanda memberi
kebijakan pada pendidikan islam yang bersifat menekan dan semakin lama
memberatkan dengan diperketatnya Ordonansi Guru. Kebijakan yang kurang
menguntungkan ini berlanjut sampai dengan masa penjajahan Jepang. Walaupun
kebijakan pada pemerintah Jepang lebih longgar daripada kebijakan pemerintah
belanda. Setelah Indonesia merdeka, perkembangan madrasah diperjuangkan oleh
Departemen Agama sejak awal kemerdekaan--Orde Lama. Sampai pada era Orde Baru,
pendidikan agama, termasuk madrasah diintegrasikan dengan sistem pendidikan
nasional dengan cara memasukkan beberapa pelajaran umum ke dalam kurikulum
pendidikan agama. Melalui beberapa kebijakan, madrasah beberapa kali
dimodifikasi meskipun mengalami kendala dan tantangan yang tidak mudah. Hingga
pada akhirnya eksistensi madrasah dari era Orde Baru terus berlanjut sampai
sekarang dengan
munculnya UU No. 20 tahun 2003, madrasah tetap merupakan bagian integral dari
Sistem Pendidikan Nasional, kendati pengelolaannya masih dilakukan oleh
Departemen Agama .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar