KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini yang berjudul “Munakahat (Pernikahan)”. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Fiqh. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bab-bab
munakahat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Harapan kami dalam pembuatan makalah
ini, yaitu agar makalah ini dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca. Kami
selaku pembuat makalah ini ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen kami yang
telah memberikan tugas makalah ini, serta kami juga berterimakasih kepada semua
pihak yang telah mendukung dan membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
kami harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Serta tak lupa kami
haturkan maaf bila terdapat penulisan ataupun kata-kata yang kurang berkenan.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1
A.
Latar belakang masalah...........................................................................................
1
B.
Rumusan masalah...................................................................................................
1
C.
Tujuan penulisan.....................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2
A.
Pengertian munakahat dan hukumnya.....................................................................
2
B.
Rukun dan syarat-syarat munakahat........................................................................
3
C.
Prinsip-prinsip dalam munakahat............................................................................
4
D.
Tujuan dan hikmah munakahat................................................................................
4
E.
Larangan munakahat dalam Islam...........................................................................
5
BAB III PENUTUP..........................................................................................................
10
A.
Kesimpulan..............................................................................................................10
B.
Saran .......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada dasarnya hukum islam sudah mengatur
tentang pernikahan sesuai dengan ketentuan syari’at islam. secara garis besar
hukum islam terbagi menjadi dua yitu fiqih ibadah dan fiqih muamalat. dalam
fiqih ibadah meliputi aturan tentang shalat,puasa,zakat,haji,nazar dan sebagainya
yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya.
sedangkan fiqih muamalah ini mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya
seperti perikatan,sanksi hukum dan aturan lain agar terwujud ketertiban dan
keadilan baik secara perorangan maupun kemasyarakatan.
Dalam ilmu fiqih membahas tentang pernikahan.
dalam hukum kekeluargaan harus disertai dengan kuat agama yang disyariatkan
islam. beberapa hukum tersebut dapat dipelajari dalam al-qur’an dan as-sunnah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan munakahat (pernikahan)?
2.
Apa saja hukum munkahat itu?
3.
Apa saja rukun dan syarat
pernikahan?
4.
Bagaimana
prinsip-prinsip munakahat itu?
5.
Apa
tujuan dan hikmah munakahat?
6.
Apa saja
larangan munakahat dalam islam?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari munakahat
2.
Untuk mengetahui hukum munakahat
3.
Untuk mengetahui rukun dan syarat pernikahan
4.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip munakahat
5.
Untuk mengetahui tujuan dan hikmah pernikahan
6.
Untuk mengetahui apa saja larangan munakahat dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pernikahan dan hukumnya
Kata nikah berasal dari bahasa Arab, yakni bentuk
masdar dari “nakaha”, yang artinya menggabugkan, mengumpulkan, menjodohkan atau
bersetubuh. Menurut syara’ nikah adalah suatu aqad yang menghalalkan pergaulanantara
seorang laki – laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan
kewajiban antar keduanya.
Nikah
merupakan sunatullah, bahkan tidak hanya manusia, tetapi juga pada binatang dan
tumbu – tumbuhanhan atau juga pada benda – benda mati pun senan
tiasa berpasang – pasangan.[1]
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima yaitu:
1.
Wajib,
bagi orang yang sudah mampu menikah, sedangkan nafsunya telah mendesak yang
dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinaan.
2.
Haram,
bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin kepada
calon istrinya, sedangkan nafsunya belum mendesak.
3.
Sunnah,
bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai kemampuan untuk menikah,
tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat haram.
4.
Makruh,
bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu memberi nafkah istrinya.
5.
Mubah,
bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera
menikah atau karena alasan-alasan yang mengharamkan menikah.[2]
B.
Rukun dan Syarat Pernikahan
Adapun
rukun nikah adalah:
a.
Mempelai
laki-laki
b.
Mempelai
perempuan wali
c.
Dua
orang saksi;
d.
Shigat
ijab kabul.
Dari
lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah Ijab kabul antara yang
mengadakan dengan yang menerima akad sedangkan yang dimaksud dengan syarat pernikahan
ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu syarat-syarat
bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. Syarat-syarat calon Suami;
a.
Bukan
mahram dari calon istri
b.
Tidak
terpaksa atas kemauan sendiri
c.
Orangnya
tertentu,jelas orangnya
d.
Tidak
sedang ihram.
Syarat-syarat calon Istri;
a.
Tidak
ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam
iddah
b.
Merdeka,
atas kemauan sendiri
c.
Jelas
orangnya dan
d.
Sedang
tidak berihram.
Syarat-syarat Wali;
a.
Laki-laki
b.
Baligh
c.
Waras
akalnya
d.
Adil dan
e.
Tidak
sedang ihram.
Syarat-syarat saksi;
a.
Laki-laki
b.
Baligh
c.
Waras
akalnya
d.
Adil
e.
Dapat
mendengar dan melihat
f.
Bebas,
tidak dipaksa
g.
Tidak
sedang mengaerjakan ihram dan
h.
Memahami
bahasa yang digunakan untuk ijab kabul.
C.
Prinsip-prinsip Pernikahan
Dalam ajaran islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam pernikahan,
yaitu:
a.
Harus
ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan pernikahan.
Caranya adalah diadakan peminangan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah
kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan pernikahan atau tidak.
b.
Tidak
semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan
larangan-larangan pernikahan antara pria dan wanita yang harus diindahkan
c.
Pernikahan
harus dilaksanakan dengan memenuhi
persyaratanpersyaratan tertentu, baik menyangkut kedua belah pihak maupun yang
berhubungan dengan pelaksanaan pernikahan itu sendiri.
d.
Pernikahan
pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram,
damai, dan kekal untuk selama-lamanya.
e.
Hak dan
kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab
pimpinan keluarga ada pada suami.[3]
D.
Tujuan
dan Hikmah Pernikahan
Berikut
beberapa tujuan daripada disyariatkannya pernikahan, antara lain yaitu:
a.
Melanjutkan
keturunan yang merupakan sambungan hidup dan penyambung cita-cita, membentuk
keluarga dan dari keluarga dibentuk umat, ialah umat Nabi Muhammad SAW.
b.
Untuk
menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah mengerjakannya.
c.
Untuk
menimbulkan rasa cinta antara suami istri, menimbulkan rasa kasih sayang antara
orang tua dengan anak-anaknya dan adanya rasa kasih sayang antara sesama
anggota keluarga.
d.
Untuk
menghormati sunnah Rasulullah SAW,
e.
Untuk
menjaga keturunan. Keturunan yang baik dan jelas nasabnya adalah keturunan yang
hanya diperoleh dengan jalan pernikahan.
Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu
yaitu :
a.
Kebutuhan
Biologis.
b.
Membentuk
keluarga mulia.
c.
Naluri
kasih sayang. Tumbuhnya naluri kebapakan dan ke-ibuan yang saling melengkapi,
tumbuh perasaan cinta, ramah, dan sayang dalam suasana hidup dengan anak-anak.
d.
Menumbuhkan
tanggung jawab. Adanya rasa tanggung jawab yang dapat mendorong ke arah rajin
bekerja, bersungguh-sungguh dan mencurahkan perhatian.
e.
Pembagian
tugas. Adanya pembagian tugas istri mengurusi dan mengatur rumah tangga,
membimbing dan mendidik anak-anak, sementar si suami bekerja di luar rumah.
f.
Memperteguh
silaturahim.
g.
Menunddukkan
pandangan. Islam mendorong untuk menikah. Menikah itu lebih menundukkan
pandangan, lebih menjaga kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga
agama.[4]
E.
Macam – macam larangan pernikahan dalam islam
Hukum pernikahan telah diatur sedemikian rupa oleh
syari’at sehingga dapat membentuk suatu umat yang ideal. Untuk mencapai tujuan
akhir ini, al-Qur’an dan hadis telah menjelaskan dengan rinci tentang
macam-macam larangan pernikahan dalam Islam. Adapun larangan pernikahan dalam
Islam disebut juga dengan mahram. Mahram adalah wanita-wanita yang haram
dikawini seorang lelaki, baik bersifat selamanya maupun sementara. Dalam Islam
mahram yang dilarang menikah terbagi pada dua, yaitu:
a.
Larangan
yang bersifat tetap (mahram muabbad).
Mahram muabbad, yaitu
muhrim yang diharamkan kawin untuk selamalamamnya, walupun bagaimana
keadaannya. Larangan menikah untuk selamalamanya terbagi pada tiga golongan,
yaitu:
1)
Karena
hubungan Hubungan darah (nasab)
Mahram
karena hubungan nasab terbagi kepada tujuh macam, yaitu:
a.
Ibu
yaitu perempuan yang melahirkan, termasuk juga pengertian, ibunya ibu, neneknya
ibu, ibunya bapak, neneknya bapak, dan terus ke atas.
b.
Anak
perempuan yaitu semua anak perempuan yang dilahirkan isterimu atau perempuan
dan terus ke bawah.
c.
Saudara
perempuan yaitu semua saudara perempuan yang lahir dari ibu bapak kamu atau
dari salah satunya. Termasuk didalamnya saudara perempuan kandung, saudara
perempuan seayah, saudara perempuan seibu.
d.
Bibi
dari saudara perempuan dari pihak ayah yaitu semua perempuan yang jadi saudara
ayah atau kakek baik yang lahir dari kakek dan nenek maupun dari salah satunya
termasuk juga saudara perempuan ayah kandung, saudara perempuan ayah seayah,
saudara perempuan ayah seibu.
e.
Bibi
dari pihak ibu yaitu saudara perempuan ibu termasuk juga saudara perempuan ibu
kandung, saudara perempuan ibu seayah, saudara perempuan ibu seibu.
f.
Anak
perempuan saudara laki-laki yaitu anak perempuan saudara laki-laki baik
sekandung seayah maupun seibu.
g.
Anak
perempuan saudara perempuan.
2)
Karena
hubungan persusuan (radha’ah)
Diharamkan
nikah karena sepersusuan yaitu apabila seorang ibu menyusukan anak orang lain
kepadanya, maka anak yang di susukan itu telah menjadi mahram bagi keluarganya
yang lain. Mahram yang dilarang menikah karena hubungan radha’ah (persusuan)
adalah:
a.
Ibu
susuan, yakni ibu yang menyusui maksudnya seorang wanita yang pernah menyusui
seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu sehingga haram
melakukan pernikahan. Demikian juga seterusnya secara garis lurus ke atas,
yakni nenek (ibu dari ibu susuan dan ibu dari suami ibu susuan).
b.
Anak
perempuan susuan maksudnya ialah anak perempuan yang menyusu kepada isteri
seorang, yakni anak perempuan susuan, anak perempuan dari anak laki-laki susuan
maupun anak perempuan dari anak perempuan susuan dan seterusnya ke bawah.
c.
Saudara
perempuan dari ibu susuan.
d.
Saudara
perempuan dari bapak susuan.
e.
Cucu
perempuan dari ibu susuan
f.
Saudara
perempuan susuan baik kandung, seayah, atau seibu.
3)
Karena
hubungan pernikahan/persemendaan (mushaharah).
Mahram
karena hubungan pernikahan (persemendaan) ini adalah:
a)
Ibu
isteri, neneknya dari pihak ibu, neneknya dari pihak ayah dan ke atas.
b)
Anak
tiri perempuan yang ibunya sudah digaulinya, cucu-cucu perempuannya, dan terus
ke bawah.
c)
Isteri
anak kandung, isteri cucunya, baik yang laki-laki maupun perempuan.
d)
Ibu
tiri, sekalipun belum pernah digaulinya.
b.
Halangan
menikah untuk sementara (mahram muaqqat).
Keharaman
menikah untuk sementara waktu berarti haramnya pernikahan selama ada
keadaan-keadaan tertentu pada seorang wanita. Akan tetapi apabila keadaan itu
tidak ada, maka hukumnya menjadi mubah. Adapun halangan menikah untuk sementara
terbagi pada beberapa golongan, yaitu:
1.
Menghimpun
dua orang bersaudara dalam pernikahan. Larangan ini berlaku selama isteri masih
hidup dan pernikahan masih utuh. Bila istrinya meninggal, maka suami tersebut
tidak ada halangan untuk menikahi adik bekas isterinya. Larangan ini juga
berlaku atas bibi terhadap keponakannya yang perempuan.
2.
Wanita
yang masih terikat dengan suaminya, termasuk juga wanita yang sedang menjalani
iddah dari talak raj’i, karena dalam masa tersebut suami masih mempunyai hak
penuh untuk ruju’ kepada isterinya.
3.
Wanita
yang telah di talak tiga (bain kubra) hingga ia kawin dengan laki-laki lain
kemudian bercerai dan habis masa iddahnya.
4.
Wanita-wanita
musyrik hingga ia beriman.
5.
Nikah
dengan pezina, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan kawin dengan
pezina. Hal ini diterangkan dalam surat an-Nur ayat 3. Menurut jumhur ulama
ayat ini merupakan celaan bagi orang yang menikah dengan pezina. Hukum nikah
dengan pezina itu bukan haram tapi merupakan celaan oleh syara’. Maksudnya
adalah perbuatan zina itu yang haram bukan haram menikah dengan pezina. Menurut
Madzhab Ahlul Zahir haram dalam ayat ini adalah haram menikahi pezina, artinya
tidak pantas orang yang beriman kawin dengan orang yang berzina, demikian pula
sebaliknya.
6.
Orang
yang sedang ihram, baik ihram ibadah haji maupun ihram ibadah umrah. Setelah
ihramnya selesai maka tidak ada halangan untuk menikahinya.
7.
Nikah
dengan wanita yang dili’an.
Selain larangan pernikahan
di atas, masih ada beberapa jenis pernikahan yang dilarang oleh syara’, yaitu:
1.
Nikah
Syighar
Nikah syighar adalah seorang laki-laki menikahkan
putrinya dengan orang lain, dengan syarat orang lain tersebut juga menikahkan
putrinya dengan laki-laki itu, tanpa maskawin (mahar) antara keduanya. Para
fuqaha’ sepakat bahwa nikah syighar ini merupakan pernikahan yang dilarang oleh
Allah dan Rasulullah SAW41. Dengan demikian nikah
syighar diharamkan karena tidak memenuhi syarat dan rukun nikah, yaitu mahar.
Dan dapat merugikan hak seorang wanita. Pernikahan ini akan sah apabila diberi
mahar mitsil.
2.
Nikah
Muhallil.
Nikah muhallil adalah nikah yang dengan tujuan untuk
menghalalkan kembali isteri yang ditalak tiga oleh suaminya. nikah muhallil ini
merupakan pernikahan yang dilarang dalam syari’at Islam, karena mengandung
itikad yang tidak baik yang dilarang dalam Islam. Jadi nikah muhallil itu
diharamkan karena tujuannya, yaitu sengaja menikahi seorang wanita yang telah
ditalak tiga oleh suaminya agar wanita tersebut bisa kembali lagi dengan
suaminya yang pertama. Oleh sebab itulah pernikahan tersebut dinyatakan rusak
(batal). Hal ini tentunya mempermainkan akad nikah.
3.
Nikah
Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga dengan nikah sementara atau
dikatakan juga dengan nikah kontrak. Dikatakan nikah kontrak karena seorang
laki-laki menikahi perempuan dalam jangka waktu tertentu, bisa seminggu,
sebulan, dan setahun, berdasarkan kontrak yang telah disepakati. Pernikahan ini
tanpa talak artinya dengan berakhirnya kontrak nikah maka secara otomatis jatuh
talak, tanpa iddah, dan tanpa warisan. Tujuan nikah mut’ah ini adalah hanya
untuk bersenang-senang dan menyalurkan nafsu saja.
Menurut jumhur ulama nikah mut’ah ini telah disepakati
keharamannya.
a.
Pertama,
pernikahan ini tidak sesuai dengan pernikahan yang dimaksud dalam al- Qur’an.
b.
Kedua
adalah karena nikah mut’ah hanya bertujuan untuk melampiaskan syahwat, bukan
untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
c.
Ketiga
adalah karena nikah mut’ah membahayakan perempuan dan anak-anak yang dilahirkan
dari hasil nikah mut’ah.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nikah merupakan sunatullah, bahkan tidak hanya manusia,
tetapi juga pada binatang dan tumbuh– tumbuhan atau juga pada benda – benda
mati pun senan tiasa berpasang – pasangan.
B.
Saran
Kami penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas
masih terdapat banyak kesalahan, dan jauh Dari kesempurnaan. Kami penulis akan
memperbaiki makalah dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca. Kami menyarankan para pembaca tidak hanya
berpedoman pada makalah ini, tetapi juga memahami dari banyak sumber referensi
yang terpecaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://mediaabelajar.blogspot.com/2017/01/makalah-fiqih-munakahat.html
http://jurnal.upi.edu/file/05_PERNIKAHAN_DALAMt_ISLAM_-_Wahyu.pdf
http://eprints.umm.ac.id/41665/3/BAB%20II.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/4288/5/Bab%202.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/7335/4/BAB%20III.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar