Jumat, 25 September 2020

Makalah Tentang Pernikahan ( Munakahat )

 


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Munakahat (Pernikahan)”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Fiqh. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bab-bab munakahat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Harapan kami dalam pembuatan makalah ini, yaitu agar makalah ini dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca. Kami selaku pembuat makalah ini ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen kami yang telah memberikan tugas makalah ini, serta kami juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Serta tak lupa kami haturkan maaf bila terdapat penulisan ataupun kata-kata yang kurang berkenan.

 

 

Penyusun

 


 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A.    Latar belakang masalah........................................................................................... 1

B.     Rumusan masalah................................................................................................... 1

C.     Tujuan penulisan..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2

A.    Pengertian munakahat dan hukumnya..................................................................... 2

B.     Rukun dan syarat-syarat munakahat........................................................................ 3

C.     Prinsip-prinsip dalam munakahat............................................................................ 4

D.    Tujuan dan hikmah munakahat................................................................................ 4

E.     Larangan munakahat dalam Islam........................................................................... 5

BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 10

A.    Kesimpulan..............................................................................................................10

B.     Saran .......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 11

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya hukum islam sudah mengatur tentang pernikahan sesuai dengan ketentuan syari’at islam. secara garis besar hukum islam terbagi menjadi dua yitu fiqih ibadah dan fiqih muamalat. dalam fiqih ibadah meliputi aturan tentang shalat,puasa,zakat,haji,nazar dan sebagainya yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya. sedangkan fiqih muamalah ini mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya seperti perikatan,sanksi hukum dan aturan lain agar terwujud ketertiban dan keadilan baik secara perorangan maupun kemasyarakatan.

Dalam ilmu fiqih membahas tentang pernikahan. dalam hukum kekeluargaan harus disertai dengan kuat agama yang disyariatkan islam. beberapa hukum tersebut dapat dipelajari dalam al-qur’an dan as-sunnah.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan munakahat (pernikahan)?

2.      Apa saja hukum munkahat itu?

3.      Apa saja rukun dan syarat pernikahan?

4.      Bagaimana prinsip-prinsip munakahat itu?

5.      Apa tujuan dan hikmah munakahat?

6.      Apa saja larangan munakahat dalam islam?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari munakahat

2.      Untuk mengetahui hukum munakahat

3.      Untuk mengetahui rukun dan syarat pernikahan

4.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip munakahat

5.      Untuk mengetahui tujuan dan hikmah pernikahan

6.      Untuk mengetahui apa saja larangan munakahat dalam islam

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Pernikahan dan hukumnya

Kata nikah berasal dari bahasa Arab, yakni bentuk masdar dari “nakaha”, yang artinya menggabugkan, mengumpulkan, menjodohkan atau bersetubuh. Menurut syara’ nikah adalah suatu aqad yang menghalalkan pergaulanantara seorang laki – laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antar keduanya.

 Nikah merupakan sunatullah, bahkan tidak hanya manusia, tetapi juga pada binatang dan tumbu – tumbuhanhan atau juga pada benda – benda mati pun senan tiasa berpasang – pasangan.[1]

Adapun hukum menikah, dalam pernikahan  berlaku hukum taklifi yang lima yaitu:

1.      Wajib, bagi orang yang sudah mampu menikah, sedangkan nafsunya telah mendesak yang dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinaan.

2.      Haram, bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin kepada calon istrinya, sedangkan nafsunya belum mendesak.

3.      Sunnah, bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai kemampuan untuk menikah, tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat haram.

4.      Makruh, bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu memberi nafkah istrinya.

5.      Mubah, bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera menikah atau karena alasan-alasan yang mengharamkan menikah.[2]

B.     Rukun dan Syarat Pernikahan

Adapun rukun nikah adalah:

a.       Mempelai laki-laki

b.      Mempelai perempuan wali

c.       Dua orang saksi;

d.      Shigat ijab kabul.

Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah Ijab kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad sedangkan yang dimaksud dengan syarat pernikahan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. Syarat-syarat calon Suami;

a.       Bukan mahram dari calon istri

b.      Tidak terpaksa atas kemauan sendiri

c.       Orangnya tertentu,jelas orangnya

d.      Tidak sedang ihram.

Syarat-syarat calon Istri;

a.       Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam iddah

b.      Merdeka, atas kemauan sendiri

c.       Jelas orangnya dan

d.      Sedang tidak berihram.

Syarat-syarat Wali;

a.       Laki-laki

b.      Baligh

c.       Waras akalnya

d.      Adil dan

e.       Tidak sedang ihram.

Syarat-syarat saksi;

a.       Laki-laki

b.      Baligh

c.       Waras akalnya

d.      Adil

e.       Dapat mendengar dan melihat

f.       Bebas, tidak dipaksa

g.      Tidak sedang mengaerjakan ihram dan

h.      Memahami bahasa yang digunakan untuk ijab kabul.

C.    Prinsip-prinsip Pernikahan

Dalam ajaran islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam pernikahan, yaitu:

a.       Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan pernikahan. Caranya adalah diadakan peminangan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan pernikahan atau tidak.

b.      Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan pernikahan antara pria dan wanita yang harus diindahkan

c.       Pernikahan harus dilaksanakan  dengan memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu, baik menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan pernikahan itu sendiri.

d.      Pernikahan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selama-lamanya.

e.       Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.[3]

D.    Tujuan dan Hikmah Pernikahan

Berikut beberapa tujuan daripada disyariatkannya pernikahan, antara lain yaitu:

a.       Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan penyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga dibentuk umat, ialah umat Nabi Muhammad SAW.

b.      Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah mengerjakannya.

c.       Untuk menimbulkan rasa cinta antara suami istri, menimbulkan rasa kasih sayang antara orang tua dengan anak-anaknya dan adanya rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

d.      Untuk menghormati sunnah Rasulullah SAW,

e.       Untuk menjaga keturunan. Keturunan yang baik dan jelas nasabnya adalah keturunan yang hanya diperoleh dengan jalan pernikahan.

Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :

a.       Kebutuhan Biologis.

b.      Membentuk keluarga mulia.

c.       Naluri kasih sayang. Tumbuhnya naluri kebapakan dan ke-ibuan yang saling melengkapi, tumbuh perasaan cinta, ramah, dan sayang dalam suasana hidup dengan anak-anak.

d.      Menumbuhkan tanggung jawab. Adanya rasa tanggung jawab yang dapat mendorong ke arah rajin bekerja, bersungguh-sungguh dan mencurahkan perhatian.

e.       Pembagian tugas. Adanya pembagian tugas istri mengurusi dan mengatur rumah tangga, membimbing dan mendidik anak-anak, sementar si suami bekerja di luar rumah.

f.       Memperteguh silaturahim.

g.      Menunddukkan pandangan. Islam mendorong untuk menikah. Menikah itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama.[4]

E.     Macam – macam larangan pernikahan dalam islam

Hukum pernikahan telah diatur sedemikian rupa oleh syari’at sehingga dapat membentuk suatu umat yang ideal. Untuk mencapai tujuan akhir ini, al-Qur’an dan hadis telah menjelaskan dengan rinci tentang macam-macam larangan pernikahan dalam Islam. Adapun larangan pernikahan dalam Islam disebut juga dengan mahram. Mahram adalah wanita-wanita yang haram dikawini seorang lelaki, baik bersifat selamanya maupun sementara. Dalam Islam mahram yang dilarang menikah terbagi pada dua, yaitu:

a.       Larangan yang bersifat tetap (mahram muabbad).

Mahram muabbad, yaitu muhrim yang diharamkan kawin untuk selamalamamnya, walupun bagaimana keadaannya. Larangan menikah untuk selamalamanya terbagi pada tiga golongan, yaitu:

1)      Karena hubungan Hubungan darah (nasab)

Mahram karena hubungan nasab terbagi kepada tujuh macam, yaitu:

a.       Ibu yaitu perempuan yang melahirkan, termasuk juga pengertian, ibunya ibu, neneknya ibu, ibunya bapak, neneknya bapak, dan terus ke atas.

b.      Anak perempuan yaitu semua anak perempuan yang dilahirkan isterimu atau perempuan dan terus ke bawah.

c.       Saudara perempuan yaitu semua saudara perempuan yang lahir dari ibu bapak kamu atau dari salah satunya. Termasuk didalamnya saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu.

d.      Bibi dari saudara perempuan dari pihak ayah yaitu semua perempuan yang jadi saudara ayah atau kakek baik yang lahir dari kakek dan nenek maupun dari salah satunya termasuk juga saudara perempuan ayah kandung, saudara perempuan ayah seayah, saudara perempuan ayah seibu.

e.       Bibi dari pihak ibu yaitu saudara perempuan ibu termasuk juga saudara perempuan ibu kandung, saudara perempuan ibu seayah, saudara perempuan ibu seibu.

f.       Anak perempuan saudara laki-laki yaitu anak perempuan saudara laki-laki baik sekandung seayah maupun seibu.

g.      Anak perempuan saudara perempuan.

2)      Karena hubungan persusuan (radha’ah)

Diharamkan nikah karena sepersusuan yaitu apabila seorang ibu menyusukan anak orang lain kepadanya, maka anak yang di susukan itu telah menjadi mahram bagi keluarganya yang lain. Mahram yang dilarang menikah karena hubungan radha’ah (persusuan) adalah:

a.       Ibu susuan, yakni ibu yang menyusui maksudnya seorang wanita yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu sehingga haram melakukan pernikahan. Demikian juga seterusnya secara garis lurus ke atas, yakni nenek (ibu dari ibu susuan dan ibu dari suami ibu susuan).

b.      Anak perempuan susuan maksudnya ialah anak perempuan yang menyusu kepada isteri seorang, yakni anak perempuan susuan, anak perempuan dari anak laki-laki susuan maupun anak perempuan dari anak perempuan susuan dan seterusnya ke bawah.

c.       Saudara perempuan dari ibu susuan.

d.      Saudara perempuan dari bapak susuan.

e.       Cucu perempuan dari ibu susuan

f.       Saudara perempuan susuan baik kandung, seayah, atau seibu.

3)      Karena hubungan pernikahan/persemendaan (mushaharah).

Mahram karena hubungan pernikahan (persemendaan) ini adalah:

a)      Ibu isteri, neneknya dari pihak ibu, neneknya dari pihak ayah dan ke atas.

b)      Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digaulinya, cucu-cucu perempuannya, dan terus ke bawah.

c)      Isteri anak kandung, isteri cucunya, baik yang laki-laki maupun perempuan.

d)     Ibu tiri, sekalipun belum pernah digaulinya.

b.      Halangan menikah untuk sementara (mahram muaqqat).

Keharaman menikah untuk sementara waktu berarti haramnya pernikahan selama ada keadaan-keadaan tertentu pada seorang wanita. Akan tetapi apabila keadaan itu tidak ada, maka hukumnya menjadi mubah. Adapun halangan menikah untuk sementara terbagi pada beberapa golongan, yaitu:

1.      Menghimpun dua orang bersaudara dalam pernikahan. Larangan ini berlaku selama isteri masih hidup dan pernikahan masih utuh. Bila istrinya meninggal, maka suami tersebut tidak ada halangan untuk menikahi adik bekas isterinya. Larangan ini juga berlaku atas bibi terhadap keponakannya yang perempuan.

2.      Wanita yang masih terikat dengan suaminya, termasuk juga wanita yang sedang menjalani iddah dari talak raj’i, karena dalam masa tersebut suami masih mempunyai hak penuh untuk ruju’ kepada isterinya.

3.      Wanita yang telah di talak tiga (bain kubra) hingga ia kawin dengan laki-laki lain kemudian bercerai dan habis masa iddahnya.

4.      Wanita-wanita musyrik hingga ia beriman.

5.      Nikah dengan pezina, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan kawin dengan pezina. Hal ini diterangkan dalam surat an-Nur ayat 3. Menurut jumhur ulama ayat ini merupakan celaan bagi orang yang menikah dengan pezina. Hukum nikah dengan pezina itu bukan haram tapi merupakan celaan oleh syara’. Maksudnya adalah perbuatan zina itu yang haram bukan haram menikah dengan pezina. Menurut Madzhab Ahlul Zahir haram dalam ayat ini adalah haram menikahi pezina, artinya tidak pantas orang yang beriman kawin dengan orang yang berzina, demikian pula sebaliknya.

6.      Orang yang sedang ihram, baik ihram ibadah haji maupun ihram ibadah umrah. Setelah ihramnya selesai maka tidak ada halangan untuk menikahinya.

7.      Nikah dengan wanita yang dili’an.

Selain larangan pernikahan di atas, masih ada beberapa jenis pernikahan yang dilarang oleh syara’, yaitu:

1.      Nikah Syighar

Nikah syighar adalah seorang laki-laki menikahkan putrinya dengan orang lain, dengan syarat orang lain tersebut juga menikahkan putrinya dengan laki-laki itu, tanpa maskawin (mahar) antara keduanya. Para fuqaha’ sepakat bahwa nikah syighar ini merupakan pernikahan yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah SAW41. Dengan demikian nikah syighar diharamkan karena tidak memenuhi syarat dan rukun nikah, yaitu mahar. Dan dapat merugikan hak seorang wanita. Pernikahan ini akan sah apabila diberi mahar mitsil.

2.      Nikah Muhallil.

Nikah muhallil adalah nikah yang dengan tujuan untuk menghalalkan kembali isteri yang ditalak tiga oleh suaminya. nikah muhallil ini merupakan pernikahan yang dilarang dalam syari’at Islam, karena mengandung itikad yang tidak baik yang dilarang dalam Islam. Jadi nikah muhallil itu diharamkan karena tujuannya, yaitu sengaja menikahi seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya agar wanita tersebut bisa kembali lagi dengan suaminya yang pertama. Oleh sebab itulah pernikahan tersebut dinyatakan rusak (batal). Hal ini tentunya mempermainkan akad nikah.

3.      Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah disebut juga dengan nikah sementara atau dikatakan juga dengan nikah kontrak. Dikatakan nikah kontrak karena seorang laki-laki menikahi perempuan dalam jangka waktu tertentu, bisa seminggu, sebulan, dan setahun, berdasarkan kontrak yang telah disepakati. Pernikahan ini tanpa talak artinya dengan berakhirnya kontrak nikah maka secara otomatis jatuh talak, tanpa iddah, dan tanpa warisan. Tujuan nikah mut’ah ini adalah hanya untuk bersenang-senang dan menyalurkan nafsu saja.

Menurut jumhur ulama nikah mut’ah ini telah disepakati keharamannya.

a.       Pertama, pernikahan ini tidak sesuai dengan pernikahan yang dimaksud dalam al- Qur’an.

b.      Kedua adalah karena nikah mut’ah hanya bertujuan untuk melampiaskan syahwat, bukan untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.

c.       Ketiga adalah karena nikah mut’ah membahayakan perempuan dan anak-anak yang dilahirkan dari hasil nikah mut’ah.[5]

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Nikah merupakan sunatullah, bahkan tidak hanya manusia, tetapi juga pada binatang dan tumbuh– tumbuhan atau juga pada benda – benda mati pun senan tiasa berpasang – pasangan.

B.     Saran

Kami penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan, dan jauh Dari kesempurnaan. Kami penulis akan memperbaiki makalah dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca. Kami menyarankan para pembaca tidak hanya berpedoman pada makalah ini, tetapi juga memahami dari banyak sumber referensi yang terpecaya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

http://mediaabelajar.blogspot.com/2017/01/makalah-fiqih-munakahat.html

http://jurnal.upi.edu/file/05_PERNIKAHAN_DALAMt_ISLAM_-_Wahyu.pdf

http://eprints.umm.ac.id/41665/3/BAB%20II.pdf

http://digilib.uinsby.ac.id/4288/5/Bab%202.pdf

http://repository.uin-suska.ac.id/7335/4/BAB%20III.pdf

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru yang Baik dan Professional dalam Mengajar

Guru yang Baik dan Profesional               Guru adalah orang tua kedua bagi para siswa ketika berada di sekolah. Yang tugasnya tidak h...