KATA
PENGANTAR
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada
Allah SWT. yang telah memberikan limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam
senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menunjukkan jalan
kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah fiqih yang diampu oleh bapak Ali Furrofi, S. Ag., M. Pd. I. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih
banyak kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah
ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini, terutama
dosen makalah fiqih yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………….……………………………..……1
DAFTAR ISI ……………………………………….…………………..….. 2
BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………….……. 3
A.
Latar Belakang ……………………………………..….……………...
3
B.
Rumusan Masalah …………………………………………………….
4
C.
Tujuan ………………………………..…………………….…………
4
BAB II
PEMBAHASAN………………………..………………………………….…5
A.
Pengertian Jinayat ………………………….………………....……… 5
B.
Diyat ………………………………………………………….……….
8
C.
Hudud ……………………………………………...…………..…..…
10
D.
Khamr.......................................................................................................15
E.
Mencuri ……………………………………………………..……..…
17
F.
Membegal ……………………………………………...…….....……..
18
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan …………………………………………….……….……
20
DAFTAR PUSTAKA ………………..………………………………….....
21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fikih Jinayah mengatur tentang pencegahan
tindak kejahatan yang dilakukan manusia dan sanksi hukuman yang berkenan dengan
kejahatan itu.
Tujuan umum dari ketentuan yang di tetapkan
Allah itu adalah mendatangkan kemaslahatan untuk manusia, baik mewujudkan
keuntungan dan menfaat bagi manusia, maupun menghindarkan kerusakan dan
kemudaratan dari manusia. Dalam hubungan
ini Allah menghendaki terlepasnya manusia dari segala bentuk kerusakan. Setiap
tindakan disebut jahat atau kejahatan bila tindakan itu merusak sandi-sandi
kehidupan manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia yang tidak sempurna
manusia bila satu diantaranya luput yaitu : agama, jiwa, akal, harta, keturunan
(sebagian ulama memasukkan pula harga diri dalam bentuk terakhir ini).
Kelimanya disebut daruriat yang
lima. Manusia di perintahkan untuk mewujudkan dan melindungi kelima unsur
kehidupan manusia itu. Sebaliknya, manusia dilarang melakukan sesuatu yang
menyebabkan rusaknya lima hal tersebut. Hal-hal apa saja yang manusia tidak
boleh merusak pada dasarnya merujuk kepada lima hal tersebut. Adapun kejahatan
yang dinyatakan Allah dan Nabi-Nya sanksinya adalah : murtad, pembunuhan,
penganiayaan, pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan perzinaan tampa bukti,
minum-minuman keras, makar dan pemberontakan. Sedangkan kejahatan lain yang
secara jelas tidak disebutkan sanksinya oleh Allah dan Nabi diserahkan kepada
ijtihat ulama dan diterapkan aturan dan ketentuannya oleh penguasa, seperti
perjudian, penipuan, dan lainya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang di maksud dengan jinayat ?
2.
Apa saja macam-macam jinayat ?
3.
Apa yang dimaksud dengan diyat ?
4.
Apa saja macam-macam diyat ?
5.
Apa yang dimaksud dengan hudud ?
6.
Apa saja macam-macam hudud ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian jinayat.
2. Untuk mengetahui macam-macam jinayat.
3. Untuk mengetahui apa pengertian diyat.
4. Untuk mengetahui macam-macam diyat.
5. Untuk mengetahui apa pengertian hudud.
6. Untuk mengetahui macam-macam hudud.
BAB II
PEMBAHASAN
A. JINAYAT
1. Pengertian
Jinayat
Jinayat menurut bahasa bermakna الذنب
Al-dzanbu yang artinya dosa. Dan juga bermakna الجرم Al-Jarm yang artinya kriminalitas atau kejahatan. Sedangkan
secara istilah jinayat
didefinisikan bahwa semua perbuatan yang terlarang dan terkait dengan dharar
(sesuatu yang membahayakan) baik kepada diri sendiri atau orang lain. Menurut Ash-Shahkafi mendefinisikan jinayah sebagai perbuatan
yang diharamkan dengan harta dan jiwa. [1]
2.
Macam-Macam
a)
Pembunuhan
Pembunuhan
yaitu melenyapkan nyawa seseorang, baik disengaja mau tidakdisengaja, dengan alat yang mematikan maupun tidak mematikan. Pembunuhan ada tiga (3) macam :
a.
Pembunuhan disengaja
Pembunuhan
disengaja adalah seseorang menyengaja memukul korban dengan sesuatu yang secara
umum di gunakan untuk membunuh dan bermaksud untuk membunuh. maka akibat dari
pembunuhan ini pelaku wajib untuk dihukum dan apabila dimakan oleh orang tua si
korban maka pembunuh wajib membayar diyat mughallazah yang diambil dari harta
si pembunuh.
b.
Pembunuhan tidak disengaja
Seseorang
ketika melempar sesuatu namun mengenai seseorang manusia dan menjadikannya
meninggal. Hal ini pembunuh hanya dihukum dengan membayar denda atau diyat
mukhafafah yang dibebankan kepada keluarga si pembunuh dengan waktu 3 tahun.
c.
Pembunuhan seperti disengaja
Seseorang yang
menyengaja memukul seseorang dengan alat yang secara umum bukan untuk membunuh,
namun menyebabkan orang tersebut meninggal, maka tidak dihukum qisas, tetapi
wajib membayar diyat mughaladzah dalam waktu tahun berturut-turut.
b)
Qishas
1.
Pengertian
Qishas berasal dari kata “قصاص”
yang berarti mengikuti, memotong. Sedangkan menurut istilah qishas adalah
hukuman balasan yang serupa bagi pelaku pembunuh atau pelaku penganiayaan
anggota badan atau penghilangan fungsi anggota badan yang dilakukan dengan
sengaja.
2.
Dasar hukum
§ Q. S. Al-Baqoroh : 178
§ Q. S. Al-Maidah : 45
3. Macam-Macam Qishosh
a. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya, artinya orang
yang tindak pidana pembunuhan.
b. Qishash anggota badan yakni qishash bagi pelaku tindak
pidana melukai, merusak, atau menghilangkan fungsi anggota badan.
4. Syarat-Syarat Qishash
1. Pelaku sudah baligh, berakal
2. Pelaku bukan orang tua (ayah) dari korban
3. Jika qishash karena pembunuhan, maka pembunuhannya adalah
pembunuhan yang disengaja.
4. Orang dibunuh atau dianiaya terpelihara darahnya artinya
bukan orang jahat.
5. Orang yang dibunuh atau dianiaya sama derajatnya.
6. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, yakni jiwa dengan
jiwa, mata dengan mata, telinga dengan telinga, dan lain-lain.
5. Hikmah Qishash
a. Menghargai harkat dan martabat manusia, karena nyawa
dibalas dengan nyawa, begitupula dengan anggota tubuh dibalas juga
b. Mencegah terjadinya permusuhan dan pertumpahan darah
sehingga keamanan dan kedamaian dapat dirasakan
c. Agar manusia berfikir 2 kali untuk melakukan kejahatan.
B. DIYAT
1. Pengertian Diyat
Secara bahasa
berasal dari kata “ Ad-diyah “ berarti denda atau tebusan. Yang dimaksud diyat
ialah “ denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau dilakukan padanya hukum
bunuh”.
Di dalam kitab Fathul Qorib, diyat adalah denda harta yang wajib dibayar
sebab telah melukai orang merdeka baik nyawa atau anggota tubuh. penetapan
perihal ad-diyah sebelum adanya ijma’ adalah firman Allah surat An-Nissa:92.
2. Sebab-sebab Diyat
·
Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan oleh keluarga korban.
·
Pembunuhan lari namun sudah diketahui identitasnya, hal ini diyat
dibebankan kepada ahli waris.
·
Pembunuhan seperti sengaja.
·
Pembunuhan bersalah.
·
Qishash sulit dilaksanakan, ini terjadi pada tindak pidana yang terkait
dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya.
3. Macam-Macam Diyat
a.
Diyat Mugholadzah ( denda berat )
Yaitu membayar
100 ekor unta yang terdiri dari 20 ekor hiqqoh, 30 ekor jaza’ah dan 40 ekor
khilfah. Jika unta tidak didapati, pembayaran
diyat diganti dengan uang atau lainnya seharga 100 unta tersebut. Diwajibkan
kepada :
·
Pembunuhan sengaja tetapi dimaafkan oleh keluarga korban dan
pembayaran dilakukan secara tunai.
·
Pembunuhan seperti sengaja, pembayaran boleh diangsur selama 3
tahun yang setiap tahun dibayar sepertiganya.
·
Pembunuhan bersalah yang terjadi pada bulan-bulan haram.
b.
Diyat Mukhaffafah ( denda ringan )
Yaitu
denda yang beruba membayar 100 ekor unta yang dibagi menjadi 5 : 20 ekor
hiqqoh, 20 jaza’ah, 20 ekor bintu labun, 20 ekor unta ibnu labun dan 20 ekor
makhad. Pembunuhan tersalah wajib membayar denda
diangsur 3 tahun dengan setiap tahun sepertiga.
c.
Diyat selain pembunuhan (diyat atas anggota tubuh)
Ketentuan diyat
karena kejahatan penganiayaan, yaitu : melukai
atau memotong anggota tubuh adalah sebagai berikut :
Ø 100 ekor unta : apabila memotong
atau melukai 2 mata, 2 kaki, 2 tangan, hidung, telinga, lidah, dan bibir.
Ø 50 ekor unta : apabila memotong atau
melukai 1 kaki, 1 tangan, 1 telinga, dan sebagainya.
Ø 33 ekor unta : apabila memotong atau
melukai kepala sampai otak, melukai badan sampai ke perut.
Ø Wajib membayar diyat berupa :
·
15 ekor unta : apabila melukai sampai terlepas kulit diatas tulang.
·
10 ekor unta : melukai sampai mengakibatkan putusnya jari-jari
tangan atau kaki yang setiap satu jari 10 ekor unta.
·
5 ekor unta : melukai atau mengakibatkan patah sebuah gigi atau
luka sampai terkelupas daging.
Adapun ketentuan-ketentuan terhadap pemotongan, menghilangkan
fungsi atau membuat cacat anggota badan yang belum ada ketentuan hukumnya
sebagai tersebut diatas diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.
Hukum-hukum yang diserahkan kepada kebijaksanaan hakim karena belum ada
ketentuan hukum disebut ta’zir. hikmah diyat adalah mencegah pertumpahan darah dan sebagai obat hati dari rasa dendam.
C. HUDUD
1. Pengertian
Hudud
Hudud merupakan jamak dari kata
"Had" yang secara bahasa berarti “mencegah”. Sedangkan secara istilah
bermakna hukuman yang telah ditentukan kadarnya oleh syariat atas orang yang
melakukan suatu bentuk kriminal, dan hukumannya adalah hukuman had. Hudud disyariatkan
untuk menjaga jiwa, agama, keturunan, akal, dan harta. [2]
2. Macam-macam
Hudud dan Hadnya
a. Zina
Ø Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar
ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan.
Ø Zina ada 2 macam
1)
Muhsan
Zina
Muhsan adalah pezina yang antara seseorang yang sudah memiliki pasangan sah
(menikah) atau sudah pernah menikah. Mereka akan dikenai hukum had dicambuk 100
kali, kemudian dirajam.
2)
Ghairu Muhsan
Zina
ghairu muhshan adalah pelaku zina yang belum pernah menikah dan tidak memiliki
pasangan sah. Hukumannya maka mereka didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian
diasingkan selama setahun.
Allah
swt berfirman dalam surat an-Nur ayat 2 yang artinya “perempuan dan laki-laki
yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera,
dan janganlah belas kasihan terhadap keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kiamat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan sekumpulan orang-orang yang beriman”. (Q.S. an-Nur:2)
Hukuman
had diatas berdasarkan dengan hadits Nabi saw yang artinya “ambilah dariku!
Ambilah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka.
Ibnu
Katsir juga menyebutkan pendapat Imam Ahmad, bahwa tidak sah akad seorang
laki-laki yang bersih (dari zina) dengan seorang pezina hingga wanita itu
bertaubat. Jika wanita itu bertaubat maka sah akad atasnya.
Demikian pula tIdak sah pernikahan antara seorang perempuan yang merdeka dan bersih
(dari zina) dengan laki-laki pezina sehingga laki-laki tersebut bertaubat.
Ø Syarat-syarat Had Zina
1.
Zina dilakukan karena kemauan sendiri bukan karena terpaksa.
2.
Orang yang berzina : baligh, berakal, tahu bahwa zina itu
haram
b.
Qadzaf
a.
Pengertian Qadzaf
Qadzaf menurut istilah adalah melempar tuduhan zina kepada orang
lain tanpa adanya bukti-bukti yang kuat yang karenanya mewajibkan hukuman had
bagi tertuduh. Allah swt melaknat para
pelaku qadzaf di dunia maupun di akhirat.Firman Allah SWT dalam Surat An-Nur
ayat 23 Qadzaf
1. Qadzif (orang yang menuduh) : islam, berakal,
baligh, ikhtiar (tidak dalam keadaan terpaksa), dikenal di tengah-tengah
masyarakat sebagai orang yang suci, taat beribadah dan shalih, mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi.
2. Maqdzuf (orang yang dituduh) : berakal, baligh, islam, merdek, belum
pernah dan menjauhi tuduhan tersebut, meminta dijatuhkannya hukuman had
bagi si qadzif.
3. Maqdzuf ‘Alaihi (tuduhan),
syarat-syaratnya :
·
Sharih (jelas), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan-perkataan
yang jelas dan tetap yang tidak boleh ditafsirkankepada maksud yang lain selain
daripada zina dan penafian nasab (keturunan).
·
Kinayah (kiasan), yaitu tuduhan yang menggunakan
perkataan yang tidak jelas dan yang tidak tetap akan tetapi memberi pengertian
zina.
·
Ta’ridh (sindiran), yaitu tuduhan yang menggunakan
perkataan yang tidak jelas dan tidak tetap juga dan memberi pengertian yang
lain daripada zina sebagaimana yang dilakukan dalam perkataan kinayah.
c. Pembuktian Qadzaf
1. Pengertian
Secara bahasa berarti melempar, secara istilah syara’ ialah melempar
tuduhan berzina dengan tuduhan terang-terangan. Bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa
kemungkinan, yaitu:
a) Memungkiri tuduhan itu dengan menghadirkan
satu orang saksi baik laki-laki atau perempuan.
b) Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran
tuduhan dan untuk ini cukup dua orang laki-laki atau dua orang perempuan.
c) Membuktikan tuduhan secara penuh dengan
mengajukan empat orang saksi.
d) Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak
tuduhan itu maka suami dapat mengajukan sumpah li’an.
e) Sumpah, yaitu dalam perbuatan qadzaf boleh
ditetapkan kesalahan qadzaf dengan sumpah. Jikalau orang yang dituduh tidak
mempunyai barang bukti untuk menolak dan menghindar dari tuduhan orang yang
menuduh, maka orang yang dituduh itu hendaklah meminta kepada orang yang
membuat tuduhan supaya bersumpah atas kebenaran tuduhannya itu.
f) Qarinah (bukti-bukti). Yaitu bukti yang cukup
kuat.
d. Hukuman bagi pelaku qadzaf.
Orang yang melakukan kesalahan qadzaf
hendaklah dihukum dengan hukuman dera atau dicambuk dengan 80 kali cambukan dan
keterangannya sebagai seorang saksi tidak boleh diterima lagi sehingga dia
bertaubat atas perbuatannya itu.
e. Hal-hal yang menggugurkan hukuman
qadzaf :
-
Mampu mendatangkan saksi.
-
Li’an, jika tertuduh adalah istri penuduh. Jika seorang
suami menuduh istrinya berzina tetapi tidak dapat mengemukakan 4 orang sanksi,
ia dapat bebas dari had qadzaf dengan jalan meli’an istrinya.
-
Tertuduh memaafkan.
c. Khamr
1. Pengertian Khamr
Khamr terambil dari kata khamara yang artinya menutupi akal. Menurut istilah khamr adalah segala sesuatu dari
makanan atau minuman dan obat-obatan yang dapat menghilangkan akal dan
memabukkan.
Dalam riwayat lain tercantum
“setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap yang memabukkan itu haram. Barang
siapa minum khamr didunia kemudian meninggal sementara ia pecandu khamr serta
tidak bertaubat maka ia tidak akan meminumnya kelak di akhirat”. (H.R.
Muslim).
2.
Hukuman bagi pengkonsumsi khamr
Al-qur'an tidak menegaskan hukuman apa bagi peminum khamr, namun
sanksi dalam kasus ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yakni sunah
fi'liyahnya, bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah didera sebanyak 40 kali.
Abu Bakar as-Sidiq ra mengikuti jejak ini, Umar bin Khatab ra 80 kali dera
sedang Ali bin Abu Thalib ra 40 kali dera. Adapun alat yang digunakan untuk memukul
ada yang dari pelepah kurma, sandal, pakaian, dan ada yang dengan tangan. Oleh
karena itu, dapat dipahami, alat apa yang akan digunakan untuk memukul terserah
pada ketentuan dari hakim.
3. Hikmah diharamkannya minuman khamr
·
Masyarakat terhindar dari kejahatan seseorang yang
diakibatkan pengaruh minuman khamr.
·
Menjaga kesehatan jasmani dan rohani dari berbagai
penyakit.
·
Masyarakat terhindar dari siksa kebencian dan permusuhan.
· Menjaga hati agar tetap bersih, jernih, dan dekat kepada Allah SWT.
d.
Mencuri
1.
Pengertian
Secara bahasa mencuri berarti mengambil harta atau lainnya secara
sembunyi-sembunyi, sedangkan menurut istilah mencuri adalah mengambil suatu
barang atau lainnya secara sembunyi-sembunyi, baik yang melakukam anak kecil
atau dewasa, baik yang dicari itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicari
itu disimpan ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.[3]
2.
Mencuri yang diancam dengan syarat sebagai berikut :
a.
Pelaku pencurian adalah mukallaf ,yaitu sudah baligh dan
berakal
b.
Barang yang dicuri adalah milik orang lain.
c.
Pencurian itu dilakukan secara diam-diam.
d.
Barang yang dicuri tersimpan ditempatnya.
e.
Pencuri tidak memiliki andil.
f.
Barang yang dicuri mencapai jumlah satu nisab.
3.
Pembuktian perbuatan mencuri :
·
Kesaksian dari 2 orang sanksi laki-laki yang adil dan
merdeka.
·
Pengakuan dari pelaku pencurian sendiri.
·
Sumpah dari orang yang mengadu perkara (penuduh)
4.
Had
Terdapat dalam Q. S. Al-Maidah : 38. Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi’i
berpendapat bahwa had mencuri mengikuti urutan sebagai berikut :
a)
Had mencuri yang dilakukan pertama kali adalah di potong
tangan kanannya.
b)
Jika ia melakukan 2 kali, maka dipotong kaki kirinya.
c)
Jika ia melakukan 3 kali, maka dipotong tangan kirinya.
d)
Jika ia melakukan 4 kali, maka dipotong kaki kanannya.
e)
Jika ia melakukan 5 kali dan seterusnya hukumannya adalah
di ta’zir dan dipenjara sampai menunjukkan tanda taubat (jera).
Sebagian ulama lainnya, yaitu Imam Abu Hanifah
dan Imam Ahmad berpendapat bahwa had potong tangan dan kaki hanya dikarenakan
sampai dengan pencurian yang dilakukan kedua kali. Jika ia melakukannya ketiga
dan seterusnya, hukumannya adalah dita’zir dan dipenjara sampai jera.
5. Nisab barang dicuri
Kadarnya adalah seperempat dinar atau 3 dirham atau setara dengan emas
seberat 3,34 gram (Jumhur Ulama). Sedang menurut madzab Hanafi nisab barang
yang dicuri adalah 10 dirham.
6. Hikmah
·
Seseorang tidak mudah mengambil barang milik orang lain.
·
Hak milik seseorang benar-benar dilindungi oleh hukum
islam.
·
Menghindari manusia dari sikap malas.
·
Mendorong seseorang untuk mencari rizki yang halal.
e.
Pembegal
Apabila
Ada empat (4) macam pembegal :
1.
mereka membunuh si korban dan tidak mengambil hartanya,maka
(hukumannya) adalah dibunuh.
2.
Apabila mereka mebunuh si korban & mengambil hartanya,maka (hukumannya)
adalah dibunuh dan disalib.
Dikatakan “Qaathi’ ath-thariq” karena terhalangnya manusia untuk menempuh atau melewati jalan
karena takut. Qaathi’ ath – thariq adalah seorang muslim mukallaf dan mempunyai
senjata/kekuatan. Penetapan Had
(sangsi) bagi qathi’ ath – thariq adalah berdasrkan dengan firman Allah SWT.
dalam Q.S Al Maidah 33.
Para ulama’ sepakat ayat ini
diturunkan untuk qathi’ ath – thariq. Bukan untuk orang – orang kafir. Mereka
mengambil hujjah dengan firman Allah Swt. (Q. S. Al-Maidah : 34 ), Karena kata “taubat” disini mengarah pada qathi’ ath – thariq.
Karena “taubat” bagi orang kafir adalah dengan masuk islam,yang mana dengan itu
orang kafir akan terbebas dari hud (sangsi) baik sebelum atau sesudah ditangkap.
3. Apabila mereka tidak memmbunuh si
korban,dan hanya mengambil hartanya saja, maka (hukumannya) adalah dipotong
tangan dan kakinya bersilang.
4. Apabila mereka hanya menakut – nakuti saja
& tidak mengambil harta serta tidak membunuh si korban,maka (hukummannya)
adalah dipenjara dan di ta’zir. Dan barangsiapa dari mereka berhenti
(bertaubat) sebelum dapat ditangkap, maka gugurlah sangsi darinya dan hanya
dimintai (pertanggungjawaban) hak – hak (yang berkaitan dengan manusia).
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jinayat menurut
bahasa bermakna الذنب
Al-dzanbu yang artinya dosa. Dan juga bermakna الجرم Al-Jarm yang artinya kriminalitas atau kejahatan. Sedangkan
secara istilah jinayat
didefinisikan bahwa semua perbuatan yang terlarang dan terkait dengan dharar
(sesuatu yang membahayakan) baik kepada diri sendiri atau orang lain.
Secara bahasa berasal dari kata “ Ad-diyah “ berarti
denda atau tebusan. Yang dimaksud diyat ialah “ denda pengganti jiwa yang tidak
berlaku atau dilakukan padanya hukum bunuh”.
Hudud merupakan
jamak dari kata "Had" yang secara bahasa berarti “mencegah”.
Sedangkan secara istilah bermakna hukuman yang telah ditentukan kadarnya oleh
syariat atas orang yang melakukan suatu bentuk kriminal, dan hukumannya adalah
hukuman had. Hudud disyariatkan untuk menjaga jiwa, agama, keturunan, akal, dan
harta.
DAFTAR PUSTAKA
Maulana, Galih. 2008. Jinayat & Qasamah. Jakarta Selatan : Penerbit Rumah Fiqih Publishing
Rasjid, Sulaiman.
1994. Fiqih Islam. Bandung:
Penerbit Sinar Baru Algesindo
Sadjak, Muh Najid. 2013. Matan at-Taqrib wa al-Ghoyah. Tuban: Penerbit Kampung Pusat Pembelajaran Ilmu dab Bahasa.
[1] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Penerbit Sinar
Baru Algesindo, 1994), hal. 429
[2] Muhammad Nadjib Sadjak, Matan at-Taqrib wa al-Ghoyah, ( Tuban:
Penerbit Kampung Pusat Pembelajaran Ilmu dab Bahasa, 2013), hal.
[3] Galih Maulana, Jinayat dan Qasamah, (Jakarta Selatan:
Penerbit Rumah Fiqih Publishing, 2008), hal. 24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar