Senin, 28 September 2020

Materi Fikih Tentang Jinayat

 


 

  KATA PENGANTAR

 

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah fiqih yang diampu oleh bapak Ali Furrofi, S. Ag., M. Pd. I. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini, terutama dosen makalah fiqih yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

 

 

                                                                                                                                                Penyusun

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    ………………….……………………………..……1

DAFTAR ISI   ……………………………………….…………………..….. 2

BAB I

PENDAHULUAN  …………………………………………………….……. 3

A.    Latar Belakang   ……………………………………..….……………... 3

B.     Rumusan Masalah   ……………………………………………………. 4

C.     Tujuan   ………………………………..…………………….………… 4

BAB II

PEMBAHASAN………………………..………………………………….5

A.    Pengertian Jinayat   ………………………….………………....……… 5

B.     Diyat   ………………………………………………………….………. 8

C.     Hudud   ……………………………………………...…………..…..… 10

D.    Khamr.......................................................................................................15

E.     Mencuri   ……………………………………………………..……..… 17

F.      Membegal  ……………………………………………...…….....…….. 18

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan   …………………………………………….……….…… 20

DAFTAR PUSTAKA   ………………..…………………………………..... 21

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Fikih Jinayah mengatur tentang pencegahan tindak kejahatan yang dilakukan manusia dan sanksi hukuman yang berkenan dengan kejahatan itu.

Tujuan umum dari ketentuan yang di tetapkan Allah itu adalah mendatangkan kemaslahatan untuk manusia, baik mewujudkan keuntungan dan menfaat bagi manusia, maupun menghindarkan kerusakan dan kemudaratan dari manusia. Dalam hubungan ini Allah menghendaki terlepasnya manusia dari segala bentuk kerusakan. Setiap tindakan disebut jahat atau kejahatan bila tindakan itu merusak sandi-sandi kehidupan manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia yang tidak sempurna manusia bila satu diantaranya luput yaitu : agama, jiwa, akal, harta, keturunan (sebagian ulama memasukkan pula harga diri dalam bentuk terakhir ini).

Kelimanya disebut daruriat yang lima. Manusia di perintahkan untuk mewujudkan dan melindungi kelima unsur kehidupan manusia itu. Sebaliknya, manusia dilarang melakukan sesuatu yang menyebabkan rusaknya lima hal tersebut. Hal-hal apa saja yang manusia tidak boleh merusak pada dasarnya merujuk kepada lima hal tersebut. Adapun kejahatan yang dinyatakan Allah dan Nabi-Nya sanksinya adalah : murtad, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan perzinaan tampa bukti, minum-minuman keras, makar dan pemberontakan. Sedangkan kejahatan lain yang secara jelas tidak disebutkan sanksinya oleh Allah dan Nabi diserahkan kepada ijtihat ulama dan diterapkan aturan dan ketentuannya oleh penguasa, seperti perjudian, penipuan, dan lainya.

 

B.     Rumusan Masalah

1.        Apa yang di maksud dengan jinayat ?

2.        Apa saja macam-macam jinayat ?

3.        Apa yang dimaksud dengan diyat ?

4.        Apa saja macam-macam diyat ?

5.        Apa yang dimaksud dengan hudud ?

6.        Apa saja macam-macam hudud ?

 

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui apa pengertian jinayat.

2.      Untuk mengetahui macam-macam jinayat.

3.      Untuk mengetahui apa pengertian diyat.

4.      Untuk mengetahui macam-macam diyat.

5.      Untuk mengetahui apa pengertian hudud.

6.      Untuk mengetahui macam-macam hudud.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    JINAYAT

1.    Pengertian Jinayat

Jinayat menurut bahasa bermakna الذنب Al-dzanbu yang artinya dosa. Dan juga bermakna الجرم Al-Jarm yang artinya kriminalitas atau kejahatan. Sedangkan secara istilah jinayat didefinisikan bahwa semua perbuatan yang terlarang dan terkait dengan dharar (sesuatu yang membahayakan) baik kepada diri sendiri atau orang lain. Menurut Ash-Shahkafi mendefinisikan jinayah sebagai perbuatan yang diharamkan dengan harta dan jiwa. [1]

 

2.    Macam-Macam

a)      Pembunuhan

Pembunuhan yaitu melenyapkan nyawa seseorang, baik disengaja mau tidakdisengaja, dengan alat yang mematikan maupun tidak mematikan. Pembunuhan ada tiga (3) macam :

a.       Pembunuhan disengaja

Pembunuhan disengaja adalah seseorang menyengaja memukul korban dengan sesuatu yang secara umum di gunakan untuk membunuh dan bermaksud untuk membunuh. maka akibat dari pembunuhan ini pelaku wajib untuk dihukum dan apabila dimakan oleh orang tua si korban maka pembunuh wajib membayar diyat mughallazah yang diambil dari harta si pembunuh.

b.      Pembunuhan tidak disengaja

Seseorang ketika melempar sesuatu namun mengenai seseorang manusia dan menjadikannya meninggal. Hal ini pembunuh hanya dihukum dengan membayar denda atau diyat mukhafafah yang dibebankan kepada keluarga si pembunuh dengan waktu 3 tahun.

c.       Pembunuhan seperti disengaja

Seseorang yang menyengaja memukul seseorang dengan alat yang secara umum bukan untuk membunuh, namun menyebabkan orang tersebut meninggal, maka tidak dihukum qisas, tetapi wajib membayar diyat mughaladzah dalam waktu tahun berturut-turut.

 

b)      Qishas

1.      Pengertian

Qishas berasal dari kataقصاص” yang berarti mengikuti, memotong. Sedangkan menurut istilah qishas adalah hukuman balasan yang serupa bagi pelaku pembunuh atau pelaku penganiayaan anggota badan atau penghilangan fungsi anggota badan yang dilakukan dengan sengaja.

2.      Dasar hukum

§  Q. S. Al-Baqoroh : 178

§  Q. S. Al-Maidah : 45

3.      Macam-Macam Qishosh

a.    Orang yang terbunuh terpelihara darahnya, artinya orang yang tindak pidana pembunuhan.

b.   Qishash anggota badan yakni qishash bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak, atau menghilangkan fungsi anggota badan.

4.    Syarat-Syarat Qishash

1.   Pelaku sudah baligh, berakal

2.   Pelaku bukan orang tua (ayah) dari korban

3.   Jika qishash karena pembunuhan, maka pembunuhannya adalah pembunuhan yang disengaja.

4.    Orang dibunuh atau dianiaya terpelihara darahnya artinya bukan orang jahat.

5.    Orang yang dibunuh atau dianiaya sama derajatnya.

6.    Qishash dilakukan dalam hal yang sama, yakni jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, telinga dengan telinga, dan lain-lain.

 

 

5.    Hikmah Qishash

a.    Menghargai harkat dan martabat manusia, karena nyawa dibalas dengan nyawa, begitupula dengan anggota tubuh dibalas juga

b.   Mencegah terjadinya permusuhan dan pertumpahan darah sehingga keamanan dan kedamaian dapat dirasakan

c.    Agar manusia berfikir 2 kali untuk melakukan kejahatan.

 

 

B.     DIYAT

1.    Pengertian Diyat

Secara bahasa berasal dari kata “ Ad-diyah “ berarti denda atau tebusan. Yang dimaksud diyat ialah “ denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau dilakukan padanya hukum bunuh”.

Di dalam kitab Fathul Qorib, diyat adalah denda harta yang wajib dibayar sebab telah melukai orang merdeka baik nyawa atau anggota tubuh. penetapan perihal ad-diyah sebelum adanya ijma’ adalah firman Allah surat An-Nissa:92.

2.    Sebab-sebab Diyat

·      Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan oleh keluarga korban.

·      Pembunuhan lari namun sudah diketahui identitasnya, hal ini diyat dibebankan kepada ahli waris.

·      Pembunuhan seperti sengaja.

·      Pembunuhan bersalah.

·      Qishash sulit dilaksanakan, ini terjadi pada tindak pidana yang terkait dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya.

 

3.      Macam-Macam Diyat

a.    Diyat Mugholadzah ( denda berat )

Yaitu membayar 100 ekor unta yang terdiri dari 20 ekor hiqqoh, 30 ekor jaza’ah dan 40 ekor khilfah. Jika unta tidak didapati, pembayaran diyat diganti dengan uang atau lainnya seharga 100 unta tersebut. Diwajibkan kepada :

·      Pembunuhan sengaja tetapi dimaafkan oleh keluarga korban dan pembayaran dilakukan secara tunai.

·      Pembunuhan seperti sengaja, pembayaran boleh diangsur selama 3 tahun yang setiap tahun dibayar sepertiganya.

·      Pembunuhan bersalah yang terjadi pada bulan-bulan haram.

b.    Diyat Mukhaffafah ( denda ringan )

Yaitu denda yang beruba membayar 100 ekor unta yang dibagi menjadi 5 : 20 ekor hiqqoh, 20 jaza’ah, 20 ekor bintu labun, 20 ekor unta ibnu labun dan 20 ekor makhad. Pembunuhan tersalah wajib membayar denda diangsur 3 tahun dengan setiap tahun sepertiga.  

c.    Diyat selain pembunuhan (diyat atas anggota tubuh)

Ketentuan diyat karena kejahatan penganiayaan, yaitu : melukai  atau memotong anggota tubuh adalah sebagai berikut :

Ø 100 ekor unta : apabila memotong atau melukai 2 mata, 2 kaki, 2 tangan, hidung, telinga, lidah, dan bibir.

Ø 50 ekor unta : apabila memotong atau melukai 1 kaki, 1 tangan, 1 telinga, dan sebagainya.

Ø 33 ekor unta : apabila memotong atau melukai kepala sampai otak, melukai  badan sampai ke perut.

Ø Wajib membayar diyat berupa :

·         15 ekor unta : apabila melukai sampai terlepas kulit diatas tulang.

·         10 ekor unta : melukai sampai mengakibatkan putusnya jari-jari tangan atau kaki yang setiap satu jari 10 ekor unta.

·         5 ekor unta : melukai atau mengakibatkan patah sebuah gigi atau luka sampai terkelupas daging.

Adapun ketentuan-ketentuan terhadap pemotongan, menghilangkan fungsi atau membuat cacat anggota badan yang belum ada ketentuan hukumnya sebagai tersebut diatas diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim. Hukum-hukum yang diserahkan kepada kebijaksanaan hakim karena belum ada ketentuan hukum disebut ta’zir. hikmah diyat adalah mencegah pertumpahan darah dan sebagai obat hati dari rasa dendam.

 

C.    HUDUD

1.      Pengertian Hudud

Hudud merupakan jamak dari kata "Had" yang secara bahasa berarti “mencegah”. Sedangkan secara istilah bermakna hukuman yang telah ditentukan kadarnya oleh syariat atas orang yang melakukan suatu bentuk kriminal, dan hukumannya adalah hukuman had. Hudud disyariatkan untuk menjaga jiwa, agama, keturunan, akal, dan harta. [2]

 

2.      Macam-macam Hudud dan Hadnya

a.      Zina

Ø Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan.

Ø Zina ada 2 macam

1)   Muhsan

Zina Muhsan adalah pezina yang antara seseorang yang sudah memiliki pasangan sah (menikah) atau sudah pernah menikah. Mereka akan dikenai hukum had dicambuk 100 kali, kemudian dirajam.

2)   Ghairu Muhsan

Zina ghairu muhshan adalah pelaku zina yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan sah. Hukumannya maka mereka didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.

Allah swt berfirman dalam surat an-Nur ayat 2 yang artinya “perempuan dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan terhadap keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kiamat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan sekumpulan orang-orang yang beriman”. (Q.S. an-Nur:2)

Hukuman had diatas berdasarkan dengan hadits Nabi saw yang artinya “ambilah dariku! Ambilah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka.

Ibnu Katsir juga menyebutkan pendapat Imam Ahmad, bahwa tidak sah akad seorang laki-laki yang bersih (dari zina) dengan seorang pezina hingga wanita itu bertaubat. Jika wanita itu bertaubat maka sah akad atasnya. Demikian pula tIdak sah pernikahan antara seorang perempuan yang merdeka dan bersih (dari zina) dengan laki-laki pezina sehingga laki-laki tersebut bertaubat.

Ø Syarat-syarat Had Zina

1.    Zina dilakukan karena kemauan sendiri bukan karena terpaksa.

2.    Orang yang berzina : baligh, berakal, tahu bahwa zina itu haram

 

b.      Qadzaf

a.       Pengertian Qadzaf

Qadzaf menurut istilah adalah melempar tuduhan zina kepada orang lain tanpa adanya bukti-bukti yang kuat yang karenanya mewajibkan hukuman had bagi tertuduh. Allah swt  melaknat para pelaku qadzaf di dunia maupun di akhirat.Firman Allah SWT dalam Surat An-Nur ayat 23 Qadzaf

1.    Qadzif (orang yang menuduh) : islam, berakal, baligh, ikhtiar (tidak dalam keadaan terpaksa), dikenal di tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang suci, taat beribadah dan shalih, mereka tidak mendatangkan empat orang saksi.

2.    Maqdzuf (orang yang dituduh) : berakal, baligh, islam, merdek, belum pernah dan menjauhi tuduhan tersebut, meminta dijatuhkannya hukuman had bagi si qadzif.

3.    Maqdzuf ‘Alaihi (tuduhan), syarat-syaratnya :

·      Sharih (jelas), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan-perkataan yang jelas dan tetap yang tidak boleh ditafsirkankepada maksud yang lain selain daripada zina dan penafian nasab (keturunan).

·      Kinayah (kiasan), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan yang tidak jelas dan yang tidak tetap akan tetapi memberi pengertian zina.

·      Ta’ridh (sindiran), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan yang tidak jelas dan tidak tetap juga dan memberi pengertian yang lain daripada zina sebagaimana yang dilakukan dalam perkataan kinayah.

 

c.       Pembuktian Qadzaf

1.    Pengertian

Secara bahasa berarti melempar, secara istilah syara’ ialah melempar tuduhan berzina dengan tuduhan terang-terangan. Bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa kemungkinan, yaitu:

a)    Memungkiri tuduhan itu dengan menghadirkan satu orang saksi baik laki-laki atau perempuan.

b)   Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran tuduhan dan untuk ini cukup dua orang laki-laki atau dua orang perempuan.

c)    Membuktikan tuduhan secara penuh dengan mengajukan empat orang saksi.

d)   Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak tuduhan itu maka suami dapat mengajukan sumpah li’an.

e)    Sumpah, yaitu dalam perbuatan qadzaf boleh ditetapkan kesalahan qadzaf dengan sumpah. Jikalau orang yang dituduh tidak mempunyai barang bukti untuk menolak dan menghindar dari tuduhan orang yang menuduh, maka orang yang dituduh itu hendaklah meminta kepada orang yang membuat tuduhan supaya bersumpah atas kebenaran tuduhannya itu.

f)    Qarinah (bukti-bukti). Yaitu bukti yang cukup kuat.

 

d.      Hukuman bagi pelaku qadzaf.

Orang yang melakukan kesalahan qadzaf hendaklah dihukum dengan hukuman dera atau dicambuk dengan 80 kali cambukan dan keterangannya sebagai seorang saksi tidak boleh diterima lagi sehingga dia bertaubat atas perbuatannya itu.

e.       Hal-hal yang menggugurkan hukuman qadzaf :

-       Mampu mendatangkan saksi.

-       Li’an, jika tertuduh adalah istri penuduh. Jika seorang suami menuduh istrinya berzina tetapi tidak dapat mengemukakan 4 orang sanksi, ia dapat bebas dari had qadzaf dengan jalan meli’an istrinya.

-       Tertuduh memaafkan.

 

c.       Khamr

1.    Pengertian Khamr

Khamr terambil dari kata khamara yang artinya menutupi akal. Menurut istilah khamr adalah segala sesuatu dari makanan atau minuman dan obat-obatan yang dapat menghilangkan akal dan memabukkan.

                 Dalam riwayat lain tercantum “setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap yang memabukkan itu haram. Barang siapa minum khamr didunia kemudian meninggal sementara ia pecandu khamr serta tidak bertaubat maka ia tidak akan meminumnya kelak di akhirat”. (H.R. Muslim).

 

2.    Hukuman bagi pengkonsumsi khamr

Al-qur'an tidak menegaskan hukuman apa bagi peminum khamr, namun sanksi dalam kasus ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yakni sunah fi'liyahnya, bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah didera sebanyak 40 kali. Abu Bakar as-Sidiq ra mengikuti jejak ini, Umar bin Khatab ra 80 kali dera sedang Ali bin Abu Thalib ra 40 kali dera. Adapun alat yang digunakan untuk memukul ada yang dari pelepah kurma, sandal, pakaian, dan ada yang dengan tangan. Oleh karena itu, dapat dipahami, alat apa yang akan digunakan untuk memukul terserah pada ketentuan dari hakim.

 

3.      Hikmah diharamkannya minuman khamr

·      Masyarakat terhindar dari kejahatan seseorang yang diakibatkan pengaruh minuman khamr.

·      Menjaga kesehatan jasmani dan rohani dari berbagai penyakit.

·      Masyarakat terhindar dari siksa kebencian dan permusuhan.

·      Menjaga hati agar tetap bersih, jernih, dan dekat kepada Allah SWT.

 

d.      Mencuri

1.      Pengertian

Secara bahasa mencuri berarti mengambil harta atau lainnya secara sembunyi-sembunyi, sedangkan menurut istilah mencuri adalah mengambil suatu barang atau lainnya secara sembunyi-sembunyi, baik yang melakukam anak kecil atau dewasa, baik yang dicari itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicari itu disimpan ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.[3]

2.    Mencuri yang diancam dengan syarat sebagai berikut :

a.       Pelaku pencurian adalah mukallaf ,yaitu sudah baligh dan berakal

b.      Barang yang dicuri adalah milik orang lain.

c.       Pencurian itu dilakukan secara diam-diam.

d.      Barang yang dicuri tersimpan ditempatnya.

e.       Pencuri tidak memiliki andil.

f.       Barang yang dicuri mencapai jumlah satu nisab.

3.    Pembuktian perbuatan mencuri :

·         Kesaksian dari 2 orang sanksi laki-laki yang adil dan merdeka.

·         Pengakuan dari pelaku pencurian sendiri.

·         Sumpah dari orang yang mengadu perkara (penuduh)

4.    Had

Terdapat dalam Q. S. Al-Maidah : 38. Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa had mencuri mengikuti urutan sebagai berikut :

a)    Had mencuri yang dilakukan pertama kali adalah di potong tangan kanannya.

b)   Jika ia melakukan 2 kali, maka dipotong kaki kirinya.

c)    Jika ia melakukan 3 kali, maka dipotong tangan kirinya.

d)   Jika ia melakukan 4 kali, maka dipotong kaki kanannya.

e)    Jika ia melakukan 5 kali dan seterusnya hukumannya adalah di ta’zir dan dipenjara sampai menunjukkan tanda taubat (jera).

Sebagian ulama lainnya, yaitu Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa had potong tangan dan kaki hanya dikarenakan sampai dengan pencurian yang dilakukan kedua kali. Jika ia melakukannya ketiga dan seterusnya, hukumannya adalah dita’zir dan dipenjara sampai jera.

5.    Nisab barang dicuri

Kadarnya adalah seperempat dinar atau 3 dirham atau setara dengan emas seberat 3,34 gram (Jumhur Ulama). Sedang menurut madzab Hanafi nisab barang yang dicuri adalah 10 dirham.

6.    Hikmah

·         Seseorang tidak mudah mengambil barang milik orang lain.

·         Hak milik seseorang benar-benar dilindungi oleh hukum islam.

·         Menghindari manusia dari sikap malas.

·         Mendorong seseorang untuk mencari rizki yang halal.

 

e.       Pembegal

Apabila Ada empat (4) macam pembegal :

1.      mereka membunuh si korban dan tidak mengambil hartanya,maka (hukumannya) adalah dibunuh.

2.      Apabila mereka mebunuh si korban & mengambil hartanya,maka (hukumannya) adalah dibunuh dan disalib.

Dikatakan “Qaathi’ ath-thariq” karena terhalangnya manusia untuk menempuh atau melewati jalan karena takut. Qaathi’ ath – thariq adalah seorang muslim mukallaf dan mempunyai senjata/kekuatan. Penetapan Had (sangsi) bagi qathi’ ath – thariq adalah berdasrkan dengan firman Allah SWT. dalam Q.S Al Maidah 33.

Para ulama’ sepakat ayat ini diturunkan untuk qathi’ ath – thariq. Bukan untuk orang – orang kafir. Mereka mengambil hujjah dengan firman Allah  Swt. (Q. S. Al-Maidah : 34 ), Karena kata “taubat” disini mengarah pada qathi’ ath – thariq. Karena “taubat” bagi orang kafir adalah dengan masuk islam,yang mana dengan itu orang kafir akan terbebas dari hud (sangsi) baik sebelum atau sesudah ditangkap.

 

3.    Apabila mereka tidak memmbunuh si korban,dan hanya mengambil hartanya saja, maka (hukumannya) adalah dipotong tangan dan kakinya bersilang.

4.    Apabila mereka hanya menakut – nakuti saja & tidak mengambil harta serta tidak membunuh si korban,maka (hukummannya) adalah dipenjara dan di ta’zir. Dan barangsiapa dari mereka berhenti (bertaubat) sebelum dapat ditangkap, maka gugurlah sangsi darinya dan hanya dimintai (pertanggungjawaban) hak – hak (yang berkaitan dengan manusia).

 

 

PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN

Jinayat menurut bahasa bermakna الذنب Al-dzanbu yang artinya dosa. Dan juga bermakna الجرم Al-Jarm yang artinya kriminalitas atau kejahatan. Sedangkan secara istilah jinayat didefinisikan bahwa semua perbuatan yang terlarang dan terkait dengan dharar (sesuatu yang membahayakan) baik kepada diri sendiri atau orang lain.

Secara bahasa berasal dari kata “ Ad-diyah “ berarti denda atau tebusan. Yang dimaksud diyat ialah “ denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau dilakukan padanya hukum bunuh”.

Hudud merupakan jamak dari kata "Had" yang secara bahasa berarti “mencegah”. Sedangkan secara istilah bermakna hukuman yang telah ditentukan kadarnya oleh syariat atas orang yang melakukan suatu bentuk kriminal, dan hukumannya adalah hukuman had. Hudud disyariatkan untuk menjaga jiwa, agama, keturunan, akal, dan harta.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Maulana, Galih. 2008. Jinayat & Qasamah. Jakarta Selatan : Penerbit Rumah Fiqih Publishing

Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqih Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo

Sadjak, Muh Najid. 2013.  Matan at-Taqrib wa al-Ghoyah. Tuban: Penerbit Kampung Pusat Pembelajaran Ilmu dab Bahasa.



[1] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo, 1994), hal. 429

[2] Muhammad Nadjib Sadjak, Matan at-Taqrib wa al-Ghoyah, ( Tuban: Penerbit Kampung Pusat Pembelajaran Ilmu dab Bahasa, 2013), hal.

[3] Galih Maulana, Jinayat dan Qasamah, (Jakarta Selatan: Penerbit Rumah Fiqih Publishing, 2008), hal. 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru yang Baik dan Professional dalam Mengajar

Guru yang Baik dan Profesional               Guru adalah orang tua kedua bagi para siswa ketika berada di sekolah. Yang tugasnya tidak h...