KATA PENGANTAR
Bismilahirohmanirrohim
Assalamualaikum
warohmatullohiwabarokatuh
Alhamdulillahhirobbil’alamin
dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Sholawat seta salam
senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kulaih fiqih jurusan
Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga Bapak Ali
Furrofi, S.Ag, M.Pd.I. yang telah membimbing dalam proses pembelajaran.
Harapannya
melalui makalah ini mampu memberikan ilmu pengetahuan mengenai bagaimana dan
apa saja macam-macam dari puasa. Kami menyadai bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan agar terciptanya
pendekatan kepada taraf yang sempurna. Semoga
apa yang tersajikan dalam makalah ini berguna bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar..................................................................................... ...............ii
Daftar
Isi...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang...................................................................... ................1
2. Rumusan Masalah..................................................................................1
3. Tujuan Masalah......................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PengertianPuasa.....................................................................................3
2.
Dasar
Hukum Puasa...............................................................................4
3.
Rukun
dan Syarat Puasa........................................................................5
4.
Macam-macam Puasa dan Cara Melaksanakannya...............................8
5.
Cara Melaksanakan
Puasa.....................................................................9
6.
Sunah-Sunnah Puasa............................................................................10
7.
Hikmah
Puasa.......................................................................................11
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan..........................................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA ...........................................................................................14
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sudah kita ketahui bahwa ibadah puasa
memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam dan bahwasanya seseorang yang
berpuasa akan mendapatkan pahala dan keutamaan yang agung yang diberikan Allah
SWT. Karena ibadah
puasa ini merupakan ibadah yang tersembunyi, hanya Allah dan orang itu sendiri
yang mengetahui keadaannya berpuasa, maka dari itu Allah mengatakan bahwa “Amal
ibadah seorang hamba adalah untuk dirinya sendiri, tapi puasa adalah untuk-Ku”.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
mengetahui lebih dalam berkaitan tentang ibadah puasa ini, terlebih lagi puasa
ini merupakan rukun islam yang keempat. Maka dengan ini, sudah sepatutnya kita
mengetahui dan mendalami hal hal yang berkaitan dengan puasa, hukum-hukum
puasa, macam-macam puasa dan juga hikmah puasa dan lain-lain yang berkaitan
dengan ibadah puasa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian puasa
?
2.
Apa
dasar hukum puasa
?
3.
Apa
saja rukun san syarat puasa ?
4.
Apa
saja macam-macam puasa dan cara melaksanakannya ?
5.
Apa
saja sunah-sunnah dalam puasa ?
6.
Apa
saja keringanan dalam berpuasa?
7.
Apa
saja hikmah puasa ?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian puasa
2.
Untuk
mengetahui dasar hukum puasa
3.
Untuk
mengetahui rukun dan syarat puasa
4.
Untuk
mengetahui macam-macam puasa dan cara melaksanakannya
5.
Untuk
mengetahui sunah-sunnah Puasa
6.
Untuk
mengetahui keringanan dalam berpuasa
7.
Untuk
mengetahui hikmah puasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa Arab
berasal dari kata صَامَ يَصُومُ صَومًا صِيَامًا yang berarti berpuasa.[1]
Menurut syara’ ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari
mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata,
serta disertai niat dan syarat-syarat tertentu.[2]
Sedangkan arti “shaum”
menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang
membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari. Menahan
disini seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak
bermanfaat dan sebagainya.[3]
Puasa adalah penahanan
diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret
yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang
waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar shadiq) sampai
terbenamnya matahari yang dilakukan oleh orang tertentu yang dilakukan orang
tertentu yngmemenuhi syarat yaitu beragama islam, berakal, dan tidak sedang dalam
haid dan nifas, disertai niat yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan
secara pasti tanpa ada kebimbangan , agar ibadah berbeda dari kebiasaan.
B.
Dasar Hukum Puasa
Dasar
hukum mengerjakan puasa pada prinsipnya sama yaitu, Al-Qur'an, Hadis, dan Qaul
Ulama.[4]
Diantara dalil tentang Puasa di dalam Al-Qur’an terdapat dalam surah Al-Baqarah
ayat 183-184.
Penjelasannya yaitu,
tegas bahwa, Allah Swt mewajibkan puasa kepada hamba-hamba-Nya yang beriman,
sebagaimana Dia telah mewajibkan kepada para pemeluk agama sebelum mereka. Dia telah
menerangkan sebab diperintahkannya puasa dengan menerangkan sebab
diperintahkannya puasa dengan menjelaskan faedah-faedahnya yang besar dan
hikmah-hikmahnya yang tinggi, yaitu mempersiapkan jiwa orang yang berpuasa
untuk mempercayai derajat yang takwa kepada Allah Swt dengan meninggalkan
keinginan-keinginan yang dibolehkan demi mematuhi perintah-Nya dan demi
mengharapkan pahala dari sisi-Nya, supaya orang mukmin termasuk golongan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya yang menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Dan dalam hadis Nabi SAW diantaranya:
بنى الإسلام على خمس شهادة ان
لااله الا الله وان محمدا رسول الله واقام الصلاة وايتاء الزكاة وحج البيت وصوم
رمضان. (رواه البخارى ومسلم وأحمد)
“Islam itu ditegakkan di atas 5 dasar: (1) bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan yang hak (patut disembah) kecuali Allah SWT, dan bahwasanya
Nabi SAW itu urusan Allah SWT, (2) mendirikan shalat lima waktu, (3) membayar
zakat, (4) mengerjakan haji ke baitullah, (5) berpuasa pada bulan Ramadhan.” (H.R Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Di dalam puasa berlaku juga hukum-hukum taklifi
seperti wajib, Sunnah, makruh, mubah, dan haram. Puasa yang wajib merupakan
puasa yang dikerjakan bulan Ramadhan sedangkan puasa yang dikerjakan pada
selain bulan Ramadhan merupakan puasa Sunnah, namun ada pula puasa dikerjakan
selain bulan Ramadhan bisa menjadi wajib seperti puasa orang yang bernadzar dan
qadha puasa Ramadhan.
C.
Rukun dan Syarat Puasa
1.
Rukun Puasa
Rukun
puasa ada dua, tanpa memenuhi rukun puasa maka puasa seseorang akan tidak sah.
Diantara rukun tersebut adalah:
a.
Niat
Berniat mengerjakan sesuatu dengan sadar
dan sengaja
mengerjakan sesuatu berarti sesuatu itu dikerjakan dengan
kemampuan kita. Niat itu adalah amalan hati, dan niat puasa dilakukan pada
malam hari, dengan niat itu orang mulai mengarahkan hatinya
untuk berpuasa esok hari, karena Allah SWT. sebagaimana dalam hadits Rasul:
عن حفصة ام المؤمنين أن النبى ص.م قال: من لم
يبيت الصيام قبل الفجر فلا صيام له.
(رواه الخمسه)
Artinya: “Dari Hafsah Ummul Mu’minin ra bahwasannya Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa yang tidak menempatkan berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah
puasanya.[5]
Hadits di atas menyatakan bahwa puasa
tidak sah kecuali
dengan menetapkan niat pada waktu malam sebelum terbit fajar
dan waktu penetapan niat itu semenjak terbenam matahari
b.
Menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa
Dengan niat berpuasa sungguh-sungguh maka orang yang
berpuasa tidak saja menahan untuk tidak makan, tidak minum dan
tidak pula bersetubuh dengan suami dan istri dari terbit fajar
sampai terbenam matahari. Tetapi juga menjauhkan segala
perbuatan kotor dan jahat. Orang yang berpuasa menahan haus dan
lapar sepanjang hari tetapi setelah malam lalu makan dan minum
sebanyak-banyak menghilangkan akan maksud puasa yang
dikehendaki Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam
QS. al-A’raf ayat 31:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ
آُلِّ مَسْجِدٍ وَآُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِين.(لأعراف:31)
Ditinjau dari ilmu kesehatan makan
yang berlebih-lebihan
membahayakan kesehatan biarpun tidak dalam puasa, apalagi
dalam puasa sesudah perut dalam keadaan kosong. Orang yang
berpuasa pada siang hari sedang dalam malam harinya ia makan
dan minum sepuas-puasnya, bukanlah timbul dari iman dan
keinsyafan akan perbaikan dan faedah puasa yang dikehendaki itu. Rukun ini
menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i,
Sementara itu menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali tidak menyebutkan
niat pada rukun puasa, karena menurutnya niat bukan termasuk rukun.[6]
2. Syarat Puasa
a.
Syarat Puasa
Para
ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas:[7]
1)
Syarat
wajib puasa yang meliputi:
a) Berakal (‘aqli)
Orang yang gila
tidak diwajibkan puasa
b) Baligh (sampai umur)
Oleh karena itu,
anak-anak belum wajib berpuasa
c) Kuat berpuasa (qadir)
Orang yang tidak
kuat berpuasa baik karena tua atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembhnya
tidak diwajibkan atasnya puasa, tetapiwajib bayar fidyah.
2)
Syarat
sah puasa yang mencakup:[8]
a) Islam (bukan kafir)
b) Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan
yang baik dan yang burik)
c) Suci dari pada darah haid,
nifas, dan wiladah (wanita) yang diwajibkan selama mereka tidak haid. Jika sedang haid, diwajibkan mengqadha
sebanyak puasa yang ditinggalkan. Nifas dan wiladah disamakan dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu mwnyusui anaknya ia boleh membayar
fidyah. Disinilah letak perbedaan anatara meninggalkan shalat dan puasa
bagiorang yang sedang haid. Pada shalat, bagi orang haid lepas sama sekali
kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak, tetapi didenda untuk dibayar
(diqadha) pada aktu yang lain.
d) Dikerjakan dalam waktu atau hari yang
dibolehkan puasa.
D.
Macam-Macam Puasa dan Cara Melaksanakannya
Dilihat dari waktu
pelaksanaannya puasa dibagi menjadi dua, yaitu
puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan dan puasa yang dilaksanakan
diluar bulan Ramadhan, seperti puasa qadla dan puasa enam hari pada bulan
Syawal.[9]
Sedangkan dilihat dari segi
pelaksanaannya, hukum puasa dibedakan
atas:
1.
Puasa yang hukumnya wajib yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa
kifarat,
puasa nadzar dan puasa qadha.
2.
Puasa sunnah atau puasa tathawu’ misalnya puasa enam hari bulan
Syawal, puasa hari senin kamis, puasa arafah (9 Dzulhijjah) kecuali bagi
orang yang sedang mengerjakan ibadah haji tidak disunnahkan, puasa hari
A’syura (10 Muharram), puasa bulan Sya’ban, puasa tengah bulan
(tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariyah).
3.
Puasa makruh, misalnya puasa yang dilakukan terus- menerus
sepanjang
masa kecuali pada bulan Haram, disamping itu makruh puasa setiap hari
sabtu saja atau tiap jum’at saja.
4.
Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu tertentu,
misalnya
pada Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal), hari raya idul Adha (10 Dzulhijjah),
hari-hari tasyrik (11, 12 dan 13 Dzulhijjah).[10]
E.
Sunah-sunah dalam Berpuasa
1.
Menyegerakan
berbuka bila telah nyata terbenam matahari sesuai dengan hadis Nabi:
وَعَنْ
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا
الْفِطْرَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
2.
Mengakhirkan
sahur.
3.
Tidak bersiwak (gosok gigi) di tengah hari
4.
Banyak bersedekah (memperbanyak berbuat amal kebaikan)
5.
Tadarus Al-Qur’an
6.
Beri’tikaf di masjid
F.
Rukhsah Puasa
Apabila seseorang atau
kelompok orang-orang benar-benar tidak mampu atau sukar skali untuk
menjalankannya, baru terbuka kelonggaran adalah mereka yang puasa itu menyiksa
baginya. Kalau diperinci orang-orang yang diberi kelonggaran adalah sebagai
berikut:
1.
Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan. Golongan ini
dibebaskan
dan wajib puasa selama sakit atau selama musafir. Akan tetapi mereka
diwajibkan mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya pada
hari-hari lain.
2.
Perempuan dalam haid
(menstruasi), perempuan hamil dan perempuan
yang menyusui anak. Tapi mereka harus mengqodho lain-lain yang
mereka tiada berpuasa atau mereka membayar fidyah, bagi kedua
golongan yang terakhir ini.
3.
Orang tua yang sudah lanjut umur tiada kuasa lagi berpuasa.
4.
Orang sakit yang tidak ada harapan lagi sembuh dari sakitnya
5.
Mereka yang bekerja berat dan karena berat kerjanya itu tidak
kuasa
puasa, seperti pekerja-pekerja tombang, abang-abang becak, buruh-buruh
kasar di pabrik-pabrik dan di pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya.
Jadi bukan keinginan yang Allah SWT. tetapi keadaan yang benar-benar tidak
memungkinkan kita. Apabila terhalang mengerjakan puasa boleh
tidak berpuasa di bulan itu, untuk mengerjakannya sesudah halangan itu
lenyap atau mengganti hari-hari terlarang berpuasa di bulan tersebut dengan
hari-hari lain. Tetapi kalau halangan itu terus menerus sehingga betul-betul
tidak mampu mengganti hari-hari tidak berpuasa itu dengan hari-hari lain, bolehlah
ia mengganti tiap hari wajib puasa dengan memberi sedekah makanan kepada orang
miskin tiap-tiap hari sebanyak ¾ liter beras satu dengan uang yang seharga
dengan beras itu (fidyah)
Puasa itu wajib tetapi Islam tidaklah memberatkan dan menyaksikan
penganutnya, tapi untuk mewujud jalan baginya, di dunia dan di akhirat.
G.
Hikmah Puasa
Puasa memiliki banyak hikmah yang didapat,
di antara lain sebagai berikut: Orang yang kaya
mengetahui kadar kenikmatan yang telah Allah Ta’ala berikan kepadanya dalam
bentuk kekayaan, yang mana Allah Ta’ala telah memudahkan baginya untuk
mendapatkan hal yang ia inginkan dari makanan, minuman, berhubungan badan yang
telah Allah Ta’ala perbolehkan menurut timbangan syar’i, dan Allah Ta’ala juga
telah memberikan kemudahan berupa kemampuan untuk mendapatkannya. Oleh sebab
itulah ia bersyukur kepada Rabbnya atas nikmat-nikmat ini. Dia akan selalu
mengingat-ingat saudaranya yang fakir yang tidak mulus jalan yang ia tempuh
untuk mendapat yang seperti itu. Maka ia akan mewujudkan rasa syukurnya
tersebut dengan cara bershadaqah dan berbuat kebaikan.
Melatih untuk mengekang hawa nafsu dan
mengendalikannya, hingga ia mampu menyetirnya dan mengerahkannya kepada hal-hal
yang akan mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan baginya, baik di dunia maupun
akhirat. Berpuasa juga akan menjauhkan dirinya dari menjadi sifat manusia yang
berperingai seperti binatang yang tidak mampu mengekang diri dalam menuruti
kelezatan syahwat, padahal dalam perbuatan ini mengandung kemaslahatan bagi
dirinya. Mendapat faidah kesehatan yang merupakan buah dari berhentinya makan
sehingga berhenti pula pencernaan dalam jangka waktu tertentu, dan mengurangi
zat-zat yang berlebihan dan zat-zat yang membahayakan terhadap tubuh atau yang
lainnya.[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Puasa ialah menahan
diri dari makan, minum, nafsu syahwat, menahan berbicara yang tidak bermanfaat
dan segala sesuatu yang dapat membatalkannya, dimulai dari terbitnya fajar
Shadiq hingga terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat-syarat
tertentu. Puasa juga merupakan ibadah mahdhah yakni, ibadah yang berhubungan
dengan Allah SWT.
Puasa merupakan
ibadah yang rahasia antara hamba dengan Rabbnya. Yang merupakan rukun islam
yang ke empat. Puasa memiliki banyak macam-macamnya dari mulai yang hukumnya
wajib, sunah, makruh dan juga haram.Puasa juga memiliki banyak hikmah, di
antaranya memberikan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada
kita baik berupa makanan, minuman, kesehatan dan lainnya.
Puasa juga
melatih kesabaran dan melatih kita supaya kita dapat mengendalikan hawa nafsu
yang kita miliki. Dan manfaat kita berpuasa lainnya adalah membuat tubuh kita
menjadi lebih sehat. Maka segala puji bagi Allah yang telah menurunkan syariat
islam dengan sempurna, sehingga setiap amalan yang diperintahkan-Nya terdapat
banyak hikmah di dalamnya. Semoga kita dapat terus berupaya dalam melaksanakan
setiap perintah-Nya.
B. Saran
Sebagai manusia biasa yang memiliki
keterbatasan, penulis mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari
semua pihak termasuk dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan tulisan
dan pengetahuan penulis. Inilah usaha dan kerja keras penulis dalam mencari,
mempelajari, dan menulis tentang Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Penulis
berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca terlebih lagi bagi pribadi
penulis dan mendapat kebaikan serta petunjuk dari Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Agus. Step By Step Fiqih Puasa. 2013. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2013
Maruzi, Muslich. 1990. Pedoman Ibadah Puasa, Jakarta:
Pustaka Amani
Muhammad , Syaikh bin Shalih Al-Utsaimin.
2011. Meraih Surga Bulan Ramadhan.
Solo: Pustaka AL-MINHAJ
Penyusun,Team Text Book Ilmu
Fiqh I. 1983. Ilmu Fiqh, Jilid I. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana
dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/Iain Jakarta
Rasjid,
Sulaiman. 2019. Fiqh Islam cet. Ke-88. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Redaksi, Dewan
Ensiklopedi Islam. 1993. Ensiklopedi Islam, Jilid. IV. Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve
Rifa’i, Moh. 1978. Fikih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Sutisna.
2015. Syari'ah Islamiyah. Bogor:
Percetakan IPB
[1].
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm.
224.
[2]. Moh. Rifa’i, Fikih Islam Lengkap, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra,1978), hlm.
322.
[3]. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam cet. Ke-88, (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2019), hlm. 220.
[4]. Sutisna, Syari'ah Islamiyah, ( Bogor: Percetakan IPB, 2015), hlm. 118
[5]. Al-Hafid Bin Hajar Al-Asqolani, Bulughul
Maram, (An-Nasir: Syirkatun Nur Asyyaa, 2013), Hlm. 132.
[6]. Agus Arifin, Step By Step
Fiqih Puasa, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013) hlm. 76
[7]. Team Penyusun Text Book Ilmu Fiqh
I, Ilmu Fiqh, Jilid I, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana
Perguruan Tinggi Agama/Iain Jakarta, 1983), hlm. 302.
[8]. Ibid., hlm.
303.
[9]. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam, Jilid. IV, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 113.
[10]. Muslich Maruzi, Pedoman Ibadah
Puasa, (Jakarta: Pustaka Amani, 1990), hlm. 12- 13.
[11]. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Meraih Surga Bulan Ramadhan, (Solo: Pustaka AL-MINHAJ, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar