1.
Pengertian Nilai dalam Islam
Menurut
Zakiyah Darajat, mendefinisikan nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau
perasaan yang diyakini sebagai suatu
identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan,keterikatan
maupun perilaku.[1]
Nilai
merupakan suatu keyakinan atau identitas secara umum. Maka penjabarannya dalam
bentuk formula, peraturan atau ketentuan pelaksanaanya disebut dengan norma.
Dengan kata lain, norma merupakan penjabaran dari nilai sesuai dengan sifat dan
tata nilai. Adapun definisi nilai yang benar dan dapat diterima secara
universal menurut Linda dan Ricard Eyre adalah sesuatu yang menghasilkan
perilaku dan perilaku berdampak positif baik yang menjalankan maupun bagi orang
lain.
2.
Nilai yang Terkandung dalam Islam
Pendidikan
islam dikalangan umatnya merupakan salah satu bentuk manifestasi cita-cita
hidup islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan dan mentransformasikan
nilai-nilai islam kepada pribadi penerusnya. Dengan demikian pribadi seorang
muslim pada hakikatnya harus mengandung nilai-nilai yang didasari atau dijiwai
oleh iman dan taqwa kepada Allah SWT sebagai sumber mutlak yang harus ditaati.
Adapun
dimensi kehidupan yang mengandung nilai –nilai islam dapat di kategorikan
sebagai berikut:
a. Dimensi yang mengandung nilai yang
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia.
b. Dimensi yang mengandung nilai yang
mendorong manusia untuk meraih kehidupan di akhirat yang membahagiakan.
c. Dimensi yang mengandung nilai yang dapat
memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi.[2]
Dari
dimensi nilai-nilai kehidupan tersebut, seharusnya ditanamkan didalam pribadi
seseorang secara seutuhnya melalui
proses pembudayaan secara paedagogis dengan system atau struktur
kependidikan yang beragam. Adapun nilai-nilai pendidikan islam pada dasarnya
berlandaskan pada nilai-nilai islam yang meliputi semua aspek kehidupan. Baik
itu mengatur tentang hubungan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya.
Dan pendidikan bertugas untuk mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan
kelangsungan berfungsinya nilai-nilai islam tersebut.
Adapun
nilai-nilai islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka digolongkan menjadi dua
macam, yaitu:
a. Nilai Ilahi adalah nilai yang bersumber
dari alqur’an dan hadits. Sedangkan aspek alamiahnya dapat mengalami perubahan
sesuai dengan zaman dan lingkungannya.
b. Nilai Insani adalah nilai yang tumbuh dan
berkembang atas kesepakatan manusia,
Nilai insani ini akan terus berkembang ke arah yang lebih maju dan lebih
tinggi. Nilai ini bersumber dari adat
istiadat dan kenyataan alam.[3]
Sedangkan
nilai bila ditinjau dari orientasinya di kategorikan dalam empat macam, yaitu:
a. Nilai Etis adalah nilai yang mendasari
orientasinya pada ukuran baik dan buruk.
b. Nilai Pragmatis adalah nilai yang
mendasari orientasinya pada berhasil atau gagalnya.
c. Nilai Efek Sensorik adalah nilai yang
mendasari orientasinya pada yang menyenangkan atau menyedihkan.
d. Nilai Religius adalah nilai yang mendasari
orientasinya pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.
Kemudian
sebagian para ahli memandang bentuk nilai berdasarkan bidang apa yang
dinilainya, misalnya nilai hukum, nilai etika, nilai estetika dan sebagainya.
Namun pada dasarnya, dari sekian nilai diatas dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian,yaitu:
a.
Nilai
formal yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk,lambamg
serta simbol-simbol. Nilai ini terdiri dari dua macam yaitu nilai sendiri dan
nilai turunan.
b.
Nilai
material yaitu nilai yang berwujud dalam kenyataannya pengalaman rohani dan
jasmani. Nilai ini juga terbagi menjadi dua macam yaitu: nilai rohani yang terdiri
dari: nilai logika, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi, yang kedua
yakni nilai jasmani yang terdiri dari: nilai guna, nilai hidup,dan nilai
ni’mat.
Dan untuk memperjelas nilai- nilai
diatas maka akan dirinci mengenai nilai-nilai yang mendominasi jika ditinjau
dari segala sudut pandang, yaitu:
a.
Nilai
etika adalah nilai yang memounyai tolak ukur baik atau buruk. Sedangkan
pandangan baik dan buruk dalam nilai etika sangatlah beragam. Hal ini karena
sudut pandang tinjauannya berbeda.
b. Nilai estetika merupakan bagian hidup
manusia yang tak terpisahkan yang dapat membangkitkan semangat baru dan gairah
berjuang. Nilai ini merupakan fenomena social yang lahir dari rangsangan cipta
dalam rohani seseorang, rangsangan tersebut untuk memberikan ekspresi dalam
bentuk cipta dari suatu emosi, sehingga akan melahirkan rasa yang disebut
dengan indah.
c. Nilai logika merupakan nilai yang banyak
mencakup pengetahuan, penelitian, keputusan, penuturan, pembahasan, teori atau
cerita. Nilai ini bermuara pada pencarian kebenaran.
d. Nilai religi merupakan tingkatan
integritas kepribadian yang mencapai
tingkat budi, juga
sifatnya mutlak kebenarannya, universal, dan suci.[4]
3.
Nilai-nilai Ajaran Islam
a. Sabar
Menurut
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, sabar artinya menahan diri dari rasa gelisah, cemas
dan amarah. Menurut Ahmad Mubarok, pengertian sabar adalah tabah hati tanpa
mengeluhbdalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu
dalam rangka mencapai tujuan. Sabar bermakna sebagai kemampuan mengendalikan
emosi, maka dilihat dari obyeknya nama-nama sabar dibedakan menjadi:
a.
Ketabahan
menghadapi musibah disebur sabar.
b.
Kesabaran
menghadapi godaan hidup nikmat disebut mampu menahan diri (dlobith an nafs).
c.
Kesabaran
dalam peperangan disebut pemberani.
d.
Kesabaran
dalam menahan marah disebut santun (hilm).
e.
Kesabaran
dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada.
f.
Kesabaran
dalam mendengar gossip disebut mampu menyembunyikan rahasia (katum).
g.
Kesabaran
terhadap kemewahan disebut zuhud.
h.
Kesabaran
dalam menerima apapun yang di berikan Allah SWT disebut kaya hati (qanaah).
Seorang mukmin yang sabar tidak akan
berkeluh kesah dalam menghadapi segala kesusahan yang menimpanya serta tidak
akan menjadi lemah atau jatuh gara-gara musibah dan bencana yang menimpanya.
Kesabaran mengajari manusia ketekunan dalam bekerja serta mengerahkan kemampuan
untuk merealisasikan tujuan-tujuan ilmiah dan amaliahnya. Allah berfirman dalam Qs. Ali- Imran(3): 200
يآاَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا وَاتَّقُوْا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
b. Tawakal
Keyakinan
inilah yang mendorong untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam Qs. An-Naml(27):79
فَتَوَكَّلْ
عَلَى اللهِ اِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِيْنِ
Rukun rukun tawakal :
a. Beriman bahwa Al Wakil maha mengetahui segala apa yang dibutuhkan
oleh si muwakkil (tawakal).
b. Beriman bahwa Al Wakil maha kuasa dalam memenuhi kebutuhan muwakkil.[5]
c. Beriman bahwa Allah SWT tidak kikir.
d.
Beriman
bahwa Allah SWT memiliki cinta dan rahmat kepada muwakkil.
c. Taubat
Kata taubat secara
etimologis adalah berasal dari kata “Taaba , Yatuubu , Taubatan” yang berarti
kembali dan menyerah. Sebagaimana dalam
ungkapan seseorang telah bertaubat yang artinya seseorang itu telah kembali dari
berbuat dosa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia taubat berarti sadar dan
menyesal akan dosa dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan
tersebut. Yaitu berjanji tidak akan mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan
, sedangkan taubat menururt imam al-ghasali adalah menyadari bahwa dirinya
telah berdosa, menyesal, segera menghentikan perbuatan dosa tersebut dan
bertekad tidak mengulangi lagi. Allah berfirman dalam Qs. Al- Furqan(25):71
“Dan
barangsiapa bertobat dan mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya ia bertobat
kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.”
d. Tolong-Menolong
Tidak mungkin seorang
manusia itu tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Setiap orang
membutuhkan pertolongan orang lain, memberi bantuan menurut kemampuan bila ada
anggota masyarakat yang memerlukan bantuan. Rasulullah SAW melarang orang islam
menolak permintaan bantuan orang lain yang meminta kepadanya seandainya ia
mampu membantunya. Hal ini ditegaskan dalam Q.S Al-Ma’idah ayat 2 yaitu;
...وَتَعَاوَنُوْا
عَلَى الْبِرِّ وَاتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوْاللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Agama islam memang telah mewajibkan
kepada umatnya untuk saling menolong satu sama lainnya menjalankan ajaran untuk
saling tolong menolong ini terdapat dalam al Quran dan hadis karena islam
adalah agama yang sumber utamanya ajarannya al quran dan hadis. Memberikan
pertolongan sama dengan memberikan kasih sayang karena kasih sayang merupakan
sikap mengasihi terhadap diri sendiri, orang lain, dan sesama makhluk.
Adapun manfaaat dari tolong menolong tersebut
adalah:
1.
Mempercepat
selesainya pekerjaan.
2.
Mempererat
persaudaraan.
3.
Pekerjaan
yang berat menjadi ringan .
4.
Menumbuhkan
kerukunan antara manusia.
5.
Menghemat
tenaga karena dikerjakan bersama-sama.
6.
Saling
membantu biaya yang dikeluarkan terlalu sedikit.
7. Saling bertukar pikiran dan saling memahami.
A.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas jelaslah bahwa
nilai merupakan suatu konsep yang mengandung tata aturan yang dinyatakan benar
oleh masyarakat karena mengandung sifat kemanusiaan yang pada gilirannya menjadi
syariat umum dan akan tercermin dalam tingkah laku manusia.
B.
SARAN
Setiap muslim sebaiknya mempelajari
dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi jika
nilai-nilai Islam tersebut diajarkan
sejak usia dini, mereka akan terbiasa untuk melaksanakan kewajiban
mereka kepada Allah SWT sejak kecil hingga dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Zakiah
Darajat, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), h.260
Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h.120
Muhaimin,
Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung:
Bumi Aksara, 1991),
h.111 dan h.114
Imam Khomeini. Insan Ilahiah: Menjadi Manusia Sempurna
dengan Sifat-sifat Ketuhanan: Puncak Penyikapan Hijab-hijab Duniawi(Jakarta:
Pustaka Zahra,204). h.210
[1] Zakiah Darajat, Dasar-dasar
Agama Islam,(Jakarta: Bulan Bintang,1984),
h.260
[2] Muzayyin. Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara,1993), h.120
[3] Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran
Pendidikan Islam(Bandung: Bumi Aksara,1991), h.111
[4] Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran
Pendidikan Islam(Bandung: Bumi Aksara,1991), h.114
[5] Imam Khomeini. Insan Ilahiah:
Menjadi Manusia Sempurna dengan Sifat-sifat Ketuhanan: Puncak Penyikapan
Hijab-hijab Duniawi(Jakarta: Pustaka Zahra,204). h.210
Tidak ada komentar:
Posting Komentar