Rabu, 16 September 2020

Nilai Dalam Islam

 


 

1.      Pengertian Nilai dalam Islam

Menurut Zakiyah Darajat, mendefinisikan nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai  suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan,keterikatan maupun perilaku.[1]

Nilai merupakan suatu keyakinan atau identitas secara umum. Maka penjabarannya dalam bentuk formula, peraturan atau ketentuan pelaksanaanya disebut dengan norma. Dengan kata lain, norma merupakan penjabaran dari nilai sesuai dengan sifat dan tata nilai. Adapun definisi nilai yang benar dan dapat diterima secara universal menurut Linda dan Ricard Eyre adalah sesuatu yang menghasilkan perilaku dan perilaku berdampak positif baik yang menjalankan maupun bagi orang lain.

 

2.      Nilai yang Terkandung dalam Islam

Pendidikan islam dikalangan umatnya merupakan salah satu bentuk manifestasi cita-cita hidup islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan dan mentransformasikan nilai-nilai islam kepada pribadi penerusnya. Dengan demikian pribadi seorang muslim pada hakikatnya harus mengandung nilai-nilai yang didasari atau dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah SWT sebagai sumber mutlak yang harus ditaati.

Adapun dimensi kehidupan yang mengandung nilai –nilai islam dapat di kategorikan sebagai berikut:

a.       Dimensi yang mengandung nilai yang meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia.

b.      Dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia untuk meraih kehidupan di akhirat yang membahagiakan.

c.       Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi.[2]

Dari dimensi nilai-nilai kehidupan tersebut, seharusnya ditanamkan didalam pribadi seseorang secara seutuhnya melalui  proses pembudayaan secara paedagogis dengan system atau struktur kependidikan yang beragam. Adapun nilai-nilai pendidikan islam pada dasarnya berlandaskan pada nilai-nilai islam yang meliputi semua aspek kehidupan. Baik itu mengatur tentang hubungan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Dan pendidikan bertugas untuk mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai islam tersebut.

Adapun nilai-nilai islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a.       Nilai Ilahi adalah nilai yang bersumber dari alqur’an dan hadits. Sedangkan aspek alamiahnya dapat mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan lingkungannya.

b.      Nilai Insani adalah nilai yang tumbuh dan berkembang  atas kesepakatan manusia, Nilai insani ini akan terus berkembang ke arah yang lebih maju dan lebih tinggi. Nilai ini bersumber  dari adat istiadat dan kenyataan alam.[3]

Sedangkan nilai bila ditinjau dari orientasinya di kategorikan dalam empat macam, yaitu:

a.       Nilai Etis adalah nilai yang mendasari orientasinya pada ukuran baik dan buruk.

b.      Nilai Pragmatis adalah nilai yang mendasari orientasinya pada berhasil atau gagalnya.

c.       Nilai Efek Sensorik adalah nilai yang mendasari orientasinya pada yang menyenangkan atau menyedihkan.

d.      Nilai Religius adalah nilai yang mendasari orientasinya pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.

     Kemudian sebagian para ahli memandang bentuk nilai berdasarkan bidang apa yang dinilainya, misalnya nilai hukum, nilai etika, nilai estetika dan sebagainya. Namun pada dasarnya, dari sekian nilai diatas dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,yaitu:

a.         Nilai formal yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk,lambamg serta simbol-simbol. Nilai ini terdiri dari dua macam yaitu nilai sendiri dan nilai turunan.

b.        Nilai material yaitu nilai yang berwujud dalam kenyataannya pengalaman rohani dan jasmani. Nilai ini juga terbagi menjadi dua macam yaitu: nilai rohani yang terdiri dari: nilai logika, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi, yang kedua yakni nilai jasmani yang terdiri dari: nilai guna, nilai hidup,dan nilai ni’mat.

Dan untuk memperjelas nilai- nilai diatas maka akan dirinci mengenai nilai-nilai yang mendominasi jika ditinjau dari segala sudut pandang, yaitu:

a.        Nilai etika adalah nilai yang memounyai tolak ukur baik atau buruk. Sedangkan pandangan baik dan buruk dalam nilai etika sangatlah beragam. Hal ini karena sudut pandang tinjauannya berbeda.

b.      Nilai estetika merupakan bagian hidup manusia yang tak terpisahkan yang dapat membangkitkan semangat baru dan gairah berjuang. Nilai ini merupakan fenomena social yang lahir dari rangsangan cipta dalam rohani seseorang, rangsangan tersebut untuk memberikan ekspresi dalam bentuk cipta dari suatu emosi, sehingga akan melahirkan rasa yang disebut dengan indah.

c.       Nilai logika merupakan nilai yang banyak mencakup pengetahuan, penelitian, keputusan, penuturan, pembahasan, teori atau cerita. Nilai ini bermuara pada pencarian kebenaran.

d.      Nilai religi merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai

tingkat budi, juga sifatnya mutlak kebenarannya, universal, dan suci.[4]

 

3.      Nilai-nilai Ajaran Islam

a.    Sabar

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, sabar artinya menahan diri dari rasa gelisah, cemas dan amarah. Menurut Ahmad Mubarok, pengertian sabar adalah tabah hati tanpa mengeluhbdalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan. Sabar bermakna sebagai kemampuan mengendalikan emosi, maka dilihat dari obyeknya nama-nama sabar dibedakan menjadi:

a.         Ketabahan menghadapi musibah disebur sabar.

b.        Kesabaran menghadapi godaan hidup nikmat disebut mampu menahan diri (dlobith an nafs).

c.         Kesabaran dalam peperangan disebut pemberani.

d.        Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm).

e.         Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada.

f.         Kesabaran dalam mendengar gossip disebut mampu menyembunyikan rahasia (katum).

g.        Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud.

h.        Kesabaran dalam menerima apapun yang di berikan Allah SWT disebut kaya hati (qanaah).

Seorang mukmin yang sabar tidak akan berkeluh kesah dalam menghadapi segala kesusahan yang menimpanya serta tidak akan menjadi lemah atau jatuh gara-gara musibah dan bencana yang menimpanya. Kesabaran mengajari manusia ketekunan dalam bekerja serta mengerahkan kemampuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan ilmiah dan amaliahnya. Allah berfirman dalam Qs. Ali- Imran(3): 200

      يآاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

b.      Tawakal

Keyakinan inilah yang mendorong untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam Qs. An-Naml(27):79

فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ اِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِيْنِ

Rukun rukun tawakal :

a.       Beriman bahwa Al Wakil  maha mengetahui segala apa yang dibutuhkan oleh si muwakkil          (tawakal).

b.      Beriman bahwa Al Wakil       maha kuasa dalam memenuhi kebutuhan muwakkil.[5]

c.       Beriman bahwa Allah SWT tidak kikir.

d.      Beriman bahwa Allah SWT memiliki cinta dan rahmat kepada muwakkil. 

c.       Taubat

Kata taubat secara etimologis adalah berasal dari kata “Taaba , Yatuubu , Taubatan” yang berarti kembali dan menyerah.  Sebagaimana dalam ungkapan seseorang telah bertaubat yang artinya seseorang itu telah kembali dari berbuat dosa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia taubat berarti sadar dan menyesal akan dosa dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan tersebut. Yaitu berjanji tidak akan mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan , sedangkan taubat menururt imam al-ghasali adalah menyadari bahwa dirinya telah berdosa, menyesal, segera menghentikan perbuatan dosa tersebut dan bertekad tidak mengulangi lagi. Allah berfirman dalam Qs. Al- Furqan(25):71

 Dan barangsiapa bertobat dan mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya ia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.

d.      Tolong-Menolong

Tidak mungkin seorang manusia itu tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Setiap orang membutuhkan pertolongan orang lain, memberi bantuan menurut kemampuan bila ada anggota masyarakat yang memerlukan bantuan. Rasulullah SAW melarang orang islam menolak permintaan bantuan orang lain yang meminta kepadanya seandainya ia mampu membantunya. Hal ini ditegaskan dalam Q.S Al-Ma’idah ayat 2 yaitu;

 ...وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَاتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوْاللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Agama islam memang telah mewajibkan kepada umatnya untuk saling menolong satu sama lainnya menjalankan ajaran untuk saling tolong menolong ini terdapat dalam al Quran dan hadis karena islam adalah agama yang sumber utamanya ajarannya al quran dan hadis. Memberikan pertolongan sama dengan memberikan kasih sayang karena kasih sayang merupakan sikap mengasihi terhadap diri sendiri, orang lain, dan sesama makhluk.

 

 Adapun manfaaat dari tolong menolong tersebut adalah:

1.        Mempercepat selesainya pekerjaan.

2.        Mempererat persaudaraan.

3.        Pekerjaan yang berat menjadi ringan .

4.        Menumbuhkan kerukunan antara manusia.

5.        Menghemat tenaga karena dikerjakan bersama-sama.

6.        Saling membantu biaya yang dikeluarkan terlalu sedikit.

7.        Saling bertukar pikiran dan saling memahami.

 

A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas jelaslah bahwa nilai merupakan suatu konsep yang mengandung tata aturan yang dinyatakan benar oleh masyarakat karena mengandung sifat kemanusiaan yang pada gilirannya menjadi syariat umum dan akan tercermin dalam tingkah laku manusia.

B. SARAN

Setiap muslim sebaiknya mempelajari dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi jika nilai-nilai Islam tersebut diajarkan  sejak usia dini, mereka akan terbiasa untuk melaksanakan kewajiban mereka kepada Allah SWT sejak kecil hingga dewasa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Zakiah Darajat, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h.260

Muzayyin  Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h.120

Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Bumi Aksara, 1991),

h.111 dan h.114

Imam Khomeini. Insan Ilahiah: Menjadi Manusia Sempurna dengan Sifat-sifat Ketuhanan: Puncak Penyikapan Hijab-hijab Duniawi(Jakarta: Pustaka Zahra,204). h.210

 



[1] Zakiah Darajat, Dasar-dasar Agama Islam,(Jakarta: Bulan Bintang,1984), h.260

 

[2] Muzayyin. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara,1993), h.120

[3] Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam(Bandung: Bumi Aksara,1991), h.111

[4] Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam(Bandung: Bumi Aksara,1991), h.114

[5] Imam Khomeini. Insan Ilahiah: Menjadi Manusia Sempurna dengan Sifat-sifat Ketuhanan: Puncak Penyikapan Hijab-hijab Duniawi(Jakarta: Pustaka Zahra,204). h.210

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru yang Baik dan Professional dalam Mengajar

Guru yang Baik dan Profesional               Guru adalah orang tua kedua bagi para siswa ketika berada di sekolah. Yang tugasnya tidak h...