Minggu, 13 September 2020

Pendidikan Multikultural di Kawasan Amerika, Eropa, Asia dan Afrika

 

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah …………………..……………………………....4

B.     Rumusan Masalah …………………..……………….…………………….4

C.     Tujuan……………………………..………………….……………………4

BAB II PEMBAHASAN

A.    Pendidikan Multikultural di Kawasan Amerika...…………………………5

B.     Pendidikan Multikultural di Kawasan Eropa……………………………...7

C.     Pendidikan Multikultural di Kawasan Asia……………………………….8

D.    Pendidikan Multikultural di Kawasan Afrika………………………..…....9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………..………….…………11

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

 

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb  

 Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmatNYA kami dapat menyeselaian tugas makalah mata kuliah Pendidikan Multikultural dari Bp. Dr. Miftahuddin, M .Ag. selaku dosen pengampu. Pembuatan makalah bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Multikultural dengan judul makalah Pendidikan Multikultural Di Kawasan Amerika, Eropa, Asia dan Afrika.

  Kami mengucapkan terima kasih kepada pemilik sumber makalah ini walau tidak dapat bertemu langsung dan kepada orang tua kami langsung yang selalu mendukung dan mendoakan  kami sehingga diberilah  kemudahan oleh Allah SWT dalam proses pengerjaan makalah ini.

 Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan masingmasing, termasuk kami  mungkin dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar- besarnya. Kami berharap ada kritik dan saran dari pembaca sekalian agar menjadikan motivasi bagi kami untuk lebih baik lagi kedepanya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakanng

 Keanekaragaman sukubangsa dan budaya serta ras yang ada di berbagai Negara menyebabkan keberagaman sistem sosial yang ada, seperti pendidikan, imigrasi, politik serta lainnya. Dalam sistem sosial masyarakat merupakan peranan penting, karena sistem sosial dapat terjadi jika adanya suatu hubungan sosial dan hubungan sosial sendiri dilakuakn oleh masyarakat, yang saling menghargai, menjujunjung demokrasi, non-rasisme, dan non-diskriminatif antar sesama manusia.

 

B. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pendidikan multicultural di kawasan Amerika?

2.      Bagaimana pendidikan multicultural di kawasan Eropa?

3.      Bagaimana pendidikan multicultural di kawasan Asia?

4.      Bagaimana pendidikan multicultural di kawasan Afrika?

 

C. Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pendidikan multicultural di kawasan Amerika.

2.      Untuk mengetahui pendidikan multicultural di kawasan Eropa.

3.      Untuk mengetahui pendidikan multicultural di kawasan Asia.

4.      Untuk mengetahui pendidikan multicultural di kawasan Afrika.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Multikultural di Kawasan Amerika


  Menurut Juju (2011:298) pendidikan multicultural di Amerika Serikat telah muncul sejak tahun 1960-an. Ditinjau dari sejarahnya, pendidikan multicultural di Amerika Serikat berkaitan dengan social dan hak-hak asasi manusia. Dulu menurut sejarah di Amerika Serikat telah memosisikan orang yang berkulit putih atau yang disebut Euro-American sebagai peenduduk yang mayoritas, begitu juga sebaliknyaa orang yang memiiki kulit berwarna hitam sebagai minoritas.[1] 


  Di Amerika serikat orang yang berkulit putih juga mendominasi pada bidang ekonomi, politik, dan pendidikan, sehingga munculnya konflk dengan orang yang berkulit hitam yang memperjuangkan persamaan haknya. Kemudian seiring berjalannya waktu banyak yang berimigran dari belahan dunia ke Amerika Serikat, sehingga terjadi peningkatan jumlah  penduduk, kemudian berimplikasi kepada penyelenggaraan pendidikan, pembelajaran, dan pengajarannya untuk memperlakukan peserta didik secara sama dan adil. Hal ini diimplementasikan kepada guru-guru untuk menerapkan konsep-konsep pendidikan multicultural pada semua mata pelajaran, termasuk juga seni tari. Dan juga guru-guru dituntut untuk memahami bahkan mengenal siswa lebih dalam dan saling menghargai antar sesama. 


  Menurut Murniati (2019: 24) pendidikan multicultural di Amerika mulai digalakkan oleh James Bank yang mulai menulis tentang keragaman pada akhir 1960-an dan sebagai sarjana yang melakukan penelitian yang berkaitan erat dengan pertumbuhan dan pengembangan pendidikan multikultual itu sendiri[2]. Sehingga kehidupan di Amerika Serikat menjadi demokratis. Dan kemudian mendorong perjuangan persamaan hak dan menerapkan konsep asimlasi yaitu mengabaikan latar belakang etnik dan budayauntuk melebur pada sistem dan budaya dominan orang kulit putih keturunan Eropa. Hal ini memicu terjadinya konflik terutama antar etnik, suku, budaya, dan agama. Kemudian diganti menjadi konsep cultural pluralism, yaitu konsep yang saling mendukung untuk mempertahankan budayanya masing-masing dan saling menghargai. 


  Pendidikan mulitikultural di Amerika Serikat berkaitan dengan sikap pendidik dan sekolah yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan mendukung pembelajaran untuk siswa dari latar belakang dengan segala keunikan dan perbedaannya. Pembelajaran ini berdasarkan nilai-nilai demokratis untuk mendidik siswa secara sama dan adil, tidak membeda-bedakan antar sesama. Seperti ras, etnik, dsb. Menurut Juju (2011:303) di Amerika Serikat kelas social sebuah kelas yang budaya dan sumber-sumber social lainnya.[3] Hal ini untuk mempengaruhi cara peserta didik untuk berfikir dan bertindak. Guru juga harus memiliki pemahaman tenang keberagaman dan kepribadian siswa. 


  Menurut Juju (2011:303) pembelajaran seni tari yang ada di Amerika Serikat dilaksanakan oleh dua guru yang ditinjau dari cara mengajar guru, cara bersikap kepada peserta didik di dalam kelas maupun diluar kelas, serta isi bahan yag diajarkan dan cara pengajarannya. Mereka memandang keberagaman dan saling percaya. Berinteraksi satu dengan yang lainnya tanpa membedakan latar belakang peserta didik dan member ide serta motivasi. Guru tari memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk bereksplorasi, menentukan ide-ide gerakan tari serta pembuatan koreografinya. Antara guru dan peserta didik saling member kepercayaan untuk mengurangi cara yang hierarkis dan otoriter. Untuk pengajaran peerta didik yang berkebutuhan khusus menggunakan unsur-unsur dasar tari, terutama mengolah bagian-bagian badan siswa. Dan hal ini perlu dilakukan, karena mereka juga berhak untuk belajar tari, dan mengerti keberagman.[4]

 

B. Pendidikan Multikultural di Eropa

 Menurut Ruslan (2008:120) pendidikan multicultural di Eropa yakni multikulturalisme akomodatif yaitu masyarakat plural yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan cultural kaum minoritas.[5] Kelompok ini juga dapat ditemukan di Inggris, Prancis, dan beberapa Negara Eropa lainnya.

Jenis kelompok ini didukung oleh kelompok Iuebecois di Kanada, dan kelompok-kelompok muslim imigran di Eropa, yang menuntut untuk bisa menerapkan syari’ah, mendidik anak-anak mereka pada sekolah Islam dan sebagainya. 


 Menurut Farida (2015:7) sedangkan pendidikan multikultural di Inggris berkembang sejalan dengan datangnya kaum migran, yang mendapat perlakuan diskriminatif oleh pemerintah dan kaum mayoritas Inggris, sehingga menimbulkan gerakan yang berlatar belakang budaya[6]. Gerakan ini merupakan gerakan politik yang didukung pandangan liberal, demokrasi, dan gerakan kesetaraan manusia. Pendidikan multikultural di Inggris bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.

 

C. Pendidikan Multikultural di Asia

 Menurut Robert (2007:31) di kawasan Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia dan Singapura sebagai contoh negara-negara yang mengalami tantangan pluralisme budaya.[7]. Seksi-seksi etnis dan religius secara keseluruhan membentang jarak pada masyarakat sehingga mereka tidak memiliki banyak kesamaan selain pertukaran pasar. Indonesia, Malaysia dan Singapura telah banyak menyaksikan pertumbuhan yang signifikan dalam pendapatan, organisasiorganisasi sipil dan dialog publik sejak awal kemerdekaan. Di Singapura warga masyarakatnya telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun kesabaran dan sikap moderat mereka telah diabaikan oleh pemerintah. Kebanyakan orang Singapura merasa nilai-nilai yang diklaim pemerintah sebagai nilai yang diperlukan bagi masa depan Singapura terlalu berat sebelah dan tidak memberi ruang pada kompleksitas masyarakat. Walaupun nilai-nilai bersama sering diabaikan pemerintah, namun Singapura pantas dilirik sebagai kandidat yang baik bagi evolusi yang mantap.

 Malaysia di tahun-tahun belakangan ini telah mengalami kemajuan yang cukup berarti dalam hubungannya dengan etnorelgius. Meskipun pencapaian mereka tercerai berai dalam hal keadilan, kesetaraan dan transparansi, kebijaksanaan-kebijaksanaan negara telah berhasil mendongkrak pendapatan dan kepercayaan diri penduduk Melayu yang pada gilirannya mampu mengurangi pengaruh ekonomis. Namun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai Malaysia di bidang pendidikan, infrastruktur dan penghapusan kemiskinan semestinya diikuti dengan pertumbuhan masyarakat dewasa yang membutuhkan politik sipil untuk membantu kemajuan sosial dan ekonominya. Pengadilan terhadap Anwar Ibrahim dan pembangkang pro demokrasi mengindikasikan suatu kemunduran serius. Contoh ini memberi kesan bahwa kemajuan-kemajuan yang dicapai masyarakat semestinya diimbangi keadaban (civilized) negaranya sendiri. 

 Indonesia pun mengalami problem yang sama. Kemajuan-kemajuan yang dikondisikan oleh interaksi pluralis dalam pendidikan, pasar dan budaya publik sangat mengesankan. Tetapi sejarah ketiga negara tersebut membuktikan, bahwa pilar-pilar penyangga masyarakat modern tidak selalu berkembang secara bersamaan. Hal yang sepatutnya diwaspadai adalah kepentingan-kepentingan elite yang dominan melebihi demokrasi. Selain itu bahaya diskriminatif akan selalu menjadi bayang-bayang yang menakutkan jika tidak dikelola dengan baik.

 

D. Pendidikan Multikultural di Afrika

 Menurut Murniati (2019:21) Afrika merupakan Negara yang  terdapat penaklukan dan ditaklukkan, imigrasi, pergolakan dan pemukiman, pekerjaan, perampasan, dominasi, penindasan, serta konflik-konflik social yang berkaitan dengan multicultural, terutama pendidikan. Pendidikan di Afrika selatan atau sekolah formal didirikan pada tahun 1658.[8] Kebijakan politik pendidikan mengalami perubahan. Sekolah menjadi tempat pemerintahan untuk perjuangan hubungan social. Tetapi, bagi banyaknya masyarakat kult putih, sekolah mereka merupakan daerah yang nyaman untuk mempertahankan posisi hak istimewa mereka. Sebuah perjuangan pun terjadi antara pemerintah baru dengan bekas sekolah putih yang berkaitan dengan ras dan budaya sekolah.

 Tahun 1996 presiden baru meluncurkan gerakan yang memberikan perhatian yang besar terhadap kemajuan bangsa Afrika terlepas dari jenis asal usul dan rassnya. Tahun 1997, meluncurkan Curriculum 2005 sebagai strategi untuk bergerak menjauh dari rasis, dan berdasarkan prinsip yang berpusat pada nilaimilai demokrasi, non-rasialisme, dan non-seksime. Respon dari kebijkan ini  ditandai dengan sikap saling toleransi antara kulit putih dan hitam. Dan hal ini menujukkan bagaimana ras terstruktur dalam proses pengetahuan dan keputusan serta diperknalkan kepada peserta didik tentang kesamaan manusia, serta terciptanya inovasi dan perjuangan. 

 

 

 

 

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

  Pendidikan multkultural di Amerika Serikat berkaitan dengan social dan hak-hak asasi manusia yang telah memosisikan orang yang berkulit putih atau yang disebut Euro-American sebagai peenduduk yang mayoritas, begitu juga sebaliknyaa orang yang memiiki kulit berwarna hitam sebagai minoritas, kemudian beralih ke sikap pendidik dan sekolah yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan multicultural di Eropa yakni multikulturalisme akomodatif dan otonomis, yang berusama untuk mengedepnkan kesamaan manusia dan masyarakat. Dan di kawasan Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia dan Singapura sebagai contoh negara-negara yang mengalami tantangan pluralisme budaya, yang memajukan demokrasi. Di kawasan Afrika, ras terstruktur dalam proses pengetahuan dan keputusan serta diperknalkan kepada peserta didik tentang kesamaan manusia, serta terciptanya inovasi dan perjuangan.

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Agustian, Muniarti. 2019. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Penerbit Universitas

                     Katolik Indonesia Atma Jaya

Agustian, Muniarti. 2019. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Penerbit Universitas  Katolik Indonesia Atma Jaya

Hanum, Farida. 2015. Jurnal Pendidikan Multikultural dalam Pluralisme Bangsa.

                     Nov  2015. Hlm. 7  

Masunah, Juju. 2011. Jurnal Konsep dan Praktik Pendidikan Multikultural di  Amerika Serikat dan Indonesia, …. Ibid., hlm. 298-303

Ibrahim, Ruslan. 2008.  Jurnal Pendidikan Multikultural Upaya Meminimalisir Konflik  dalam Era Pluralitas Agama, Vol 1 No. 1, 2008, hlm 120

Masunah, Juju. 2011. Jurnal Konsep dan Praktik Pendidikan Multikultural di  Amerika Serikat dan Indonesia, Jilid 17, Nomor 4, Februari 2011, hlm.

                     298-302

Masunah, Juju. 2011. Jurnal Konsep dan Praktik Pendidikan Multikultural di  Amerika Serikat dan Indonesia, Jilid 17, Nomor 4, Februari 2011, hlm.

                     298-302

W       Hefner,    Robert.    2007.    Politik     Multikulturalisme,     Menggugat     Realitas

                     Kebangsaan. Yogyakarta: Impulse



[1] Juju Masunah, Jurnal Konsep dan Praktik Pendidikan Multikultural di Amerika Serikat dan Indonesia, Jilid 17, Nomor 4, Februari 2011, hlm. 298-302

[2] Muniarti Agustian, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Penerbit Universitas Katolik

Indonesia Atma Jaya, 2019), hlm. 24

[3] Juju Masunah, Jurnal Konsep dan Praktik Pendidikan Multikultural di Amerika Serikat dan Indonesia, Jilid 17, Nomor 4, Februari 2011, hlm. 298-303.

[4] Ibid., hlm. 298-303

[5] Ruslan Ibrahim, Jurnal Pendidikan Multikultural Upaya Meminimalisir Konflik dalam Era Pluralitas Agama, Vol 1 No. 1, 2008, hlm 120

[6] Farida Hanum, Jurnal Pendidikan Multikultural dalam Pluralisme Bangsa. Hlm 7. Nov 2015 

[7] Robert W Hefner, Politik Multikulturalisme, Menggugat Realitas Kebangsaan.

(Yogyakarta: Impulse, 2007), hlm. 31.

[8] Muniarti Agustian, Pendidikan Multikultural. (Jakarta: Penerbit Univ. Katolik Indoesia

Atma Jaya, 2019), hlm. 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru yang Baik dan Professional dalam Mengajar

Guru yang Baik dan Profesional               Guru adalah orang tua kedua bagi para siswa ketika berada di sekolah. Yang tugasnya tidak h...